DIKIRANYA
ENAK PUNYA NAMA YANG “FREAK”?
Oleh : Mohammad
Khadziqun Nuha
Nama merupakan
anugerah terindah yang diberikan orangtua kepada kita karena nama merupakan
sebersit doa serta harapan yang orangtua titipkan kepada kita. Diharapkan
dengan adanya nama tersebut kita dapat termotivasi menjadi pribadi yang sesuai
dengan nama yang disematkan kepada kita dan menjadi pembeda dengan orang lain.
Orangtua seharusnya berhati-hati dalam memberikan nama karena anak menyandang
nama tersebut seumur hidup. Namun disini, yang ingin kubahas adalah dikiranya
enak punya nama yang “freak”?
Mohammad
Khadziqun Nuha, telah dua puluh
empat tahun aku menyandang nama tersebut. Nama yang juga kugunakan dalam
beberapa situs jejaring sosial seperti facebook, youtube, BBM, instagram,
academiaedu, twitter, blog, email serta masih banyak lagi yang lainnya.
Mungkin menurut beberapa orang itu bukan nama asli, nama panggung, nama alay
atau semacamnya yang digunakan demi keeksisan didunia maya. Tetapi tidak!
Bolehlah aku tunjukkan KTP atau akta kelahiranku untuk menunjukkan keabsahan
nama asliku itu.
Freak? Memang! Bagi sebagian besar orang yang baru saja mengenalku akan
merasa kesulitan untuk mengeja nama pemberian orangtuaku itu. Hal yang paling sering
kualami adalah ketika dipanggil namaku saat absen. Berdasarkan pengalaman
pribadiku ketika menempuh semua jenjang pendidikan dari TK, SD, SMP, SMK hingga
Perguruan Tinggi, pada saat pemanggilan nama adalah saat yang mendebarkan
bagiku. Menantikan namaku dipanggil saat absen itu sudah kayak menantikan
kocokan arisan, kira-kira keluar ngga yaa ejaan namaku yang benar?? Beberapa
kali kudapati guru atau dosenku mengenyirkat dahi terlebih dahulu sebelum
memutuskan untuk melafalkan nama lengkapku. Namun satu hal yang kusyukuri
adalah ketika wisuda S1-ku dulu, Sang MC telah berhasil menyebutkan ejaan
namaku dengan baik dan benar. Terimakasih mbak-mbak ketua IPPNU PC Tulungagung,
dalam hal ini diwakili mbak Tika Nifatul Chusna.
Aku juga harus
mengelus dada ketika pergi ke Kantor Kelurahan. Petugas Kelurahan biasanya akan
melihat deretan huruf namaku dahulu lalu memandangku penuh tanya serta
dilanjutkan dengan berkata, “Ini cara bacanya bagaimana, mas?” atau “Panggilanmu
siapa mas?”. Ya! Soal panggilan, aku harus menerima dengan lapang dada
setiap nama panggilan yang ditujukan kepadaku (yang penting bukan dipanggil
Yang Maha Kuasa dahulu). Nick name seperti Khadziqun, Khadiziqun,
Khadziq (memakai kho’) , Kadiq (memakai
kaf), Hadziq (memakai ha’), Kadek, Qun, Un, Nuha, atau
dengan lengkap memanggilku khadziqunnuha merupakan serentetan nama yang
biasa kudengar. Blepotan itu pasti. Karena blepotan adalah hak semua orang yang
ingin memanggilku.
Dirumah, tidak
akan ada masalah ketika sejak kecil aku dipanggil dengan nama hadziq walau
kadang juga khadziq. Pada semua jenjang pendidikan yang kutempuh, aku
juga memutuskan untuk menggunakan nama panggilan itu. Namun jika kalian pergi
ke sekolah tempatku mengabdi sekarang, tak akan ada yang mengenaliku dengan
panggilan itu. Hal tersebut lebih karena Kepala Sekolah lebih mentenarkan nama Nuha
karena lebih mudah dalam segi pelafalan. Para siswa akan lebih familiar
dengan nama Pak Nuha. Bahkan saking familiar-nya, mereka memanggilku
dengan hanya sebutan “Pak Nu... Pak Nu...”. Pengalaman kurang
mengenakkan terjadi setelah muncul sebutan itu. Kenapa? Karena setelah muncul
sebutan itu, diiringi dengan sebutan yang lain.
