Blue Fire Pointer
Minggu, 19 April 2015 0 komentar

SELEMBAR UANG BERGAMBAR PROKLAMATOR ATAU TIGA LEMBAR UANG BERGAMBAR SULTAN MAHMUD BADARUDIN II

SELEMBAR UANG BERGAMBAR PROKLAMATOR ATAU TIGA LEMBAR UANG BERGAMBAR SULTAN MAHMUD BADARUDIN II

Oleh : Mohammad Khadziqun Nuha



Ijazah adalah salah satu bentuk sertifikat selain sertifikat kompetensi yang  diberikan kepada peserta didik sebagai pengakuan terhadap prestasi belajar  dan atau penyelesaian suatu jenjang pendidikan setelah lulus ujian yang  diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi. Lebih lanjut, Adami Chazawi menyatakan surat ini (geschrift) adalah suatu lembaran kertas yang diatasnya terdapat  tulisan yang terdiri dari kalimat dan huruf termasuk angka yang mengandung atau berisi  buah pikiran atau makna tertentu, yang dapat berupa tulisan dengan tangan, dengan  mesin ketik, printer computer, dengan mesin cetakan dan dengan alat dan cara apapun.

Telah lazim bagi setiap ijazah yang akan kita terima pada setiap jenjang pendidikan yang kita tempuh untuk menyertakan foto dengan spesifikasi tertentu. Foto tersebut untuk menunjukkan kesesuaian identitas kita dengan wajah yang kita miliki. Foto ijazah merupakan suatu hal yang wajib diserahkan untuk setiap calon wisudawan kepada instansi tempatnya menggali ilmu. Begitu juga pada setiap instansi pendidikan yang kutempuh. Terakhir ini, adalah polemik yang terjadi saat penggunaan jilbab pada foto ijazah di perguruan tinggi tempatku menggali ilmu. Beberapa orang mempermasalahkan tentang penggunaan jilbab tersebut karena ditakutkan “tidak laku”  ketika digunakan untuk melamar pekerjaan. Santer terdengar karena bagi para pengguna jilbab, tidak menunjukkan telinga mereka pada foto ijazah. Padahal sejalan dengan aspirasi yang berkembang dimasyarakat dalam era reformasi ini dan mengingat selalu timbulnya permasalahan pas photo berjilbab atau berkerudung yang tidak diperbolehkan dalam melengkapi persyaratan penerimaan mahasiswa baru atau hal-hal yang berkenaan dengan dokumen resmi bagi seorang mahasiswa pada perguruan tinggi, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan baru yang berkenaan dengan hal tersebut.

Dasar penggunaan jilbab tersebut adalah Surat Edaran Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi No. 1928/D/C/2002 Jakarta, 12 September 2002, yang isinya para mahasiswi diperbolehkan menggunakan pas photo dirinya yang berjilbab/berkerudung untuk kelengkapan administrasi akademik antara lain untuk Ijazah, Kartu Tanda Mahasiswa (KTM), Penerimaan mahasiswa baru, dan lain-lain yang berkenaan dengan administrasi akademik. Dengan dikeluarkan surat edaran itu, maka Surat Edaran Direktur Jenderal PendidikanTinggi No.1128/D/O/84 tanggal 28 Agustus 1984 dan surat Dirjen Dikti No.4277/D/T/91 tanggal 1 Oktober 1999 serta No.3206/D/T/94 tanggal 20 Juni 1994 mengenai pas photo yang berjilbab, dinyatakan tidak berlaku lagi.

Namun dalam surat edaran tersebut juga disebutkan  bahwa apabila di kemudian hari, untuk sesuatu keperluan tertentu diisyaratkan pas foto yang tidak memakai kerudung, jilbab dan atau pas foto yang harus kelihatan telinganya, maka Perguruan Tinggi dimana mahasiswi tersebut menyelesaikan kuliahnya tidak dapat mengganti dokumen dan atau memberi keterangan lain yang berhubungan dengan jati diri yang bersangkutan, karena kesulitan memastikannya. Untuk menanggapi hal tersebut, kampusku mengeluarkan kebijakan untuk membuat surat pernyataan bermaterai tentang penggunaan jilbab dalam foto ijazah, jadi apabila dikemudian hari ada permasalahan terkait dengan foto tersebut, maka sepenuhnya menjadi tanggungjawab pembuat pernyataan sendiri dan bukan tanggung jawab lembaga.

