HARI INI, DUA PULUH EMPAT TAHUN LALU
Oleh : Mohammad Khadziqun Nuha
31 Januari, mungkin bagi
sebagian besar orang di planet bumi ini bahkan di planet-planet lain merupakan
tanggal yang biasa. Nothing special. Namun, bagi salah seorang anak
adam, itu merupakan hari yang ruarrr biasaaa yang hanya akan terbit setahun
sekali. Ya! SETAHUN SEKALI. Silakan dicetak tebal, italic,
bergarisbawah dengan menggunakan HURUF KAPITAL. Kalau perlu
distabilo dan diberi sinar laser agar lebih jelas!
Ada apakah gerangan?
Tepat dua puluh empat tahun
yang lalu lahirlah seorang pria Aquarius dari rahim seorang bidadari tak
bersayap (nahlo, bidadari kok seorang??) yang bernama Ibu Siti
Khufadiyah yaitu pada hari Kamis Wage tanggal 31 Januari 1991 atau 15 Rojab
1411 H pukul 08.45 WIB di Tulungagung, Jawa Timur, Indonesia, Asia Tenggara,
Asia, Bumi, Tata Surya, Galaksi Bima Sakti. Bayi laki-laki yang imut, mungil,
ngegemesin, cubby, luthu (hmm... paling tidak menurut ibu itu. Yang mau muntah
tolong ditahan) merupakan buah cinta yang Allah anugerahkan kepada pasutri yang telah menikah sekitar
tiga tahun namun tak kunjung diberikan momongan. Sehingga kehadirannya bak oase
ditengah gurun sahara yang sangat diidam-idamkan. Seorang putra yang
nantinya diharapkan meneruskan tongkat estafet monarki keluarga tersebut.
Dan, tidak lain tidak bukan, bayi
sulung dari tiga bersaudara itu adalaaaah...
(Jrennnggg... Jrenggg...)
AKU !!! (Esumpah, ngga
puenting buanget. Nah, yang tadi sudah menahan rasa mual, sekarang silakan dimuntahkan.
Pasti semacam antiklimaks pada suatu film laga dimana saat jagoannya datang
ternyata monster yang sudah mengobrak-abrik isi kota lebih memilih bunuh diri
daripada harus bertarung dengan Sang Jagoan setelah mengetahui siapa jagoan-nya.
Jadi ngganggur dah Sang Jagoan. Eh amit, ini kenapa jadi membicarakan film
laga, padahal ini kan reality show)
Baik, pimpinan kuambil alih,
bagi yang merasa illfeel setelah mengetahui siapa “jagoan”-nya dan ngga
berkenan melanjutkan membaca tulisanku ini, secara besar hati, aku perkenankan
untuk meninggalkan tulisan ini (pintu keluar sebelah sana!) dari pada
nanti kian illfeel dan membentur-benturkan kepala ke tembok atau ngemil paku
payung kan berabe. Beneran! Saya persilakan! (Hashtag Aku Rapopo).
Sebaliknya, bagi yang masih
penasaran dengan alur cerita tulisan ini (kuharap ngga ada), silakan
melanjutkan membaca hingga titik kalimat penghabisan karena akan kusingkap
tabir hidupku yang tidak pernah diungkap di stasiun TV lain. Tapi ingat! Ini
tidak ada unsur paksaan, jika Anda sudah menyerah untuk membacanya silakan
melambaikan tangan, kamera ada disebelah sana, sebelah atas sana, dan samping
kanan sana (#Hallah...). Yap. Bagi yang berkenan, jangan kemana-mana,
aku akan kembali setelah pesan-pesan berikut ini (#Auuuuuuu...)
-Kembali pada topik
pembicaraan-
Berbicara mengenai tanggal 31 Januari,
terdapat makna implisit yang ingin Allah sampaikan dengan tanggal tersebut. Pertama,
31 Januari merupakan tanggal berdirinya organisasi islam terbesar di
Indonesia bahkan di dunia, yang memiliki banyak umat. Organisasi yang memiliki
simbol bola dunia, sembilan bintang, dan tali sebagai pemersatu ukhuwah islamiyah.
