Blue Fire Pointer
Kamis, 18 Juni 2015

SEPERTINYA ADA YANG NGGA BENER DENGAN TRADISI SIDANG TUGAS AKHIR DIKAMPUSKU

SEPERTINYA ADA YANG NGGA BENER DENGAN TRADISI SIDANG TUGAS AKHIR DIKAMPUSKU


Oleh : Mohammad Khadziqun Nuha

Ini ada ngga sih yang nungguin tulisan-tulisanku? Sebagai penulis berbakat (at least) pujaan para ibu-ibu PKK dan gadis-gadis yang khilaf, aku berhusnudzon ada aja deh biar kian semangat menelorkan karya (yang ingin muntah silakan). Memang, belakangan ini passion menulisku sedang luntur. Jujur, banyak beban pikiran yang menghinggapi. Tapi yasudahlah, bukan itu yang ingin kubahas kali ini. Toh ini bukan sinetron Indonesia yang membutuhkan tisu untuk menikmatinya. Intinya pada Ramadhan kali ini aku ingin lebih produktif untuk melakukan reproduksi karya tulis.

Disini (bukan disana), aku ingin mempresentasikan hasil diskusi dari kelompok kami yang berjudul “SEPERTINYA ADA YANG NGGA BENER DENGAN TRADISI SIDANG TUGAS AKHIR DIKAMPUSKU”. Namun sebelumnya perkenankan aku memperkenalkan anggota dari kelompok kami, di paling kiri ada mas Mohammad sebagai pemateri pertama, disampingnya yang pakai kacamata mas Khadziqun sebagai pemateri kedua, sebelahnya lagi ada mas Iqun yang sedang memegang pena sebagai notulen dan paling kanan ada mbak Nuha sebagai pemateri ketiga serta aku sendiri Kadiq sebagai moderator. Baik, sebelum kita mulai presentasi kita pada kesempatan kali ini, marilah kita akhiri dengan bacaan hamdalah bersama-sama. Alhamdulillahirobbil ‘alamiiiiin... Pinterrrrr...

Sidang tugas akhir, merupakan ritual wajib bin fardhu ‘ain mugholadhoh bagi calon pemakai toga disemua jenjang pendidikan di Perguruan Tinggi. Setelah sekian lama memeras keringat, memutar otak, jungkir balik, dan hands stand (ebusetttt... ini lagi sirkus apa yaa...) untuk menyelesaikan tugas akhir, ini merupakan ajang pembuktian dan pertanggungjawaban karyanya. Sidang itu ibarat yaumul hisab untuk menerima eksekusi dari para algojo tugas akhir. Tak jarang ada yang stress mendadak untuk menanti sidang tersebut. Selain dalam segi kognitif, segi psikologis sangat diuji dalam hal ini (cieee sayaaa... ngomongnya sok bener).

Nah, beberapa saat yang lalu betapa aku dikejutkan (tapi ngga sampai bilang WOW, karena terlalu mainstream) dengan penuturan salah seorang temanku yang ngampus disalah satu Perguruan Tinggi bonafit di kota bumi Arema. Sebut saja namanya Indah (nama sebenarnya) yang kuliah di kampus dengan inisial UM itu, menuturkan bahwa
“Aku barusan ujian skripsi bang dan seneng deh teman-temanku pada dateng sambil bawain banyak jajan”
“Hah? Bentar ndah, bawain banyak jajan? Maksudnya?”, tanyaku bingung.
“Iya, jadi kalau dikampusku tradisinya kalau lagi sidang skripsi teman-teman pada dateng bang dan kalau sidangnya sudah kelar pada ngasih bunga dan bersorak-sorai kepada yang lagi ujian itu. Nah kemarin, ntah kenapa temanku ngasihnya bukan bunga tapi jajan yang banyak”, jelasnya.
“Yaa... Mungkin mereka tahu kalau kamu gembul, ndah.” Sahutku sambil tertawa tengil dengan emoticon chatting.



Disini kadang aku merasa bingung bin salut. Hah? What? Kok sampai segitunya yaa tradisinya. Tapi keren, aku ngga pernah menjumpai itu dikampusku. Boro-boro ngasih bunga, jajan, atau hampir semua temannya datang lalu ngga cuman foto selfie namun foto groovy, eh… Semua pada bingung mikirin “nasib”-nya sendiri-sendiri saat hari eksekusi. Ibarat kata pada bilang nafsi... nafsi... Ini? Kok sampek kepikiran temannya yang sedang berjuang dimedan tempur.

Namun, kalau dicermati lebih lanjut, ada point positif yang kudapat disini (naluri researcher-nya muncul). Secara psikologis, mahasiswa yang barusan duduk dimeja pesakitan yang ntah sejauh mana dibantainya diruang sidang itu akan terangkat dalam segi moril-nya. Dia yang barusan dicuci habis-habisan, di-smackdown-kan, atau bahasa kasarnya “dibantai” oleh para penguji sehingga tak jarang keluar dari ruang memakai muka kusut, lemah bahkan ada yang hingga menetaskan air mata karena revisi yang seabreg akan bangkit dan tersenyum kembali dengan kedatangan teman-temannya yang bersorak-sorai. Bayangkan kalau didalam sudah berjuang melawan para penguji, eh ketika keluar juga melihat temannya yang lagi galau menanti eksekusi. Apa ngga jadi makin galau dan ingin langsung nelen tang, ngemil paku payung, bentur-benturin kepala ke tembok dan nangis darah itu? Ini yang belum kujumpai dikampusku. Keluar dari meja sidang, disambut rekan-rekan, bahkan pujaan hati, dengan membawa rangkaian bunga, slempang miss universe, diteriaki dan pada disambut dengan standing applause bak barusan pulang dari medan tempur sebagai seorang gladiator yang gagah.

Hal yang menarik lagi ketika temanku yang mengkaji bahasanya om David Beckham itu ketika sidang skripsi adalah ungkapannya
“Aku tadi ketika sidang kayak ngga lagi sidang bang. Bawaannya ketawa dan becanda dengan pengujinya”
Nah, disini yang harusnya dikembangkan dalam ruang sidang, jadi mahasiswa tidak terkesan sedang diadili pada meja hijau. Mahasiswa (mahasiswi juga termasuk) pun akan leluasa menjawab pertanyaan demi pertanyaan yang diajukan. Bayangin kalau pengujinya killer dan bawaannya jutek, apa ngga kayak meniti jembatan tali dengan dibawahnya ada buaya yang siap melahap jika salah melangkah sedikit. Ah, kalau, seandainya, jika aku menjadi dosen nantinya (heiiii.... Aminin dong!), aku akan menyetting ruang ujian yang nyaman saja bagi para mahasiswa-ku. Jadi mereka tidak terkesan sedang dihakimi.

Menurutku, sepertinya memang ada yang ngga bener dengan tradisi sidang tugas akhir dikampusku. Nah, untuk sidang thesis-ku nanti, kira-kira temanku atau pujaan hatiku (kalau sudah punya nantinya) pada hadir ngasih bunga atau bersorak-sorai menyambutku keluar dari ruang sidang apa ngga ya? We’re gonna see.

#mkn
1 Ramadhan 2015



0 komentar:

 
;