Sebenarnya sungguh menggelikan manakala ketika dalam kode etik kampus yang bergenre islam ini disebutkan bahwa setiap mahasiswa diharuskan berbusana yang menutup aurat, bahkan tidak diperkenankan untuk memakai pakaian yang ketat dalam keseharian di kampus, namun ketika ingin meninggalkan kampus justru harus membuka jilbabnya. Meski telah terdapat kebijakan membuat surat pernyataan, penulis hanya ingin menanyakan keseriusan dalam menutup aurat dari para mahasiswi yang bersanggul dalam foto ijazahnya? Silakan pembaca membuka Al Qur'an Surat An Nuur ayat 31 maupun al-Ahzab ayat 59. Tenang, disini penulis hanya bertanya, tidak bermaksud menjustifikasi bahkan sok menjadi ustadz, jadi tidak perlu ditanggapi dengan esmosi bahkan dengan otot. Toh, penulis sendiri tadi juga tidak menggunakan jilbab ketika foto ijazah (yaiyaaalaaaah...)

Selain menyoal penggunaan jilbab pada foto ijazah, disini penulis juga akan membahas tentang kebijakan foto kolektif yang dikeluarkan oleh perguruan tinggiku. Setiap mahasiswa (termasuk mahasiswi), diharapkan untuk menunaikan foto ijazah secara serempak yang dilakukan oleh kampus. Ternyata itikad  baik kampus ini mendapat kecaman dari berbagai pihak terkait pelayanan yang dilakukan oleh tukang foto yang kurang memuaskan pelanggan, dalam hal ini adalah para mahasiswa. Menurut penuturan beberapa mahasiswa menyebutkan bahwa busana, sanggul, maupun tata rias kurang sesuai dengan harapan mereka. Sebenarnya itu merupakan suatu hal yang relatif, namun hal tersebut sangat berbanding terbalik dengan dana yang harus mereka keluarkan yang cukup menguras kantong para mahasiswa dibanding mereka harus foto sendiri. Bagi mahasiswa, diharuskan mengeluarkan dana sebesar tiga lembar uang bergambar Sultan Mahmud Badarudin II untuk menyewa jaz, dasi, jasa memfoto serta hasil cetakan foto yang sudah dipastikan dapat diterima oleh pihak kampus. Bagi mahasiswi, dana mencengangkan harus dikeluarkan untuk menyewa busana, sanggul (bagi mereka yang mengenakannya), tata rias, jasa memfoto seta hasil cetakan foto yang tentunya sudah dipastikan dapat diterima oleh pihak kampus pula yakni dengan harga satu lembar uang bergambar proklamator. Sebenarnya para mahasiswa dapat menerima harga tersebut manakala sesuai dengan pelayanan yang diberikan.

Kebijakan foto kolektif tersebut merupakan usaha preventif dari pihak kampus menyikapi hasil foto yang beragam terkait penggunaan sanggul, busana, tata rias, background maupun kertas foto yang digunakan. Pihak kampus ingin menyeragamkan jenis foto ijazah yang homogen seperti spesifikasi yang diharapkan oleh kampus. Berdasarkan pengalaman yang telah ada, foto ijazah yang diberikan kepada pihak kampus oleh mahasiswa bak pelangi, beranekaragam meski telah diberikan petunjuk tentang spesifikasi foto ijasah. Namun, yang namanya mahasiswa, yaa... yang katanya maha, beberapa tidak ingin diseragamkan layaknya masih sebagai siswa. Mereka telah memiliki idealisme tersendiri untuk menentukan kemana mereka harus melangkah.