Ya! Merupakan sebuah kebanggaan tersendiri ternyata manakala tanggal lahir
kita juga dirayakan saudara-saudaraku pengikut organisasi masyarakat islam yang
bernafaskan ahlushunnah waljama’ah yang juga diikuti oleh keluarga
besarku itu.
Kedua, kombinasi angka
ganjil tanggal 31 bulan 1 tahun 1991 merupakan roh tersendiri yang
tertanam dijiwaku. Seperti yang kita ketahui, Tuhan agama yang kuanut menyukai
angka ganjil. Tidak perlu lah aku sebutkan keunggulan dari angka ganjil hingga
terdapat sholat sunat khusus yang bernama sholat witir yang berarti
sholat dengan rokaat ganjil karena tentunya pembaca memiliki ilmu agama yang
lebih daripada penulis.
Ketiga, kolaborasi angka
cantik 31-1-1991 itu didominasi oleh angka satu. Hal ini terbukti dengan
terdapatnya angka satu pada tanggal, bulan dan tahun. Hal ini
menunjukkan cita-cita luhurku untuk menjadi nomor satu bin wahid dalam
setiap sendi kehidupan yang kulalui. Kalau kita mempunyai ekspektasi yang
tinggi, tentunya berkat pertolongan Allah akan dikabulkan.
Keempat, kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
Hallaaah... Ini acara apa sih? Bukan deng, cukup tiga saja, nanti
kebanyakan malah pembacanya yang malas meneruskan membaca.
Berbicara mengenai nama, mungkin banyak yang mengira
kalau profile name pada facebook-ku itu merupakan nama samaran. Namun
itu tidak benar, dimulai dari Akte, KK, KTP, SIM bahkan dalam administrasi
apapun itu aku selalu menggunakan nama itu. Sebuah nama yang memiliki cerita
tersendiri karena tidak banyak orang yang menggunakan nama ini.
Apabila mereka telah mengenalku, mereka akan dengan
lantang memanggilku dengan sebutan Kadiq atau lebih tepatnya
adalah hadziq. Namun apabila mereka masih baru saja menjumpai sesosok makhluk yang berupa seorang
aku dan susah untuk melafalkan bahasa arab, mereka akan menyebutku dengan Khadziq,
Khodziq, Kadek, Khadziqun, Khadiziqun, Qun, Un, Nuha, Konoha, Kodok, Kadir,
Godir, Khadziqunnuha (kalau yang ini kakak kelasku yang selalu
memanggil lengkap), dan banyak lagi
lainnya, tapi aku lebih sering dipanggil, “heh”. Namun anehnya, dari
sekian banyak panggilan itu, belum kujumpai yang menggunakan panggilan Mohammad
atau bahkan (maaf!), Kanjeng Pangeran. Sebagai pemilik nama yang cukup “freak”
ini, aku merasa fine-fine saja ketika mereka menyebutku dengan
berbagai panggilan tersebut walau kadang juga illfeel ketika ada yang
memanggilku dengan konotasi yang negatif (sakitnya tuh disini!)
Baik, mengenai ejaan, mungkin banyak yang mengira
kalau ejaan itu merupakan ejaan yang benar versi bahasa arab. Berdasarkan ejaan
tulisan arab yang benar adalah
محمد حاذق النهى
. Nama
Mohammad atau lebih tepatnya adalah Muhammad atau bahkan Mohammed dalam
versi bahasa inggris, tentunya semua orang mukallaf mengetahui kalau itu
adalah nama Nabi akhir zaman yang berarti “terpuji”. Lalu bagaimana dengan dua
kata yang lain? Usut punya usut (seperti baju yang tidak pernah disetrika.
