Blue Fire Pointer
Minggu, 19 April 2015

SELEMBAR UANG BERGAMBAR PROKLAMATOR ATAU TIGA LEMBAR UANG BERGAMBAR SULTAN MAHMUD BADARUDIN II

SELEMBAR UANG BERGAMBAR PROKLAMATOR ATAU TIGA LEMBAR UANG BERGAMBAR SULTAN MAHMUD BADARUDIN II

Oleh : Mohammad Khadziqun Nuha



Ijazah adalah salah satu bentuk sertifikat selain sertifikat kompetensi yang  diberikan kepada peserta didik sebagai pengakuan terhadap prestasi belajar  dan atau penyelesaian suatu jenjang pendidikan setelah lulus ujian yang  diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi. Lebih lanjut, Adami Chazawi menyatakan surat ini (geschrift) adalah suatu lembaran kertas yang diatasnya terdapat  tulisan yang terdiri dari kalimat dan huruf termasuk angka yang mengandung atau berisi  buah pikiran atau makna tertentu, yang dapat berupa tulisan dengan tangan, dengan  mesin ketik, printer computer, dengan mesin cetakan dan dengan alat dan cara apapun.

Telah lazim bagi setiap ijazah yang akan kita terima pada setiap jenjang pendidikan yang kita tempuh untuk menyertakan foto dengan spesifikasi tertentu. Foto tersebut untuk menunjukkan kesesuaian identitas kita dengan wajah yang kita miliki. Foto ijazah merupakan suatu hal yang wajib diserahkan untuk setiap calon wisudawan kepada instansi tempatnya menggali ilmu. Begitu juga pada setiap instansi pendidikan yang kutempuh. Terakhir ini, adalah polemik yang terjadi saat penggunaan jilbab pada foto ijazah di perguruan tinggi tempatku menggali ilmu. Beberapa orang mempermasalahkan tentang penggunaan jilbab tersebut karena ditakutkan “tidak laku”  ketika digunakan untuk melamar pekerjaan. Santer terdengar karena bagi para pengguna jilbab, tidak menunjukkan telinga mereka pada foto ijazah. Padahal sejalan dengan aspirasi yang berkembang dimasyarakat dalam era reformasi ini dan mengingat selalu timbulnya permasalahan pas photo berjilbab atau berkerudung yang tidak diperbolehkan dalam melengkapi persyaratan penerimaan mahasiswa baru atau hal-hal yang berkenaan dengan dokumen resmi bagi seorang mahasiswa pada perguruan tinggi, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan baru yang berkenaan dengan hal tersebut.

Dasar penggunaan jilbab tersebut adalah Surat Edaran Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi No. 1928/D/C/2002 Jakarta, 12 September 2002, yang isinya para mahasiswi diperbolehkan menggunakan pas photo dirinya yang berjilbab/berkerudung untuk kelengkapan administrasi akademik antara lain untuk Ijazah, Kartu Tanda Mahasiswa (KTM), Penerimaan mahasiswa baru, dan lain-lain yang berkenaan dengan administrasi akademik. Dengan dikeluarkan surat edaran itu, maka Surat Edaran Direktur Jenderal PendidikanTinggi No.1128/D/O/84 tanggal 28 Agustus 1984 dan surat Dirjen Dikti No.4277/D/T/91 tanggal 1 Oktober 1999 serta No.3206/D/T/94 tanggal 20 Juni 1994 mengenai pas photo yang berjilbab, dinyatakan tidak berlaku lagi.

Namun dalam surat edaran tersebut juga disebutkan  bahwa apabila di kemudian hari, untuk sesuatu keperluan tertentu diisyaratkan pas foto yang tidak memakai kerudung, jilbab dan atau pas foto yang harus kelihatan telinganya, maka Perguruan Tinggi dimana mahasiswi tersebut menyelesaikan kuliahnya tidak dapat mengganti dokumen dan atau memberi keterangan lain yang berhubungan dengan jati diri yang bersangkutan, karena kesulitan memastikannya. Untuk menanggapi hal tersebut, kampusku mengeluarkan kebijakan untuk membuat surat pernyataan bermaterai tentang penggunaan jilbab dalam foto ijazah, jadi apabila dikemudian hari ada permasalahan terkait dengan foto tersebut, maka sepenuhnya menjadi tanggungjawab pembuat pernyataan sendiri dan bukan tanggung jawab lembaga.

