Blue Fire Pointer
Jumat, 21 Agustus 2015 0 komentar

TENTANG DOA YANG TAK KUNJUNG DIKABULKAN

TENTANG DOA YANG TAK KUNJUNG DIKABULKAN



Pernah ngga sih kita merasa padahal kita telah berdoa dengan sungguh-sungguh namun Allah tak kunjung mengijabah doa kita? Pernah ngga sih kita merasa Allah itu ngga adil dalam mengabulkan doa para umat-Nya? Pernah ngga sih kita bermunajat untuk segera mendapatkan pujaan hati namun seraya jodoh itu tak kunjung datang? Pernah ngga sih kita berharap bergelimpang harta namun nampaknya itu hanya angan belaka? Pernah ngga sih kita bermimpi memiliki jabatan yang tinggi namun kenyataannya posisi kita begini-begini saja? Pernah ngga sih kita berdoa untuk memperoleh ketenangan jiwa namun realitanya cobaan tak kunjung habisnya? Pernah ngga sih... Baik, disini aku akan buat analogi suatu cerita rekaan.

Alkisah, ada seorang pria sholeh yang selalu beribadah kepada Tuhannya dengan hati yang tulus ikhlas. Tak lepas doanya setiap malam ia haturkan kepada Dzat Penguasa Alam akan suatu harapan yang sangat ia inginkan. Puasa Senin Kamis rutin ia lakukan. Qiyamul lail tak pernah putus. Sodaqoh jangan ditanya. Orangnya sholih. Ibadahnya baik. Namun, doa tak kunjung terkabul. Sebulan menunggu belum terkabul juga. Tetap dia berdoa. Tiga bulan juga belum terijabah. Tetap ia berdoa. Hampir satu tahun doa ia panjatkan. Sekali lagi, belum juga terkabul.

Dia melihat temannya. Orangnya biasa saja. Ngga ada yang istimewa. Kelakuannya kadang ngga beres. Tipu sana tipu sini terkadang juga ia lakukan. Bahkan sholat saja kadang bolong-bolong. Namun anehnya, setiap dia berdoa pasti segera terkabul. Walhasil, orang sholeh ini datang kepada seorang ustadz lalu menceritakan permasalahan yang tengah bergelayut dipikirannya beberapa waktu ini. Tentang sebuah doa yang tak kunjung diijabah. Sebagai orang yang taat beribadah, dia patut mempertanyakan itu sedang temannya yang “bandel” justru selalu mendapatkan apa yang dia inginkan.

Tersenyumlah ustadz ini. Lantas ia berkata kepada orang sholeh tersebut,” Anak muda, kalau kamu sedang duduk diwarung lalu datanglah seorang pengamen, tampilannya urakan, suaranya pas-pasan, main musiknya asal-asalan, bagaimana? Apa yang akan kamu lakukan?”

Orang sholeh itu berkata, “ Segera saya kasih pak ustadz. Ngga tahan melihat pengamen berlama-lama ditempat itu. Sambil nyanyi pula.”

“Baik, sekarang kondisinya saya ganti seperti ini. Andai yang datang adalah seorang pengamen yang rapi, main musiknya enak, suaranya empuk, bawain lagu yang kamu suka, bagaimana? Apa yang kamu lakukan?”, Lanjut Sang Ustadz.

“Wah, kalau itu saya ngga bakal bosan dengerin Pak Ustadz. Akan saya biarin dia menyanyi hingga habis. Lama pun ngga jadi masalah. Kalau perlu saya akan menyuruh dia nyanyi lagi. Bahkan dia nyanyi sealbum sekali pun saya juga rela. Kalau pengamen yang pertama tadi hanya saya kasih 500 perak, yang terakhir ini 50.000 juga berani, ustadz.”, Ungkap pria sholeh tersebut.

Sang Ustadz pun tersenyum lalu berkata, “Begitulah nak. Allah ketika melihatmu, engkau yang sholeh datang kepada-Nya. Allah akan betah mendengarkan setiap lantunan doamu. Melihat wajahmu dengan penuh harap. Serta Allah ingin bertemu denganmu dalam waktu yang lama. Bagi Allah, ngasih apa yang kamu harapkan itu suatu perkara yang gampang. Tapi yakinlah jika Allah ingin menahan kamu agar khusyuk, biar deket dengan Dia. Coba bayangkan manakala doamu cepat dikabulkan. Apa kamu akan sedekat ini? Dan pada waktunya nanti kamu akan mendapatkan jauh lebih besar dari apa yang kamu minta”.