#Theeet. Kusut!), setelah kutanyakan kepada abahku (ntah kapan waktunya
aku lupa), ternyata kata Hadziq itu berarti Open Minded
(dalam bahasa inggris), limpat (dalam bahasa jawa), atau cerdas (dalam
bahasa Indonesia, ntah bahasa hewannya aku ngga tahu). Dalam hati, we o we
sekali ternyata artinya. Sebuah ekspektasi yang luar biasa dari kedua orangtua
terhadap putranya ini. Lalu bagaimana dengan Nuha? Apakah makna
yang terkandung didalamnya? Kucoba untuk membuka Kamus Besar Bahasa Arab –
Bahasa Indonesia, meski radak bingung bagaimana cara mencari kata-katanya
karena bisa dibilang jarang atau bahkan tidak pernah menggunakannya, namun
akhirnya ketemu juga, dan tahu apa artinya? Hayo, siapa yang tahu? Hayo coba
tebak! Penasaran ya? (ngga banged)
Nah, tepat sekali dan seratus untuk yang menebak
“akal”. Sehingga kurang lebih nama “Mohammad Khadziqun Nuha” itu berarti
“orang yang terpuji yang memiliki akal yang cerdas”. Subhanallah,
sungguh mulia doa yang disematkan kedua orangtuaku untuk anak sulungnya ini.
Semoga harapan beliau berdua dapat menjadi kenyataan dan terpancar pada
putranya ini. Terimakasih abah, terimakasih ibu, atas titipan semangat yang
semula kuanggap sebagai suatu keanehan karena namaku tergolong lain daripada
yang lain (Waduh, punya kelainan dong aku?). Semoga aku dapat mengemban amanah
ini. Amin.
Sejak kecil, pria yang alergi
dengan udang ini (Ya! Itu aku..) dididik keluarganya dengan penuh cinta
kasih dalam lingkungan keluarga yang konservatif, religius, humanis, sosialis,
sopan santun, serta menjunjung tinggi adat istiadat dan budi pekerti yang
luhur. Terlebih pada ilmu agama, sungguh sangat kentara pada atmosfir
keluarga. Bagaimana tidak? Pendidikan Al Qur’an sangat ditekankan sejak kecil,
dimulai dari cara membaca, mendalami maknanya serta mengimplementasikan ke
dalam kehidupan sehari-hari. Apalagi terhadap sholat fardhu, sangat mendapat
perhatian tersendiri pada keluarga tersebut. Sampai kuingat ketika terdengar “dug...
dug... dug...” suara bedug ditabuh, pastilah tetangga sekitar rumah akan
sangat hafal akan diikuti “gedebug... gedebug... gedebug...” suara anak
laki-laki yang bergolongan darah A dan adik perempuannya ini lari pulang
sehabis bermain karena telah mendengar pertanda sholat akan dilaksanakan. Yah,
meski sekarang masih susah dibilang istiqomah untuk sholat berjamaah,
namun aku akan merasa bersalah dan tidak tenang apabila belum melaksanakn
sholat, semua itu juga berkat didikan abah dan ibuku. Satu lagi, suatu tradisi
yang hingga detik ini masih kulakukan, yakni aku akan mencium tangan ibuku
ketika akan berangkat sekolah hingga kuliah kini. Yah, semacam sudah menjadi
lagu wajib yang tak bisa ditinggalkan. Terimakasih Tuhan, Engkau telah
menempatkanku pada keluarga yang bersahaja. Hamba bersyukur untuk itu.
Namun meski dibesarkan dikeluarga
yang menjunjung tinggi religiusitas, keluargaku sangat menghargai azas
demokrasi. Abah ibuku tidak pernah memaksaku untuk bersekolah di lembaga
pendidikan agama. Setelah lulus TK Dharma Wanita Mojosari, aku melanjutkan
study di SDN Mojosari 2. Selanjutnya SMPN 2 Kauman lah lokasiku menggali ilmu.