Terlepas dari polemik yang terjadi mengenai foto kolektif yang masih kali pertama diberlakukan pada tahun ini dikampusku, kita patut mengapresiasi usaha yang dilakukan oleh pihak kampus guna menyeragamkan foto ijazah agar tidak beraneka ragam. Namun hal ini juga perlu dievaluasi dan ditingkatkan dalam pelayanan foto serta ditinjau ulang mengenai dana yang harus dikeluarkan. Meski mengenai dana pihak kampus tidak bersinggungan langsung karena proses pembayaran merupakan urusan personal antara mahasiswa dengan tukang foto, namun nampaknya perlu disesuaikan dengan kantong mahasiswa. Itu menurutku, bagaimana menurutmu?
Sabtu, 18 April 2015 0 komentar

TIDAK MEROKOK ITU SEBUAH PRINSIP

TIDAK MEROKOK ITU SEBUAH PRINSIP

Oleh : Mohammad Khadziqun Nuha



Dalam tulisan yang untuk kali pertama kuketik melalui handphone Nokia Asha 306 (maaf sebut merk) milikku ini, aku ingin membahas benda mungil nan panjang yang digemari semua lapisan masyarakat. Benda yang memberikan cadangan devisa yang cukup besar untuk negeri ini. Benda yang dalam beberapa kesempatan mengundang diskusi yang cukup serius. Nah, tidak lain dan tidak bukan, benda itu adalah "jreng-jreng".... Rokok.

Kebetulan setelah sholat isya' tadi aku diajak abahku untuk mengantarkan beliau menghadiri sebuah acara aqiqoh di desa tetangga. Seperti layaknya acara selamatan yang lain, setelah menyantap hidangan yang disediakan, sangat lazim disuguhkan beberapa batang rokok yang ditaruh pada bungkusnya atau pada sebuah gelas. Rokok yang disajikan sebagai "hidangan penutup wajib" bagi kaum adam itu biasanya akan diputar kepada semua hadirin sesaat setelah 'makan besar' habis dilahap. Satu persatu rokok diambil dan segera dinyalakan dengan korek yang tersedia. Beberapa yang kurang sabar menunggu antrian korek, akan meminjam rokok yang sudah menyala milik orang lain untuk dipinjam nyala api rokoknya guna menyalakan rokok miliknya. Dan, asap rokok pun mengepul bak laju lokomotif kereta api menambah keakraban hadirin sembari berbincang ringan.

"Monggo mas", ungkap salah seorang hadirin sambil menyodorkan sebungkus rokok ntah merk apa aku tak terlalu memperhatikan.
Sedang aku, hanya bisa tersenyum menanggapi tawaran tersebut sembari mengepalkan tangan kanan kebawah dan menunjuk dengan jari jempol (bagi orang jawa, lebih sopan menunjuk dengan jari jempol daripada dengan jari telunjuk) pertanda menolak dengan halus tawaran tersebut.

Sebenarnya, dalam hati kecilku sedikit memberontak manakala harus menolak tawaran orang lain. Namun bagaimana lagi, tidak merokok merupakan prinsip hidupku selama paling tidak hingga usiaku yang ke 24 tahun 2 bulan 20 hari ini. Ntah kenapa, sejak aku menghirup oksigen untuk kali pertama didunia ini hingga detik ini, tak pernah terbersit keinginan untuk menghisap benda yang terkadang menjadi candu bagi beberapa orang. Bukan bermaksud mengiyakan fatwa haram dari salah satu ormas islam di Indonesia, namun bagiku inilah pilihan hidup.

Sejenak kuteringat salah seorang temanku ketika KKN yang dalam kesehariannya tidak mengkonsumsi rokok. Namun guna mengakrabkan diri dengan masyarakat desa, dia rela untuk menjadi "ahli hisap sementara" ketika diundang diacara selamatan. Ya! Aku salut dengannya atas effort-nya mendekatkan diri dengan masyarakat. Kalau aku sendiri? Maaf, ndak bisa. Prinsip hidup ya prinsip hidup, suatu yang kupegang teguh. Bagiku masih banyak cara lain untuk menyatukan diri dengan masyarakat. Bahkan, dulu ketika disodorkan rokok padaku saat acara selamatan, tetap kuambil dan kutaruh saku bajuku. Bukan untuk kukonsumsi sendiri nantinya, namun akan kuberikan kepada teman di posko KKN yang ahli hisap karena sebelumnya aku sempat dikomplain temanku sebab tidak mengambilnya. Tapi yah, atas dasar menghormati pemberian orang, kuambil juga sebatang rokok itu. Walau kadang rokok yang kuberikan juga ada yang bengkok karena tertekan-tekan ketika disaku baju. Hehe.

Sebenarnya tidak ada trauma tersendiri sehingga aku kurang suka dengan yang namanya rokok. Hanya saja, sampai detik ini aku belum menemukan asyiknya merokok sehingga tergerak hatiku untuk mencicipinya. Boro-boro mencoba, paparan asap rokok saat menjadi perokok pasif sudah membuatku kian antipati dengan benda yang satu ini.