Setelah berhenti sejenak, Sang Ustadz melanjutkan, “Beda dengan temanmu itu, anak muda. Allah ngga mau kayaknya kalau dia berlama-lama dan deket dengan Allah. Makanya dibiarkan saja dia bergelimang dosa. Makanya Allah buru-buru kasih aja harapannya. Yaa jatahnya memang segitu saja. Ngga nambah lagi”

Nah, saudaraku, para pembaca setia tulisanku. Ini bukan soal seberapa tulus doa kita namun berbanding terbalik dengan realitas yang ada. Namun ini soal sebuah keyakinan bahwa Allah akan mengijabah doa-doa kita tepat pada waktunya. Kalau belum diijabah? Berarti belum tepat waktunya. Yakinlah saudaraku, rencana Allah lebih indah dari pada harapan umat-Nya. Serta, Allah gives what we need, not what we hope. Dia memberikan apa yang kita butuhkan bukannya apa yang kita harapkan. Yang perlu kita lakukan hanya terus bermunajat, berdoa dengan sungguh-sungguh, berikhtiar, bertawwakal serta YAKIN! Bahwa Allah akan mengabulkan segala doa kita. Ingat! SEMUA AKAN INDAH PADA WAKTUNYA. Salam.
Kamis, 20 Agustus 2015 0 komentar

TENTANG APA YANG KUSEBUT OSPEK DIKAMPUSKU

TENTANG APA YANG KUSEBUT OSPEK DIKAMPUSKU



Honestly, kusebutkan diawal kalau aku bukanlah panitia ospek. Bukan pula aku menyebutku Maba​. Lalu, siapa aku? Sudahlah lupakan... Ngga penting siapa aku. Hanya saja, aku sedikit geli membaca perbincangan di grup ini antara junior dengan senior, maba (dalam arti, mahasiswa baru) dengan maba (dalam arti, mahasiswa basi. Eh, amit), atau ntahlah kalian mengklasifikasikan diri kalian apa. Dan hanya pula, aku juga sedikit tersentil dengan topik yang sedang happening di grup ini.

Bener, lucu tau ngga sih. Kadang aku bertanya dalam hati, ini acara apa?? Dimana kameranya ya? Bayangkan, yang satu bilang, "kak, kalau ospek itu sekarang jangan gini lho, jangan gini lho. Kak, kalau ospek emangnya kita ngga boleh ini itu yaaa... Ngga ada waktu ibadah ya? Kak, kalau ospek itu sudah ndak boleh bully menurut anjuran pemerintah lho. Kak, piranti ospek gini-gini amat, emang masih musim yang kayak gini?. Kak, aku ngga mau ikut ospek ah, takut."

Yaaa Allaaah... Hei... Maksudnya.... Aduuuuh... Helooo... Kamu udah pernah ikut ospek sebelumnya kok bisa ngomong begitu, dik? Atau katanya? Iya katanya? Maksudnya, yaudahlah. Dijalanin aja prosesnya. Masalah apa yang terjadi nantinya. Dinikmati saja. Klise tau ngga sih, setiap tahun juga seperti ini. Kalau ngga mau ikut ospek? Yasudah, ngga usah ikut. Titik. Kalau kata Bapak Negara nomor 4 bangsa ini, gitu saja kok repot. 

Namun hanya saja. KALAU, ntar kamu bilang ospek itu sistemnya ngga bener. Bagaimana kamu bisa ngerubah kalau kamu bukan bagian dari sistem? Gampangnya, ospek saja ngga pernah ikut, bagaimana mau ngerubah sistem ospek? Tau apa kamu soal ospek? Apa yang akan kamu  rubah? Sudahlah anak muda, ikuti dulu rangkaiannya. Masalah, ntar kurang suka, nah giliranmu pada tahun-tahun selanjutnya untuk menjadi panitia ospek dan permaklah ospek sesuai ekspektasimu sendiri menjadi yang kau sebut OSPEK YANG IDEAL. Bukannya berani berkoar-koar disosmed, namun nonsense di dunia nyata.

