Blue Fire Pointer
Selasa, 14 April 2015

BISAKAH AKU?

BISAKAH AKU?

Oleh : Mohammad Khadziqun Nuha



Sudah menjadi suatu keniscayaan manakala mahasiswa semester akhir yang sedang menempuh pendidikan di Perguruan Tinggi  itu diharuskan untuk menunaikan tugas akhir sesuai jenjang pendidikan yang kita tempuh. Kalau kita mengenal skripsi untuk tingkat sarjana, tesis merupakan menu bagi mereka yang sedang menempuh gelar magister serta disertasi adalah yang perlu kita lahap apabila ingin mulus memperoleh gelar doctor. No matter what our majors is, hukumnya adalah fardhu ‘ain mugholadhoh  untuk menyelesaikan karya-karya ilmiah kita itu agar ijazah berada ditangan.

Dengan tertatih-tatih kulalui skripsi meski hati ini merasa belum puas dengan hasilnya karena belum total. Kumulai mengerjakan skripsi dengan konflik batin yang banyak menguras pikiranku. Namun akhirnya aku dapat bangkit pada saat yang tepat berkat sebuah motivasi. Ya, bagiku motivasi ibarat sebuah makanan yang digantungkan sejauh tujuh centimeter didepan wajah keledai yang sedang kelaparan. Meski dengan kemampuan terbatas, keledai tersebut akan berlari dengan tenaga tersisa untuk mencoba meraih tujuan, karena apa? Ya, motivasi. Motivasi untuk meraih makanan yang begitu nyata, bukan bayangan semu, bukan fatamorgana yang hanya memberikan harapan fana’.

Kini, ketika tesisku berada didepan mata atau bahkan telah kutabuh genderang perang untuk itu sekarang, konflik batin serupa menghinggapi. Laksana telah jatuh, tertimpa tangga, kejatuhan genteng, masih pula kejatuhan orang yang berada diatas kita. Sempurna sudah keterpurukanku pada lembah kerisauan hati terdalam. Inilah pukulan berapi mematikan yang telah menghempaskanku pada kanvas ring kehidupan. Hiperbola memang, namun inilah realitas yang harus kuhadapi kini.

Memang tak sepatutnya aku menyalahkan Tuhan yang telah memberikan cobaan kepadaku seberat ini. Kuyakin, Tuhan memberikan semua cobaan ini karena Dia Maha Mengetahui sejauh mana batas kemampuanku serta Sang Maha Adil itu tidak akan meninggalkan umat-Nya manakala kita selalu mendekatkan diri kepada-Nya. Dia memberi cobaan kepadaku, karena Dia Maha Mengetahui kalau aku dapat mengatasinya serta ingin mendidikku lebih dewasa. Tak sepantasnya pula aku terus mengeluh dan tak berbuat apa-apa. Tapi bisa apa aku? Bisa apa aku jika telah setengah hati untuk menjalaninya? Bisa apa aku jika tanpa semangat?

Sebenarnya tidaklah sulit menyelesaikan tugas akhir ini. Apa susahnya HANYA mengumpulkan data, mereduksi data, menganalisanya lalu membuat kesimpulan. Sungguh itu bukan merupakan suatu kegiatan yang sulit manakala mood ini stabil. Proposal tesis kemarin kukerjakan dengan terseok-seok dengan segala intrik yang mengiringi. Pun pula pada saat ujian proposal tesis berjalan dengan tidak penuh semangat. Terlebih, beberapa hari menjelang pengumpulan revisi proposal tesis kemarin, temanku menantang untuk menggunakan bahasa internasional yang berasal dari negaranya Ratu Elizabeth untuk menulis tesis. Ntah apa yang ada dipikiranku kala itu sehingga aku mengiyakan begitu saja challenge itu. Kini, hatiku kian tak yakin apakah aku dapat menyelesaikannya dengan mudah.

Meminjam teori motivasi yang dikembangkan oleh Abraham H. Maslow yang menyebutkan bahwa manusia mempunyai lima tingkat atau hierarki kebutuhan, yakni physiological needs, safety needs, love needs,  esteem needs dan self actualization. Kebutuhan-kebutuhan itu diklasifikasikan dengan skala prioritas sehingga muncul kebutuhan primer, sekunder dan tersier. Jika dihubungkan dengan teori motivasi tersebut, dalam hal ini aku masih membutuhkan sebuah driving force yang dapat menggerakkanku untuk menyelesaikan tesis dengan penuh semangat. Layaknya sebuah pikiran yang membutuhkan makanan pikiran.' Hati, jiwa dan pikiran memerlukan nutrisi batin seperti tubuh membutuhkan makanan yang bergizi. Teori Maslow tentang motivasi ini secara mutlak menunjukkan perwujudan diri sebagai pemenuhan (pemuasan) kebutuhan yang bercirikan pertumbuhan dan pengembangan individu. Perilaku yang ditimbulkannya dapat dimotivasikan oleh orang lain dan diarahkan sebagai subjek-subjek yang berperan. Dorongan yang dirangsang ataupun tidak, harus tumbuh sebagai subjek yang memenuhi kebutuhannya masing-masing yang harus dicapainya dan sekaligus selaku subjek yang mencapai hasil untuk sasaran-sasaran yang telah kucanangkan.

CAN I FINISH THIS THESIS EASILY? WITHOUT MOTIVATION OR MOTIVATOR OR SOMETHING LIKE THAT, I CAN’T SURELY SAY THAT !!!


0 komentar:

 
;