Blue Fire Pointer
Jumat, 26 Juni 2015

“JOB” PRIA DIDESAKU KETIKA RAMADHAN

“JOB” PRIA DIDESAKU KETIKA RAMADHAN
Oleh : Mohammad Khadziqun Nuha



Desa Mojosari, Kecamatan Kauman, Kabupaten Tulungagung, itulah tempatku tinggal dan dibesarkan sejak kecil. Desa yang menyimpan sejuta kenangan ketika kecil dan seraya susah untuk ditinggalkan. Baik, disini aku tidak akan membicarakan tentang pekerjaan seperti guru, petani, pedagang, dokter, atau semacamnya didesaku. Ngga! Beneran ngga! Bukan itu yang kumaksud dengan “job” disini. Lebih dari itu, aku menganalogikan “job”disini sebagai kegiatan yang biasa dibilang rutin dilakukan kaum adam didesaku ketika Ramadhan menjelang. Ya! Sebagai warga yang tinggal didesa yang mayoritas kaumNahdliyin, ketika menjelang berbuka puasa para Bapak mendapat undangan selamatan dari tetangga sekitar. Bahkan dihari ke sembilan Ramadhan tahun ini, aku telah dua kali mewakili abahku untuk menghadiri undangan yasin dan tahlil dirumah tetangga menjelang bedug maghrib ditabuh.

Seperti yang diketahui, pada kegiatan tersebut beberapa laki-laki baik yang telah dewasa maupun muda hadir untuk mengirim doa kepada para leluhur atau saudara yang telah meninggal dengan membaca kalimat thoyyibah tahlil maupun yasin. Bacaan ayat-ayat al-Qur’an yang dihadiahkan untuk mayit menurut pendapat mayoritas Ulama boleh dan pahalanya bisa sampai kepada mayit tersebut. Berdasarkan beberapa dalil, diantaranya hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan lainnya;



عَنْ سَيِّدِنَا مَعْقَلْ بِنْ يَسَارْ رَضِيَ الله عَنْهُ اَنَّ رَسُولَ الله صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّم قَالَ : يس قَلْبُ اْلقُرْانْ لاَ يَقرَؤُهَا رَجُلٌ يُرِيْدُ اللهَ وَالدَّارَ اْلاَخِرَة اِلاَّ غَفَرَ اللهُ لَهُ اِقْرَؤُهَا عَلَى مَوْتَاكُمْ رَوَاهُ اَبُوْ دَاوُدْ, اِبْنُ مَاجَهْ, اَلنِّسَائِى, اَحْمَدْ, اَلْحَكِيْم, اَلْبَغَوِىْ, اِبْنُ اَبِىْ شَيْبَةْ, اَلطَّبْرَانِىْ, اَلْبَيْهَقِىْ, وَابْنُ حِبَانْ


Dari sahabat Ma’qal bin Yasar ra. bahwa Rasulallah saw. bersabda : Surat Yasin adalah pokok dari al-Qur’an, tidak dibaca oleh seseorang yang mengharap ridha Allah kecuali diampuni dosa-dosanya. Bacakanlah surat Yasin kepada orang-orang yang meninggal dunia di antara kalian (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah, Nasa’i, Ahmad dan lain-lain)

Adapun beberapa Ulama juga berpendapat seperti Imam Syafi’i yang mengatakan bahwa:

وَيُسْتَحَبُّ اَنْ يُقرَاءَ عِندَهُ شيْئٌ مِنَ اْلقرْأن ,وَاِنْ خَتمُوْا اْلقرْأن عِنْدَهُ كَانَ حَسَنًا

Bahwa disunahkan membacakan ayat-ayat al-Qur’an kepada mayit, dan jika sampai khatam al-Qur’an maka akan lebih baik.

Abul Walid Ibnu Rusyd juga mengatakan:

وَاِن قرَأَ الرَّجُلُ وَاَهْدَى ثوَابَ قِرَأتِهِ لِلْمَيِّتِ جَازَ ذالِكَ وَحَصَلَ لِلْمَيِّتِ اَجْرُهُ

"Seseorang yang membaca ayat al-Qur’an dan menghadiahkan pahalanya kepada mayit, maka pahala tersebut bisa sampai kepada mayit tersebut."