Baik, itu disatu pihak. Di pihak lain juga sama, pada membuat pembenaran tentang apa yang akan dilakukan dalam komentar-komentarnya digrup ini. Ospek itu perlu. Untuk merubah mindset siswa SMA (dan sederajat, tentunya. Nanti dikira diskriminasi) menjadi mahasiswa. Iya, maha. Tentunya berbeda antara yang bertitle maha dan tidak. Mereka pada berkomentar, "Panitia itu selalu benar. Kalau panitia berbuat kesalahan, liat pasal sebelumnya. Maba sekarang ituh manja-manja yaa... Ini saja ditanyain itu saja ditanyain, pertanyaannya ngga mutu pula. Maba itu banyak ngeluh yaa... Maba itu ngga mau repot yaa, padahal sudah jelas pengumumannya. Maba itu..."

Hei... Sudahlah kawan. Kayak ngga pernah menjadi maba saja. Maklum, wajar, umum kalau maba seperti itu. Nah, tugas kalian untuk (yang katanya) merubah mindset mereka menjadi lebih "tertata" menurut kalian. Namun satu hal pesanku, luruskan niat kalian menjadi panitia ospek. Kuharap tidak seperti yang diharapkan para maba. Menjadi panitia ospek hanya untuk ajang balas dendam karena dahulu pernah diperlakukan seperti itu oleh senior kalian.

Terlepas dari polemik yang terjadi seputar ospek, aku bersyukur sekitar enam tahun yang lalu mengikuti ospek dan membuatku ngga menyesal mengikutinya. Satu point positif yang kudapat ketika mengikuti ospek adalah pengalaman dan perkenalanku dengan teman-temanku satu kelompok (eh, itu dua point deng). Silaturahim kami masih terjalin hingga detik ini. Ada yang bilang, selain teman kelas kuliah, teman PPL dan KKN, teman ospek lah yang paling berkesan.

Nah, untuk itu, sebagai danton kelompok religious, aku mau mengabsen teman-temanku ospek dulu. Fauzi Ahmad​ sudah membawa bambu kuning? Resty Safrina Bachtyar​ ngga lupa pakai batik kan? Rifatul Aini​ sudah siap makan pisang diputar bergantian dengan temannya? At Toif Ifan​ sudah hafal lagu darah juang kah? Pepen Bebeh​ ngga lupa bawa mesin ketik kelurahan kan? Fahmi Zulfahmi​ siap iuran mbayar tumpeng kan? Yel-yel pring preketek gunung gamping jebol diteriakkan yang keras dong Ridwan Wahyu​. Mbak Farida Ulum​ sudah ngerjain tugas dari panitia apa belum? Filora Aulia​ jangan lupa memakai capil petani yaaa. Didik Bongoh​ mau jadi komandan tikus berdasi? Risma Alifa​ siap dipepe seharian lagi? Nanti kalau diskusi panel, kita yang makilin ya  Mbak Ois​?Marilah kita refleksikan Mbah Imam​. Dan tak lupa kupanggil IP-ku ketika ospek dulu, mbak Hasanah ElFitri​. Ada ngga sih yang belum kuabsen? Coba angkat tangan!
0 komentar

GENG KOPLAK INGIN FOTO KOPLAK MENGENAKAN TOGA DI DEPAN REKTORAT KAMPUS

GENG KOPLAK INGIN FOTO KOPLAK MENGENAKAN TOGA DI DEPAN REKTORAT KAMPUS
(Haha, judulnya kepanjangan dan ndak puenting)




Lalu, siapa pula dikampus yang ngga mengenal reputasi seorang (eh beberapa orang) macam Neng Husna​ yang merupakan MC kondang kampus yang mendiami radio kampus, Salwa Aticka Dewi​ yang merupakan jurnalis kampus, Winda Khoirunisa​ yang merupakan jurnalis ketika SMA-nya dulu (Eh, lu pernah SMA mbak??), Habibur Rohman​ yang sebagai pengamat mahasiswa alay nomor wahid di kampus, Ahmad Khoiri​ sebagai master photoshop dan corel draw serta paklek Fikri Mustofa​ yang sukses dengan warung angkringan dan fans club 507-nya yang meski ngga lulus tepat waktu, namun lulus pada waktu yang tepat. Mereka adalah orang-orang luar biasa yang biasa diluar. Eh, ada lagi ngga sih yang belum kesebut?

