Blue Fire Pointer
Sabtu, 15 Agustus 2015

THESIS YANG TAK DIRINDUKAN

THESIS YANG TAK DIRINDUKAN

Oleh : Mohammad Khadziqun Nuha



Anak sekolah yang dihukum karena ngga ngerjain tugas? Bukan. Bapak-bapak nulis biodata di KUA? Bukan juga. Foto itu bukan tentang itu. Ini adalah foto para pejuang thesis yang menunggu detik demi detik, menit demi menit, jam demi jam untuk “yaumul hisab” guna mempertanggungjawabkan hasil tugas akhirnya dengan membuat draft presentasi. Ya! Sekali lagi kusebutkan, TUGAS AKHIRNYA. Syarat wajib bin fardhu ‘ain apabila para pejuang thesis ingin mengenakan toga pada hari yang ditunggu-tunggu itu.

Namun judul tulisan diatas bukan karena efek latah dari film yang lagi happening beberapa hari ini. Bukan. Aku ngga pengen numpang tenar. Hanya saja, dengan plesetan itu kurasa tepat untuk mendeskripsikan sedikit kenanganku dengan makhluk yang bernama thesis. Ya, sedikit. Kukerjakan tugas akhirku ini dalam hitungan hari.

Ya! Berbicara tentang thesisku, rasanya tak ada kata yang tepat untuk melukiskan kelelahanku dalam menyelesaikannya. Capek iya, frustasi iya, males iya, bosen iya, pengen nyerah apalagi. Namun sebagai pewaris jiwa ultraman yang pantang menyerah bahkan hingga lampu di dadanya telah berkedip, aku terus berusaha hingga titik semangat penghabisan. Peristiwa heroik ketika perobekan bendera penjajah di Hotel Yamato di Surabaya saja belum cukup untuk melukiskan betapa perjuanganku tidak lah mudah. Merangkak, tertembak, terjatuh, dibombardir, lengkap sudah. Namun demi satu tekad yang bulat, bahwa ingin mengibarkan bendera kesuksesan meraih gelar magister, aku harus menafikan semua itu.

Jangan ditanya berbagai cobaan yang serasa tiada hentinya bak hujan deras dengan badai dan petir yang menyambar-nyambar. Bayangkan saja, dimulai dari proses proposal pun telah diuji dengan kesulitan ketika ingin berkonsultasi. Belum lagi dengan keyboard laptop dan printer yang sedikit bermasalah. Itu belum cukup, ingin membuka laptop untuk mengetik, beratnya naudzubillah. Namun ketika membukanya untuk berselancar didunia maya, seraya mengangkat kapas.

Saat penelitian tiba, surat izin ternyata juga masih bermasalah. Aku harus bolak-balik mengurus ke pasca. Capek? Pasti. Ingin nyerah? Jangan ditanya. Belum cukup dengan itu, dilokasi lain tempatku observasi, ingin menjumpai Kepala Sekolah saja susahnya seperti ingin bertemu Bapak Presiden. Walau akhirnya bisa terlaksana, tapi deadline sudah diujung tanduk.

Soal ACC, berasa uber-uberan dengan waktu. Dan diwaktu yang telah memasuki masa tenggang pendaftaran ujian itu, dosen yang ingin kumintai tandatangan tengah meninjau lokasi KKN. Bagaimana ini? Padahal sudah mendekati deadline. Kuputuskan untuk meminta tandatangan dosen yang satunya lagi. Namun, nampaknya beliau belum bersedia menandatangani kalau dosen yang awal belum memberikan ACC. Benar saja, ketika kuberikan di resepsionis kampus, aku harus pulang dengan tangan hampa. Walhasil, langsung kuhubungi dosenku yang awal untuk mendapat kejelasan nasibku. Naas, ternyata tak kunjung dibalas. Yasudah, besok saja. Sekarang pulang saja.

Sedang asyik rebahan ditempat tidur. Aplikasi whatsapp-ku berbunyi pertanda ada pesan yang masuk dengan tulisan seperti ini:
“Besok pagi saya mengisi acara di Trenggalek, jika perlu tandatangan saya malam ini titipkan di pos satpam. Besok jam 6 saya mampir ke kampus”
Nahlo? Sekarang? Belum juga reda rasa letihku, pesan yang lain muncul,
“Sekarang saya menuju kampus, kalau mau nunggu di pos satpam 45 menit lagi sampai”
Cukup sampai disitu tentang ACC, setelah mendapat tandatangan beliau, dosen yang satunya langsung memberikan ACC.

Namun “rintanganku” belum kelar sampai disitu. Keesokan harinya kubendel lah thesis yang penuh perjuangan itu. Karena menunggu tak kunjung selesai kuputuskan untuk mengambil besok. Belum juga keluar dari tempat fotocopy, mendapat pesan dari grup whatsapp kelas bahwa jadwal ujian telah terpampang dengan nyata. WHAT?? Dimana namaku? Aku ngga jadi ujian? Aku kan sudah daftar? Sontak aku langsung menuju ke pasca untuk memohon penjelasan. Ah, tapi sudah tidak ada orang ditempat itu. Fine, besok saja.

Keesokan harinya, kudatangi kantor lagi. Dan ternyata kertas pendaftaranku tidak ada. Padahal aku yakin, aku sendiri yang menuliskan dilist itu. Tapi dimana? Sudahlah, bukan saatnya mempertanyakan itu. Yang penting sekarang menulis lagi agar dapat ujian beberapa hari setelah ujian yang pertama. Itu pun juga harus mencari map persyaratan pendaftaranku yang hilang juga. Hadeh...

Nasib malang masih berlanjut hingga pagi ini. Bendelan thesisku ternyata tidak ada dimeja penguji. KASUS!!! APALAGI INI!!! Langsung panik dah aku dan menuju ke kantor untuk mencari kejelasan. Yaa Allaaah... Cobaan apa lagi ini. Setelah ditanyakan kebeberapa pihak akhirnya ketemu.

********
Dan, ...
Ketika sidang thesis telah terlewati, setelah kubuka pintu ruang sidang, ungkapan pertama yang terucap adalah...
Aaarrrrrgghhhh....
(Meski dengan suara yang tidak terlalu keras)

Itu memang wajar menimpa semua orang yang tengah mengerjakan tugas akhir kuliah. Namun kurasa sangat melelahkan pengalamanku pada jenjang pendidikan yang satu ini. Terlepas dari nasib malang itu semua, memang salahku yang tak kunjung bangkit setelah kondisi batin yang porak poranda. Bahkan hasrat menebus kesalahan ketika mengerjakan skripsi kemarin agar tidak berlarut-larut mengerjakan tugas akhir pun tak terlaksana. Tapi sudah lah, ngga etis juga kalau terus meratapi yang sudah terjadi. Kini, perjuangan sudah tinggal selangkah lagi dengan revisi-revisi itu. Bisa kah aku? Akankah nasib malang terus berlanjut? Wallahu a’lam.

Eh, bentar-bentar. Sebelum berakhir tulisan ini, biar lebih apdol, kucantumkan motto-ku yang terpampang nyata di lembaran thesis-ku:
"MY EXTRAORDINARY GLORY IS NOT IN NEVER FALLING, BUT IN RISING EVERYTIME I FALL"

0 komentar:

 
;