Toleransi didesaku sangat dijunjung tinggi. Bagi mereka yang menganggap kegiatan tersebut (maaf!) bid’ah, mereka tetap menghadiri undangan tersebut untuk menghormati tetangga. Namun, pada saat membaca kalimat thoyibah tahlil atau yasin, (berdasarkan observasiku) mereka lebih memilih untuk diam. (Hehe, ntah itu karena tidak hafal bacaannya atau memang memegang teguh prinsipnya) Terlepas dari itu, ukhuwah islamiyah didesaku sudah terbangun cukup tinggi semenjak jaman babad dusun tempatku tinggal. Asal tahu saja, nama dusun tempatku tinggal adalah banca’an, menurut penuturan beberapa sesepuh itu karena sering terdapat acara selamatan di desa yang memang terkenal dengan kampung santri itu.

Yang paling seru adalah ketika prosesi pembacaan yasin dan tahlil selesai serta dilanjutkan dengan acara ramah tamah. Setelah hidangan berbuka puasa dibagikan, para hadirin bukan menunggu adzan yang dikumandangkan di masjid atau musholla terdekat, namun dari radio atau handphone yang menyiarkan radio lokal. Nama seperti Radio Kembang Sore, Radio Josh, Radio Liiur, dan Radio Perkasa menjadi sangat familiar ditelinga warga desaku. Bila radio-radio tersebut telah mengumandangkan adzan, berarti pertanda hidangan yang telah disajikan boleh dilahap. Taruhlah undangan selamatan yang kuhadiri di rumah Bapak Jamhuri kemarin,
“Kuwi radio Jakarta opo piye kok ora ndang-ndang maghrib padahal jam’e uwis kliwat.”, celetuk salah seorang hadirin.
“Lhaiooo... Iki jam’e sing kliru opo radione sing kliru?”, salah seorang dari mereka menimpali.

Tiba-tiba terdengar tagline radio tersebut “Radioooooo Wijangsongkoooo...”
“Hoalaaah... pantesan. Genti radio Tulungagung ngunu lho. Ben eruh leg uwis Maghrib”,beberapa orang serempak berkata begitu. 
Sedang dalam hati aku hanya tersenyum, “Haduh... Bapak-Bapak. radio itu juga tidak jauh letaknya dari kota kita, jadi waktu adzannya juga sama. Tidak mungkin kan ada jeda sampai satu jam lamanya. Ah tapi namanya juga Bapak-Bapak di desa”
“Leg mbien ngene ki ngenteni lowone metu tondone uwis Maghrib”, Salah seorang Bapak berkata begitu.
“Iyo yoo... Saiki uwis penak”, Salah seorang yang lain menimpali.

“Tek... Tek tek tek... Dung... Dung... Dung... Allahu Akbar Allahu Akbar...”, Tiba-tiba terdengar suara yang dinanti.
“Sampun. Monggo... Niku Radio Kembang Sore”, kata Sang Tuan Rumah.
Kontan setelah kabar gembira itu, para hadirin yang telah menunggu sedari tadi langsung mengambil es buah dan piring nasi soto yang telah disediakan. Makan bersama seperti inilah yang membuat nikmat. Tidak membedakan kelas sosial maupun tingkat pendidikan. Semua melebur menjadi satu dengan tempat duduk yang sama dan hidangan yang sama pula.

“Allahumma sholli ‘ala sayyidinaaa Muhammad...”, seru salah seorang Bapak yang duduk diluar.
“Allahumma sholli ‘alaih”, para hadirin yang lain dengan kompak menjawabnya.
“Hoalah... kae sopo lho tekone keri, ngawiti mulih disik”, ungkap seorang pria yang duduk didalam yang sedang menyelesaikan minum es buah didepanku. Dan beberapa jamaah pun berpamitan dengan berjabat tangan dengan tuan rumah dan hadirin lain.

Nah, itulah sedikit cerita tentang “job” pria didesaku ketika Ramadhan dengan menghadiri undangan selamatan dari tetangga sekitar. Sejauh tidak merusak aqidah kita, tradisi seperti ini menurutku sah-sah saja dijalankan dan dihormati. Seperti tradisi selamatan ini, dengan niat awal mendoakan arwah leluhur yang telah meninggal dengan cara mengundang sejumlah tetangga sekaligus bersodaqoh dengan memberikan nasi berkat sebagai ucapan terimakasih karena telah hadir. Selamatan juga dapat mempererat tali silaturahim dengan tetangga sekitar.

#mkn
9 Ramadhan 2015

0 komentar:

 
;