“Selamat
pagi, Pa Nu”, ungkap salah seorang siswa.
What? Panu? Heyyy...
Aku ngga punya panu. Kenapa jadi muncul sebutan itu. Hadeh, aku
hanya bisa geleng-geleng kepala.
Pengalaman
menarik juga pernah kualami pada kesempatan yang lain. Pernah suatu ketika aku
menerima telpon,
“Halo, ini
siapa?”
“Hadziq”,
kataku.
“Siapa?
Atik?”, ungkapan kebingungannya.
“Hadziq,
Hadziq!”
“Atit?”,
lanjutnya.
“Panggil saja
Nuha”, jawabku.
Ya!
Memang memiliki nama Mohammad Khadziqun Nuha yang terdengar freak bagi
sebagian besar telinga warga negara Indonesia ini sangat menyulitkanku. Namun
disini aku bersyukur, karena ini merupakan pembeda dari orang lain. Namaku
bukan nama pasaran seperti budi, slamet, siti, dewi, eka, atau
semacamnya. Dengan nama ini, aku akan lebih mudah dikenal dengan segala
kesulitan pelafalannya. Karena yang berbeda itu yang paling mengena. Jadi, dikiranya
enak punya nama yang “freak”? Enak lah! Enak banget malah.
Terlebih
kalau dilihat dari artinya. Namaku berasal dari Bahasa Arab jika dieja dalam
tulisan arab menjadi محمد حاذق النهى
. Mohammad, siapa sih yang
tidak mengenal yang paling fenomenal bagi umat Islam itu. Dengan arti terpuji,
semoga ruh nama Nabi Muhammad juga merasuk kedalam jiwaku. Khadziqun, ini
berasal dari kata hadziq yang berarti open minded dalam bahasa
Inggris, limpat dalam bahasa Jawa, atau cerdas dalam bahasa
manusianya. Bagaimana dengan nama Nuha? Nuha berarti akal dalam
bahasa Indonesia. Sehingga nama Mohammad Khadziqun Nuha berarti “orang
yang terpuji yang memiliki akal yang cerdas”. Masya Allah, sungguh
mulia doa yang disematkan kedua orangtuaku untuk anak sulungnya ini. Semoga
harapan beliau berdua dapat menjadi kenyataan dan terpancar pada putranya ini.
Terimakasih abah, terimakasih ibu, atas titipan semangat yang semula kuanggap
sebagai suatu keanehan karena namaku tergolong lain daripada yang lain (Waduh,
punya kelainan dong aku?). Semoga aku dapat mengemban amanah ini. Aamiin.
Kedepan,
untuk semua calon orangtua, akan aku deskripsikan tips untuk memberikan nama
pada anak yang baik dan benar yang bisa dipraktekkan. Pertama, nama
mengandung doa. Pada nama anak, terdapat harapan dan doa orangtua yang
disematkan. Namun doanya kalau bisa singkat-singkat saja, tidak usah panjang
seperti gerbong kereta api. Sehingga nanti ketika dipanggil, anaknya bukannya
nengok, tapi justru bilang “aamiin”. Kedua, nama jangan terlalu panjang.
