Blue Fire Pointer
Minggu, 28 Juni 2015

DIKIRANYA ENAK PUNYA NAMA YANG “FREAK”?

DIKIRANYA ENAK PUNYA NAMA YANG “FREAK”?
Oleh : Mohammad Khadziqun Nuha



Nama merupakan anugerah terindah yang diberikan orangtua kepada kita karena nama merupakan sebersit doa serta harapan yang orangtua titipkan kepada kita. Diharapkan dengan adanya nama tersebut kita dapat termotivasi menjadi pribadi yang sesuai dengan nama yang disematkan kepada kita dan menjadi pembeda dengan orang lain. Orangtua seharusnya berhati-hati dalam memberikan nama karena anak menyandang nama tersebut seumur hidup. Namun disini, yang ingin kubahas adalah dikiranya enak punya nama yang “freak”?

Mohammad Khadziqun Nuha, telah dua puluh empat tahun aku menyandang nama tersebut. Nama yang juga kugunakan dalam beberapa situs jejaring sosial seperti facebook, youtube, BBM, instagram, academiaedu, twitter, blog, email serta masih banyak lagi yang lainnya. Mungkin menurut beberapa orang itu bukan nama asli, nama panggung, nama alay atau semacamnya yang digunakan demi keeksisan didunia maya. Tetapi tidak! Bolehlah aku tunjukkan KTP atau akta kelahiranku untuk menunjukkan keabsahan nama asliku itu.

Freak? Memang! Bagi sebagian besar orang yang baru saja mengenalku akan merasa kesulitan untuk mengeja nama pemberian orangtuaku itu. Hal yang paling sering kualami adalah ketika dipanggil namaku saat absen. Berdasarkan pengalaman pribadiku ketika menempuh semua jenjang pendidikan dari TK, SD, SMP, SMK hingga Perguruan Tinggi, pada saat pemanggilan nama adalah saat yang mendebarkan bagiku. Menantikan namaku dipanggil saat absen itu sudah kayak menantikan kocokan arisan, kira-kira keluar ngga yaa ejaan namaku yang benar?? Beberapa kali kudapati guru atau dosenku mengenyirkat dahi terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk melafalkan nama lengkapku. Namun satu hal yang kusyukuri adalah ketika wisuda S1-ku dulu, Sang MC telah berhasil menyebutkan ejaan namaku dengan baik dan benar. Terimakasih mbak-mbak ketua IPPNU PC Tulungagung, dalam hal ini diwakili mbak Tika Nifatul Chusna.

Aku juga harus mengelus dada ketika pergi ke Kantor Kelurahan. Petugas Kelurahan biasanya akan melihat deretan huruf namaku dahulu lalu memandangku penuh tanya serta dilanjutkan dengan berkata, “Ini cara bacanya bagaimana, mas?” atau “Panggilanmu siapa mas?”. Ya! Soal panggilan, aku harus menerima dengan lapang dada setiap nama panggilan yang ditujukan kepadaku (yang penting bukan dipanggil Yang Maha Kuasa dahulu). Nick name seperti Khadziqun, Khadiziqun, Khadziq (memakai kho’) , Kadiq (memakai kaf), Hadziq (memakai ha’), Kadek, Qun, Un, Nuha, atau dengan lengkap memanggilku khadziqunnuha merupakan serentetan nama yang biasa kudengar. Blepotan itu pasti. Karena blepotan adalah hak semua orang yang ingin memanggilku.

Dirumah, tidak akan ada masalah ketika sejak kecil aku dipanggil dengan nama hadziq walau kadang juga khadziq. Pada semua jenjang pendidikan yang kutempuh, aku juga memutuskan untuk menggunakan nama panggilan itu. Namun jika kalian pergi ke sekolah tempatku mengabdi sekarang, tak akan ada yang mengenaliku dengan panggilan itu. Hal tersebut lebih karena Kepala Sekolah lebih mentenarkan nama Nuha karena lebih mudah dalam segi pelafalan. Para siswa akan lebih familiar dengan nama Pak Nuha. Bahkan saking familiar-nya, mereka memanggilku dengan hanya sebutan “Pak Nu... Pak Nu...”. Pengalaman kurang mengenakkan terjadi setelah muncul sebutan itu. Kenapa? Karena setelah muncul sebutan itu, diiringi dengan sebutan yang lain.
Selamat pagi, Pa Nu”, ungkap salah seorang siswa.
What? Panu? Heyyy... Aku ngga punya panu. Kenapa jadi muncul sebutan itu. Hadeh, aku hanya bisa geleng-geleng kepala.

Pengalaman menarik juga pernah kualami pada kesempatan yang lain. Pernah suatu ketika aku menerima telpon,
Halo, ini siapa?
Hadziq”, kataku.
Siapa? Atik?”, ungkapan kebingungannya.
Hadziq, Hadziq!
“Atit?”, lanjutnya.
“Panggil saja Nuha”, jawabku.

Ya! Memang memiliki nama Mohammad Khadziqun Nuha yang terdengar freak bagi sebagian besar telinga warga negara Indonesia ini sangat menyulitkanku. Namun disini aku bersyukur, karena ini merupakan pembeda dari orang lain. Namaku bukan nama pasaran seperti budi, slamet, siti, dewi, eka, atau semacamnya. Dengan nama ini, aku akan lebih mudah dikenal dengan segala kesulitan pelafalannya. Karena yang berbeda itu yang paling mengena. Jadi, dikiranya enak punya nama yang “freak”? Enak lah! Enak banget malah.