Sempat muncul stigma bahwa, lelaki yang tidak merokok itu identik dengan lelaki yang tidak gentle. Bagiku tidak. Lelaki yang tidak merokok itu adalah lelaki yang berprinsip. Karena menurutku, tingkat kejantanan seorang pria itu tidak dapat dihitung dari berapa banyak putung rokok yang ia habiskan dalam sehari tetapi sejauh mana dia bermanfaat bagi orang lain. Taruhlah himbauan pemerintah yang menyebutkan bahwa merokok dapat menyebabkan kanker (termasuk kantong kering), serangan jantung, impotensi, gangguan kehamilan dan janin. Lalu maaf, dimana letak gentle-nya kalau impotensi?

Namun disini, penulis tidak bermaksud menjustifikasi atau bahkan mendiskreditkan ahli hisap, karena kita mengakui bahwa rokok merupakan sumber pemasukan negara yang besar. Terlebih banyak beasiswa yang diberikan oleh pabrik rokok. Dalam berpromosi pun telah santun, tidak kujumpai dalam iklan rokok berupa orang yang sedang merokok namun lebih menggunakan kalimat mutiara atau gimick unik. Himbauan pemerintah juga selalu dicantumkan dalam bentuk tulisan maupun gambar-gambar yang membuat orang enggan dan takut untuk merokok. Penayangannya pun pada malam hari (selain primetime) untuk menghindari dilihat anak yang belum cukup umur. Jadi, tidak ada alasan bagiku untuk menjadi hater para ahli hisap. Hanya saja, jika diminta untuk mengkonsumsi rokok, sorry to sayAKU PUNYA PRINSIP HIDUP.
Jumat, 17 April 2015 0 komentar

MENDIDIK MERUPAKAN SENI MERAIH AMAL JARIYAH

MENDIDIK MERUPAKAN SENI MERAIH AMAL JARIYAH

Oleh : Mohammad Khadziqun Nuha



Dalam tulisan kali ini, penulis juga akan mencoba menyajikan sebuah cerita fiktif. Ya! Anggap saja ini sebuah cerita fiktif agar pembaca tidak berfikiran macam-macam tentang kisah ini. Berikut ini merupakan cerita sederhana yang mungkin sudah dapat tertebak alur ceritanya yang bahkan apabila kita belum selesai membacanya.

Alkisah terdapat sebuah acara besar yang menghadirkan para pemuda-pemudi di suatu aula besar di sebuah kota kecil, sebut saja kota kecil itu bernama Tulungagung. Pada aula yang terhitung cukup besar itu penuh sesak dihadiri para hadirin yang berharap mendapatkan motivasi dan inspirasi dari acara tersebut. Mereka begitu antusias menghadiri acara tersebut karena dijadwalkan akan dihadiri tiga tokoh yang brillian dan cukup berpengaruh di kota tersebut. Mereka adalah orang-orang yang dilahirkan dan menghabiskan masa kecil mereka di kota tersebut dan telah sukses pada karir mereka masing-masing.

Moderator membuka acara tersebut dengan penuh energik sehingga membuat atmosfir didalam aula itu kian bersemangat. Setelah berbasa-basi menjelaskan tentang acara tersebut kepada hadirin, Sang Moderator langsung menghadirkan ketiga pembicara tersebut ke atas panggung disambut riuh tepuk tangan para hadirin. Sesaat kemudian, moderator memaparkan biodata masing-masing narasumber serta dilanjutkan pada sensi penyampaian pengalaman mereka yang inspiratif.

Orang pertama, adalah seorang profesor yang mengajar disalah satu Perguruan Tinggi ternama dan kelas wahid di negeri ini. Beliau adalah lulusan kampus terkenal di Negeri Paman Sam, semua karya ilmiahnya menjadi rujukan bagi siapapun pencari ilmu di negeri ini, tidak terhitung berapa jurnal internasional yang ditorehkannya, belum lagi sekian banyak tulisannya yang dipublish disurat kabar nasional maupun internasional, menerbitkan banyak buku serta sering muncul di acara televisi. Namun Sang Profesor tidak selamanya dalam trend positif dalam meniti karir, banyak lika-liku kehidupan yang harus dia lalui hingga meraih gelar profesor tersebut. Beberapa kali beliau terjatuh namun berkat motivasi yang ada di kota Tulungagung tersebut, dia mampu bangkit hingga kini. Pemaparan profesor tersebut yang menggugah semangat peserta acara tersebut membuat semua orang terpesona. Profesor tersebut menyebutkan bahwa kota Tulungagung lah sumber inspirasi untuk meraih title-nya saat ini. Seluruh isi aula bertepuk tangan riuh mendengar bahwa masa kecil dan sekolah Sang Profesor dihabiskan di kota tersebut.