Nah, dia adalah seorang Tika Nifatul Chusna yang memiliki ide konyol untuk berfoto gaya koplak mengenakan toga didepan rektorat kampus. Iya, ketua PC IPPNU Tulungagung kini yang ketika dua tahun yang lalu menjadi MC dengan fasih dapat menyebutkan namaku saat wisuda kala itu. Dalam hati aku bilang, briliant juga nih bocah punya ide kayak gitu. Ngga salah kamu terpilih jadi ketua, nak. Tinggal kita liat aja ntar bisa terealisasi apa ndak foto barengnya.

Ekspektasi-nya sih ngga muluk-muluk amat, pokok mau foto bareng dengan gaya sekoplak mungkin seperti gaya duck face, shock face, gaya salam dua jari, gaya chibbi (eh, kukutuk kau bib kalau sampai memakai gaya ini), gaya nungging, tengkurep, kejengkang atau apalah terserah gayanya yang penting sekoplak mungkin. Intinya, gaya antimainstream yang biasa dilakukan ketika wisuda. Yoi mamen, sudah terlalu mainstream kalau kita-kita memakai gaya foto KTP atau gaya formal pada resepsi pernikahan. Sebagai kaum yang menjunjung tinggi azas kekoplakan, kuharamkan, eh makruh aja deng, kalian semua untuk menggunakan dua gaya terakhir itu. Camkan petisi-ku ini anak muda!

Kenapa sih harus sampai foto koplak bareng didepan rektorat kampus? Mau ikut-ikutan alay kayak cabe-cabean apa terong-terongan? Ngga. Yaa suatu bukti saja bahwa kita pernah berjuang bareng menghadapi ujian tugas akhir. Bahwa kita pernah satu kampus meski ngga sejurusan dan seangkatan namun lulus bareng. Bahwa kita pernah mendapat title jomblo bareng diusia senja kita dikampus (ops... Kecuali yang sudah dapat pasangan). Bahwa kita, setelah kuamati, tidak alay dengan sama-sama memakai nama profil facebook asli (eh amit, kecuali Tika yang nampaknya perlu dipertanyakan ke-memberan-nya digrup kita. Perlu diospeki dulu kayaknya tuh anak)

Lalu, bagaimana kalau ada orang lain selain yang kusebut diatas jika ingin ikut gabung foto koplak bareng? Aku usulin nih gengs, jangan banyak-banyak yang masuk ke geng kita. Ntar malah ngga seru kalau kayak orang mau nyerbu ingin tawuran karena kebanyakan orang. Yaa... Kalau terpaksanya mau memasukkan orang lain, kita adain aja tuh AJANG PENCARIAN BAKAT KEKOPLAKAN. Kalau memang kadar koplaknya tinggi, kita terima aja gabung ke geng kita. Itung-itung sodaqoh, jarang-jarang kan bisa foto bareng artis-artis kampus macam kita-kita. Tul ngga?

Lagi, katanya mau buat banner ucapan selamat atas kelulusan kita? Wah, cerdas itu. Sebagai kaum koplak yang jomblo, siapa lagi yang ngucapin kalau ngga kita-kita sendiri. Sebagai pakar amatiran aplikasi corel draw, aku siap kalau dimintai membuat design-nya. Atau bisa deh minta tolong ke mas Khoiri yang lebih master. Intinya, kita buat background ala-ala penganugerahan Academy Awards, Panasonic Gobel Awards atau Awards-Awards yang lain. Kan keren kan ya? Masalah dana membuatnya kan bisa patungan atau kita menengadahkan tangan diperempatan-perempatan terdekat. Kita harus mengoptimalkan potensi wajah mamel yang kita miliki. Kita? Lu aja ama keluarga lu!