Berdasarkan pengalamanku, nama Mohammad Khadziqun Nuha itu sudah termasuk
panjang. Kenapa? Selain susah untuk mengingatnya, ini juga akan merepotkan yang
punya nama saat mengisi identitas ketika Ujian Nasional atau SPMB. Misalkan
dengan nama Raden Mas Kanjeng Pangeran Slamet Riyadi Budi Harjo
Joyodiningrat Mangkunuklir. Sudah dipastikan bulatan lembar jawaban yang
dihitamkan dengan pensil 2B itu tidak akan muat. Ketiga, nama jangan
hanya satu kata. Minimal harus ada first name, middle name, dan last
name. Ini penting, terutama bagi yang ingin mengurus visa atau pasport
untuk perjalanan keluar negeri. Gagal keluar negeri hanya karena namanya cuman
satu kata kan tidak lucu. Misalkan namanya hanya Pramuji, Jaelani atau
Sumarjito. (ops... Itu namanya teman-temanku SMK dahulu. Maap masbro. Cuman
contoh) Keempat, nama itu jangan sampai menyusahkan petugas kelurahan.
Usahakan nama anak kita menggunakan kata-kata yang mudah dibaca dan mudah
ditulis juga, kecuali kalau ingin mengikuti jejakku. Hindarilah penggunaan
huruf konsonan yang digandeng-gandeng, misalkan Lloyd, Gilbert, Jocelyn,
Nicky atau semacamnya. Bukan apa-apa, untuk menghindari salah ketik dari
pihak petugas kelurahan saat pembuatan KTP, KK, Akta Kelahiran dan sebagainya.
Biasanya kalau harus revisi, prosesnya lama. Belum lagi kalau kita harus
dikenakan biaya tambahan. Kelima, perhatikan huruf pertama nama.
Penggunaan huruf awal yang urutannya awal pada alfabet ada enak dan ngganya.
Taruhlah namanya diawali huruf “A”. Enaknya pada saat dipanggil wawancara, tes
atau pembagian apa gitu suka dipanggil duluan. Ngga enaknya ketika absen,
selalu menempati deretan awal. Kasian juga kan kalau tes belum sempat
tanya-tanya ke temannya. Hindari juga penggunaan huruf awal “Z”, ini
sebaliknya. Lebih amannya diawali dengan huruf K, L, M, dan sebagainya. Keenam,
ketahuilah arti nama anak. Jangan memberikan nama anak karena enak
diucapkan atau bagus ditulis. Misalkan nama jalmowono itu semacam easy
listening dan bagus ketika ditulis. Namun ketahuilah kalau jalmowono adalah
orang utan. Apalagi menggunakan nama Ibnu Syaithonirojim biar kelihatan
kearab-araban. Esumpah jangan! Ketujuh, tidak usah menggunakan
nama yang sok kebarat-baratan. Sebagai orang Indonesia kita sepatutnya bangga
dengan nama suku bangsa sendiri. Toh, ketika kejepit kita bilangnya “addawww”
kan bukan “Oh my God”. Lain soal apabila dihubungkan dengan agama.
Penamaan menggunakan bahasa Arab sangat dianjurkan bagi yang beragama Islam. Kedelapan,
gunakan nama yang mudah diterima secara internasional. Anak kita tentunya
akan hidup di masa depan. Di era globalisasi tentunya anak kita akan
bersinggungan dengan dunia global. Jadi jangan mempersulit anak dengan nama
yang sulit. Misalkan nama saklitinov. Orang Jepang akan menyebutnya sakuritino,
karena susah melafalkan huruf “L” dan “V”. Orang Sunda akan menyebutnya aktinop
karena lebih condong dengan huruf
“P”. Orang Amerika akan menyebutnya Sechlaytinove karena pengguna
American English. Padahal yang dimaksud orangtuanya saklitinov berarti
sabtu kliwon tiga november. Kesembilan, hindari penggunaan nama
artis. Nama artis memang bagus-bagus cuman masalahnya kalau menggunakan nama public
figure adalah apabila si artis memiliki kelakuan yang kurang terpuji dan
sering menjadi bahan gosip diacara infotainment. Tentunya itu akan
menjadi beban sang anak. Lagi pula, penggunaan nama artis itu menunjukkan kalau
orangtuanya tidak kreatif.
#mkn
11
Ramadhan 2015
0 komentar:
Posting Komentar