Terlebih kalau dilihat dari artinya. Namaku berasal dari Bahasa Arab jika dieja dalam tulisan arab menjadi محمد حاذق النهى . Mohammad, siapa sih yang tidak mengenal yang paling fenomenal bagi umat Islam itu. Dengan arti terpuji, semoga ruh nama Nabi Muhammad juga merasuk kedalam jiwaku. Khadziqun, ini berasal dari kata hadziq yang berarti open minded dalam bahasa Inggris, limpat dalam bahasa Jawa, atau cerdas dalam bahasa manusianya. Bagaimana dengan nama Nuha? Nuha berarti akal dalam bahasa Indonesia. Sehingga nama Mohammad Khadziqun Nuha berarti orang yang terpuji yang memiliki akal yang cerdas”. Masya Allah, sungguh mulia doa yang disematkan kedua orangtuaku untuk anak sulungnya ini. Semoga harapan beliau berdua dapat menjadi kenyataan dan terpancar pada putranya ini. Terimakasih abah, terimakasih ibu, atas titipan semangat yang semula kuanggap sebagai suatu keanehan karena namaku tergolong lain daripada yang lain (Waduh, punya kelainan dong aku?). Semoga aku dapat mengemban amanah ini. Aamiin.

Kedepan, untuk semua calon orangtua, akan aku deskripsikan tips untuk memberikan nama pada anak yang baik dan benar yang bisa dipraktekkan. Pertama, nama mengandung doa. Pada nama anak, terdapat harapan dan doa orangtua yang disematkan. Namun doanya kalau bisa singkat-singkat saja, tidak usah panjang seperti gerbong kereta api. Sehingga nanti ketika dipanggil, anaknya bukannya nengok, tapi justru bilang “aamiin”. Kedua, nama jangan terlalu panjang. Berdasarkan pengalamanku, nama Mohammad Khadziqun Nuha itu sudah termasuk panjang. Kenapa? Selain susah untuk mengingatnya, ini juga akan merepotkan yang punya nama saat mengisi identitas ketika Ujian Nasional atau SPMB. Misalkan dengan nama Raden Mas Kanjeng Pangeran Slamet Riyadi Budi Harjo Joyodiningrat Mangkunuklir. Sudah dipastikan bulatan lembar jawaban yang dihitamkan dengan pensil 2B itu tidak akan muat. Ketiga, nama jangan hanya satu kata. Minimal harus ada first name, middle name, dan last name. Ini penting, terutama bagi yang ingin mengurus visa atau pasport untuk perjalanan keluar negeri. Gagal keluar negeri hanya karena namanya cuman satu kata kan tidak lucu. Misalkan namanya hanya Pramuji, Jaelani atau Sumarjito. (ops... Itu namanya teman-temanku SMK dahulu. Maap masbro. Cuman contoh) Keempat, nama itu jangan sampai menyusahkan petugas kelurahan. Usahakan nama anak kita menggunakan kata-kata yang mudah dibaca dan mudah ditulis juga, kecuali kalau ingin mengikuti jejakku. Hindarilah penggunaan huruf konsonan yang digandeng-gandeng, misalkan Lloyd, Gilbert, Jocelyn, Nicky atau semacamnya. Bukan apa-apa, untuk menghindari salah ketik dari pihak petugas kelurahan saat pembuatan KTP, KK, Akta Kelahiran dan sebagainya. Biasanya kalau harus revisi, prosesnya lama. Belum lagi kalau kita harus dikenakan biaya tambahan. Kelima, perhatikan huruf pertama nama. Penggunaan huruf awal yang urutannya awal pada alfabet ada enak dan ngganya. Taruhlah namanya diawali huruf “A”. Enaknya pada saat dipanggil wawancara, tes atau pembagian apa gitu suka dipanggil duluan. Ngga enaknya ketika absen, selalu menempati deretan awal. Kasian juga kan kalau tes belum sempat tanya-tanya ke temannya. Hindari juga penggunaan huruf awal “Z”, ini sebaliknya. Lebih amannya diawali dengan huruf K, L, M, dan sebagainya. Keenam, ketahuilah arti nama anak. Jangan memberikan nama anak karena enak diucapkan atau bagus ditulis. Misalkan nama jalmowono itu semacam easy listening dan bagus ketika ditulis. Namun ketahuilah kalau jalmowono adalah orang utan. Apalagi menggunakan nama Ibnu Syaithonirojim biar kelihatan kearab-araban. Esumpah jangan! Ketujuh, tidak usah menggunakan nama yang sok kebarat-baratan. Sebagai orang Indonesia kita sepatutnya bangga dengan nama suku bangsa sendiri. Toh, ketika kejepit kita bilangnya “addawww” kan bukan “Oh my God”. Lain soal apabila dihubungkan dengan agama. Penamaan menggunakan bahasa Arab sangat dianjurkan bagi yang beragama Islam. Kedelapan, gunakan nama yang mudah diterima secara internasional. Anak kita tentunya akan hidup di masa depan. Di era globalisasi tentunya anak kita akan bersinggungan dengan dunia global. Jadi jangan mempersulit anak dengan nama yang sulit. Misalkan nama saklitinov. Orang Jepang akan menyebutnya sakuritino, karena susah melafalkan huruf “L” dan “V”. Orang Sunda akan menyebutnya aktinop karena lebih condong dengan huruf  “P”. Orang Amerika akan menyebutnya Sechlaytinove karena pengguna American English. Padahal yang dimaksud orangtuanya saklitinov berarti sabtu kliwon tiga november. Kesembilan, hindari penggunaan nama artis. Nama artis memang bagus-bagus cuman masalahnya kalau menggunakan nama public figure adalah apabila si artis memiliki kelakuan yang kurang terpuji dan sering menjadi bahan gosip diacara infotainment. Tentunya itu akan menjadi beban sang anak. Lagi pula, penggunaan nama artis itu menunjukkan kalau orangtuanya tidak kreatif.

#mkn

11 Ramadhan 2015

0 komentar:

 
;