Nah, untuk fotografernya kita lelang aja gimana? Kan ngga seru kalau salah satu dari kita yang motoin. Ntar nda bisa ikut kefoto. Yaa... Fotografer-fotografer amatiran ndak papa lah. Aku tahu kantong-kantong mahasiswa kalian. Yang penting foto kita bisa diupload disosmed beberapa saat kemudian biar terlihat eksis gitu. Atau mungkin mau dicetak ukuran baliho juga ngga papa.

Intinya nih mas bro dan mbak sist. Sebelum tanggal 5 September 2015 kita harus Konferensi Tingkat Tinggi untuk membahas agenda besar kekoplakan kita. Yaa... Biar semuanya terencana dengan matang dan pada saat hari H sudah ready to work. Masalah siapa koordinatornya terserah deh aku ngikut. Tinggal tentuin kapan ngumpulnya dan dimananya.

Eh, tapi sebelum mengakhiri tulisanku ini, ada satu pertanyaan penting yang ingin kutanyakan ke kalian semua. Jadi, sebelum kita ngalor ngidul ngobrolin mengenakan toga,
HEYYYY.... REVISIANMU SUDAH SELESAI APA BELUM, CAH?
Sabtu, 15 Agustus 2015 0 komentar

SEPERTINYA DIA KEBANYAKAN PIKNIK

SEPERTINYA DIA KEBANYAKAN PIKNIK

Oleh : Mohammad Khadziqun Nuha



Siapa yang ngga mengenal Habibur Rohman​, M. Pd. I (Maaf, gelar masih dipending sampai revisian selesai)? Iya, salah satu spesies yang telah menghuni satu-satunya kampus negeri di kota marmer selama sekitar enam tahun ini. Wah, ngga kerasa yaa vroh, udah lama juga kita (terpaksa aku bilang "kita") berada dikampus ini. Perasaan baru kemarin kita ikut ospek dengan tampang unyu-unyu, ingusan dan tanpa dosa.

Jangan paksa aku untuk menyebutkan prestasi dari abang kita yang satu ini. Dimulai dari pakar dunia percintaan yang "sepertinya" belum pernah jatuh cinta (Maaf, lu normal kan mas berroooo?), konsultan bagi pengidap berbagai masalah pribadi, motivator diberbagai seminar yang dihadiri jutaan pasang mata semut, penggede didunia aktipis kampus yang lulus tepat waktu, koordinator penonton bayaran disidang tugas akhir mahasiswa, ah... sudahlah ngga perlu kusebutkan semuanya. Bisa makin besar tuh kepalanya.

Lalu, apa hal yang ingin kubahas darinya pada tulisanku kali ini? Tepat! Yaa... Yang terpampang nyata difoto ini. Bisa dilihat sendiri, peristiwa ini terjadi kemarin ketika sidang thesis (eciiieee.... yang udah sidang). Bayangkan, ketika mahasiswa lain menjelang ujian tengah sibuk belajar membaca hasil pekerjaannya, membuat draft presentasi, atau bahkan sepertiku (sorry to say, nahan kebelet kebelakang karena saking dag dig dug-nya). Eh, tau ngga apa yang dia lakukan? Diambilnya tas yang ntah apa isinya selain thesisnya. Dan apa yang dia keluarkan? Yap! Seperti yang ada di foto itu. Malah jajan yang dikeluarkan. Kerupuk asal tahu aja....

Heiii broooo.... 
Aduuuuh... 
(pegang kepala)
Maksudnya... 
Heiii... 
Yaa Allaaah.... 
Lu kira sedang piknik? Ini ujian masberrroooo... Ujiaaan... Baca buku kek, baca thesismu kek, atau apa kek gitu. Ini? Malah ngemil. Yaa Allaaaah. Lu sehat broh? Aku yang duduk didepannya hanya bisa nelen ludah, geleng-geleng kepala dan mengelus dada. 

Haha, padahal dalam hati mau bilang, "Bro, bagi dong! Lu kira gua ngga laper apaaah...", tapi ngga jadi. Gengsi kan yaaa... Hahaha.