Setelah puas menimba ilmu di SMP mewah (ya! Tepat sekali, muepeeet sawah),
aku meneruskan di sebuah Sekolah Kejuruan ternama di kotaku (meski sebelumnya telah mengambil formulir
dan memungkinkan untuk masuk di SMAN 1 Kauman dalam segi nilai, namun karena
tawaduk terhadap keputusan ibu jadi aku harus mengurungkan niatku itu). Ternyata
petualanganku didunia umum tak berhenti setelah dari SMKN 3 Boyolangu, walaupun
destinasi study-ku selanjutnya adalah dikampus yang notabene ber-genre
agama, namun jurusan yang kupilih adalah Tadris Bahasa Inggris, salah dua
jurusan di rumpun Tarbiyah di kampus
STAIN Tulungagung yang merupakan ilmu umum. Bahkan hingga kini, program
pascasarjana yang kutempuh di kampus serupa (meski telah beralih status
menjadi IAIN Tulungagung), juga “sedikit” melenceng dari ilmu agama yang
ditekuni keluargaku. Aku ini memang berbeda dengan kedua adikku yang lebih
memilih jalur pondok dalam pendidikannya. Bagiku, tak selamanya buah tepat
jatuh dibawah pohonnya. Taruhlah buah yang dipinggir sungai, yang ketika jatuh
terbawa arus sungai dan terbawa entah kemana. Yang terpenting bukanlah
jalur mana yang kita tempuh untuk meraih kesuksesan, namun bagaimana kita
meraih kesuksesan itu dengan cara kita sendiri serta bagaimana kita mampu
bermanfaat bagi orang lain. Aku bukanlah orang yang ingin mengekor dari
kesuksesan abah ibuku, idealis memang, namun aku adalah aku (boso inggrise,
I am me). Aku tak ingin menjadi follower namun ingin menjadi trend
setter.
Sebagai anak pertama dikeluargaku
(selain abah ibuku bahkan hingga kakekku merupakan anak tertua dikeluarganya),
tidak dapat dinafikan lagi hasratku ingin menjadi adik sangatlah besar
(meski dengan label adik jadi-jadian). Memang harapanku itu terlaksana
beberapa tahun yang lalu, namun semenjak beberapa bulan yang lalu, AKU BERSUMPAH
ATAS NAMA ALLAH, AKU AKAN MENGUBUR DALAM-DALAM KEINGINAN YANG TELAH MEMBUAT
HUBUNGAN LAIN-KU YANG LEBIH SERIUS KANDAS. Sungguh peristiwa kemarin merupakan tamparan
yang paling menyakitkan dari apapun didunia ini.
It is the worst birthday ever.
Tanda-tanda itu sudah muncul sekitar tiga bulan lalu dimana konflik batin
ini telah mencapai klimaks, belum lagi ditambah komplikasi beberapa penyakit
yang tak kunjung sembuh, tugas kerja yang seabreg serta tugas kuliah yang
menggunung dan tak ada motivasi mengerjakan. Yah! Lengkap sudah semua itu
menyambut milad-ku hari ini. Semacam kolaborasi yang harmonis membuat
simpul kegalauan dihatiku. Tapi ah sudahlah, disini aku ngga mau terlalu banyak
curhat masalah itu. Mungkin ini memang
cara Tuhan untuk mendewasakanku. Orang bilang, Tuhan tidak akan
memberikan cobaan diatas batas kemampuan umatnya. Dia memberikan cobaan karena Dia Maha Mengetahui bahwa kita
mampu untuk mengatasinya (Heloooo... Kenapa aku jadi tiba-tiba sok bijak
begini yaa...)
Disinggung masalah make a wish
untuk tahun ini, tidak banyak proposal yang kuajukan kepada Allah. Cukup
satu, Tuhan... Tolong segera Engkau berikan secercah cahaya kasih-Mu untuk
menyudahi segala kegalauanku ini yang telah akut.
*******************************************
(Cerita ini bukan merupakan fiksi belaka jadi
mohon maaf apabila terdapat kemiripan nama, karakter tokoh, tempat atau lokasi
kejadian karena itu merupakan suatu kesengajaan yang semata-mata murni untuk
menghibur dan pemberian informasi. Sekali lagi, emang disengaja, bro! Dan semoga pembaca tidak mengharapkan cerita
ini bersambung, halloooooo… ini bukan sinetron Indonesia yang kejar tayang
episode-episodenya, bro! Terimasumbangan, eh terimakasih.)