Sebenarnya sungguh menggelikan manakala ketika dalam kode etik kampus yang bergenre islam ini disebutkan bahwa setiap mahasiswa diharuskan berbusana yang menutup aurat, bahkan tidak diperkenankan untuk memakai pakaian yang ketat dalam keseharian di kampus, namun ketika ingin meninggalkan kampus justru harus membuka jilbabnya. Meski telah terdapat kebijakan membuat surat pernyataan, penulis hanya ingin menanyakan keseriusan dalam menutup aurat dari para mahasiswi yang bersanggul dalam foto ijazahnya? Silakan pembaca membuka Al Qur'an Surat An Nuur ayat 31 maupun al-Ahzab ayat 59. Tenang, disini penulis hanya bertanya, tidak bermaksud menjustifikasi bahkan sok menjadi ustadz, jadi tidak perlu ditanggapi dengan esmosi bahkan dengan otot. Toh, penulis sendiri tadi juga tidak menggunakan jilbab ketika foto ijazah (yaiyaaalaaaah...)

Selain menyoal penggunaan jilbab pada foto ijazah, disini penulis juga akan membahas tentang kebijakan foto kolektif yang dikeluarkan oleh perguruan tinggiku. Setiap mahasiswa (termasuk mahasiswi), diharapkan untuk menunaikan foto ijazah secara serempak yang dilakukan oleh kampus. Ternyata itikad  baik kampus ini mendapat kecaman dari berbagai pihak terkait pelayanan yang dilakukan oleh tukang foto yang kurang memuaskan pelanggan, dalam hal ini adalah para mahasiswa. Menurut penuturan beberapa mahasiswa menyebutkan bahwa busana, sanggul, maupun tata rias kurang sesuai dengan harapan mereka. Sebenarnya itu merupakan suatu hal yang relatif, namun hal tersebut sangat berbanding terbalik dengan dana yang harus mereka keluarkan yang cukup menguras kantong para mahasiswa dibanding mereka harus foto sendiri. Bagi mahasiswa, diharuskan mengeluarkan dana sebesar tiga lembar uang bergambar Sultan Mahmud Badarudin II untuk menyewa jaz, dasi, jasa memfoto serta hasil cetakan foto yang sudah dipastikan dapat diterima oleh pihak kampus. Bagi mahasiswi, dana mencengangkan harus dikeluarkan untuk menyewa busana, sanggul (bagi mereka yang mengenakannya), tata rias, jasa memfoto seta hasil cetakan foto yang tentunya sudah dipastikan dapat diterima oleh pihak kampus pula yakni dengan harga satu lembar uang bergambar proklamator. Sebenarnya para mahasiswa dapat menerima harga tersebut manakala sesuai dengan pelayanan yang diberikan.

Kebijakan foto kolektif tersebut merupakan usaha preventif dari pihak kampus menyikapi hasil foto yang beragam terkait penggunaan sanggul, busana, tata rias, background maupun kertas foto yang digunakan. Pihak kampus ingin menyeragamkan jenis foto ijazah yang homogen seperti spesifikasi yang diharapkan oleh kampus. Berdasarkan pengalaman yang telah ada, foto ijazah yang diberikan kepada pihak kampus oleh mahasiswa bak pelangi, beranekaragam meski telah diberikan petunjuk tentang spesifikasi foto ijasah. Namun, yang namanya mahasiswa, yaa... yang katanya maha, beberapa tidak ingin diseragamkan layaknya masih sebagai siswa. Mereka telah memiliki idealisme tersendiri untuk menentukan kemana mereka harus melangkah.

Terlepas dari polemik yang terjadi mengenai foto kolektif yang masih kali pertama diberlakukan pada tahun ini dikampusku, kita patut mengapresiasi usaha yang dilakukan oleh pihak kampus guna menyeragamkan foto ijazah agar tidak beraneka ragam. Namun hal ini juga perlu dievaluasi dan ditingkatkan dalam pelayanan foto serta ditinjau ulang mengenai dana yang harus dikeluarkan. Meski mengenai dana pihak kampus tidak bersinggungan langsung karena proses pembayaran merupakan urusan personal antara mahasiswa dengan tukang foto, namun nampaknya perlu disesuaikan dengan kantong mahasiswa. Itu menurutku, bagaimana menurutmu?

0 komentar:

 
;