Tapi yasudahlah. Cara orang meredam rasa gugup-nya berbeda-beda. Mungkin dia beranggapan dengan mengisi perutnya dapat mereduksi bayang-bayang "angker" ruang sidang. Atau, lu emang belum sarapan kemarin broh? Kenapa ngga sekalian ngebawa mbok kantin ke depan ruang sidang biar pada pesen. Lumayan, ntar hasilnya bisa dibagi dua.
*tepok jidat*

Apapun, itu. Gua, eh aku, salut padamu broh, dengan berbagai keunikan yang kau miliki, dengan pemikiranmu yang antimainstream, serta misimu ingin mendobrak "culture" kampus dan sosial secara umum yang menurutmu kurang pantas. Aku angkat topi untuk itu. Eh, jangan dikira aku suka padamu. Aku masih normal hei... Hanya saja, sudahlah... Lanjutkan perjuanganmu anak muda. Lanjutkan untuk mengembangkan HFC, dalam kurung, Habib Fans Club. Popularitas HFC di Jawa Timur hanya kalah dengan KFC (dibaca : Kadiq Fans Club).
0 komentar

THESIS YANG TAK DIRINDUKAN

THESIS YANG TAK DIRINDUKAN

Oleh : Mohammad Khadziqun Nuha



Anak sekolah yang dihukum karena ngga ngerjain tugas? Bukan. Bapak-bapak nulis biodata di KUA? Bukan juga. Foto itu bukan tentang itu. Ini adalah foto para pejuang thesis yang menunggu detik demi detik, menit demi menit, jam demi jam untuk “yaumul hisab” guna mempertanggungjawabkan hasil tugas akhirnya dengan membuat draft presentasi. Ya! Sekali lagi kusebutkan, TUGAS AKHIRNYA. Syarat wajib bin fardhu ‘ain apabila para pejuang thesis ingin mengenakan toga pada hari yang ditunggu-tunggu itu.

Namun judul tulisan diatas bukan karena efek latah dari film yang lagi happening beberapa hari ini. Bukan. Aku ngga pengen numpang tenar. Hanya saja, dengan plesetan itu kurasa tepat untuk mendeskripsikan sedikit kenanganku dengan makhluk yang bernama thesis. Ya, sedikit. Kukerjakan tugas akhirku ini dalam hitungan hari.

Ya! Berbicara tentang thesisku, rasanya tak ada kata yang tepat untuk melukiskan kelelahanku dalam menyelesaikannya. Capek iya, frustasi iya, males iya, bosen iya, pengen nyerah apalagi. Namun sebagai pewaris jiwa ultraman yang pantang menyerah bahkan hingga lampu di dadanya telah berkedip, aku terus berusaha hingga titik semangat penghabisan. Peristiwa heroik ketika perobekan bendera penjajah di Hotel Yamato di Surabaya saja belum cukup untuk melukiskan betapa perjuanganku tidak lah mudah. Merangkak, tertembak, terjatuh, dibombardir, lengkap sudah. Namun demi satu tekad yang bulat, bahwa ingin mengibarkan bendera kesuksesan meraih gelar magister, aku harus menafikan semua itu.

Jangan ditanya berbagai cobaan yang serasa tiada hentinya bak hujan deras dengan badai dan petir yang menyambar-nyambar. Bayangkan saja, dimulai dari proses proposal pun telah diuji dengan kesulitan ketika ingin berkonsultasi. Belum lagi dengan keyboard laptop dan printer yang sedikit bermasalah. Itu belum cukup, ingin membuka laptop untuk mengetik, beratnya naudzubillah. Namun ketika membukanya untuk berselancar didunia maya, seraya mengangkat kapas.

Saat penelitian tiba, surat izin ternyata juga masih bermasalah. Aku harus bolak-balik mengurus ke pasca. Capek? Pasti. Ingin nyerah? Jangan ditanya. Belum cukup dengan itu, dilokasi lain tempatku observasi, ingin menjumpai Kepala Sekolah saja susahnya seperti ingin bertemu Bapak Presiden. Walau akhirnya bisa terlaksana, tapi deadline sudah diujung tanduk.

Soal ACC, berasa uber-uberan dengan waktu. Dan diwaktu yang telah memasuki masa tenggang pendaftaran ujian itu, dosen yang ingin kumintai tandatangan tengah meninjau lokasi KKN. Bagaimana ini? Padahal sudah mendekati deadline. Kuputuskan untuk meminta tandatangan dosen yang satunya lagi. Namun, nampaknya beliau belum bersedia menandatangani kalau dosen yang awal belum memberikan ACC. Benar saja, ketika kuberikan di resepsionis kampus, aku harus pulang dengan tangan hampa. Walhasil, langsung kuhubungi dosenku yang awal untuk mendapat kejelasan nasibku. Naas, ternyata tak kunjung dibalas. Yasudah, besok saja. Sekarang pulang saja.

Sedang asyik rebahan ditempat tidur. Aplikasi whatsapp-ku berbunyi pertanda ada pesan yang masuk dengan tulisan seperti ini:
“Besok pagi saya mengisi acara di Trenggalek, jika perlu tandatangan saya malam ini titipkan di pos satpam. Besok jam 6 saya mampir ke kampus”
Nahlo? Sekarang? Belum juga reda rasa letihku, pesan yang lain muncul,
“Sekarang saya menuju kampus, kalau mau nunggu di pos satpam 45 menit lagi sampai”
Cukup sampai disitu tentang ACC, setelah mendapat tandatangan beliau, dosen yang satunya langsung memberikan ACC.

Namun “rintanganku” belum kelar sampai disitu. Keesokan harinya kubendel lah thesis yang penuh perjuangan itu. Karena menunggu tak kunjung selesai kuputuskan untuk mengambil besok. Belum juga keluar dari tempat fotocopy, mendapat pesan dari grup whatsapp kelas bahwa jadwal ujian telah terpampang dengan nyata. WHAT?? Dimana namaku? Aku ngga jadi ujian? Aku kan sudah daftar? Sontak aku langsung menuju ke pasca untuk memohon penjelasan. Ah, tapi sudah tidak ada orang ditempat itu. Fine, besok saja.

Keesokan harinya, kudatangi kantor lagi. Dan ternyata kertas pendaftaranku tidak ada. Padahal aku yakin, aku sendiri yang menuliskan dilist itu. Tapi dimana? Sudahlah, bukan saatnya mempertanyakan itu. Yang penting sekarang menulis lagi agar dapat ujian beberapa hari setelah ujian yang pertama. Itu pun juga harus mencari map persyaratan pendaftaranku yang hilang juga. Hadeh...

Nasib malang masih berlanjut hingga pagi ini. Bendelan thesisku ternyata tidak ada dimeja penguji. KASUS!!! APALAGI INI!!! Langsung panik dah aku dan menuju ke kantor untuk mencari kejelasan. Yaa Allaaah... Cobaan apa lagi ini. Setelah ditanyakan kebeberapa pihak akhirnya ketemu.

********
Dan, ...
Ketika sidang thesis telah terlewati, setelah kubuka pintu ruang sidang, ungkapan pertama yang terucap adalah...
Aaarrrrrgghhhh....
(Meski dengan suara yang tidak terlalu keras)

Itu memang wajar menimpa semua orang yang tengah mengerjakan tugas akhir kuliah. Namun kurasa sangat melelahkan pengalamanku pada jenjang pendidikan yang satu ini. Terlepas dari nasib malang itu semua, memang salahku yang tak kunjung bangkit setelah kondisi batin yang porak poranda. Bahkan hasrat menebus kesalahan ketika mengerjakan skripsi kemarin agar tidak berlarut-larut mengerjakan tugas akhir pun tak terlaksana. Tapi sudah lah, ngga etis juga kalau terus meratapi yang sudah terjadi. Kini, perjuangan sudah tinggal selangkah lagi dengan revisi-revisi itu. Bisa kah aku? Akankah nasib malang terus berlanjut? Wallahu a’lam.

Eh, bentar-bentar. Sebelum berakhir tulisan ini, biar lebih apdol, kucantumkan motto-ku yang terpampang nyata di lembaran thesis-ku:
"MY EXTRAORDINARY GLORY IS NOT IN NEVER FALLING, BUT IN RISING EVERYTIME I FALL"
 
;