Giliran pembicara kedua, beliau adalah seorang politikus ternama serta pemimpin salah satu partai pemenang pemilu di negeri ini. Berita tentangnya sering dimuat di seluruh surat kabar dan televisi nasional. Berbeda dengan pejabat lain yang cenderung mengabarkan sisi negatifnya, beliau ini lebih banyak berita positifnya. Beliau adalah contoh politikus yang berbudi dan peduli dengan orang kecil dan semua orang di negeri ini mengenalnya. Layaknya pembicara pertama, beliau juga mengalami jatuh bangun dalam hidupnya, beliau pernah difitnah, pernah dituduh oleh lawan politiknya, intrik politik dan lain sebagainya. Namun beliau selalu mengingat suatu nasehat semasa kecil agar tidak berhenti untuk berbuat baik, walhasil  beliau menjadi politikus yang tangguh, jujur serta bermental baja. Karirnya melesat cepat bak anak panah yang meninggalkan busurnya. Sorak sorai serta tepuk tangan dari para peserta kian ramai terdengar.

Kini, saatnya pembicara ketiga untuk naik keatas podium. Beliau adalah pengusaha yang memiliki banyak aset dan cabang perusahaan di negeri ini. Perusahaannya ada dimana-mana dan salah satunya ada di kota Tulungagung. Beliau memberikan jalan rizqi bagi banyak orang dan membuka banyak lapangan pekerjaan untuk mengentaskan begitu banyak pengangguran di negeri ini. Pengusaha paruh baya ini terkenal dermawan dan baik hati. Berulang kali dia jatuh, bangkrut, ditipu dan gulung tikar tetapi lebih sering dan tidak pernah berhenti untuk bangkit. Mendengar kisah hidup extraordinary dari pengusaha sukses yang memiliki banyak tambang ini sejenak seisi aula mendadak hening dan terpukau dengan cara beliau menuturkan rangkaian cerita perjalanan hidupnya kemudian ramai disambut dengan standing applause dari para peserta yang memenuhi aula tersebut. Sang Pengusaha yang mengenakan cincin akik yang begitu mengkilat itu menyebutkan bahwa ketika dia sedang terpuruk, kota tersebut merupakan sumber motivasi dan inspirasi dengan kenangan semasa kecil dan kenangan saat dia bersekolah dahulu.

Ketiga pembicara telah bercerita tentang pengalaman mereka masing-masing dan semua cerita mereka sangat memotivasi dan menginspirasi siapapun yang mendengarkannya. Nampaknya sesi tanya jawab sudah akan dibuka, beberapa peserta acara tersebut sudah bersiap mengangkat tangan, tidak sabaran untuk menanyakan segala sesuatu yang berkecamuk dibenak mereka namun entah kenapa Sang Moderator tiba-tiba berkata, masih ada satu pembicara yang harus didengarkan. Aula pun terdiam, menatap panggung terbayang sosok inspiratif seperti apa lagi yang akan dihadirkan Sang Moderator. Dari pintu belakang  muncul seorang yang sudah sepuh, usianya sekitar tujuh puluh tahun. Laki-laki yang beruban itu datang dengan pakaian yang amat sederhana, mengenakan sandal jepit merk swallow dan memegang tongkat. Bapak tua ini akan berbicara tentang apa?

Setiba diatas panggung, Sang Moderator pun dengan sopan mempersilakan Bapak sepuh itu untuk menceritakan  profesi dan pengalaman hidupnya selama ini. Aula masih hening menunggu pemaparan dari Bapak tersebut. Bapak itu mengangguk dan mulai bercerita namun tentunya tidak ”sehebat ” ketiga pembicara sebelumnya. Beliau adalah seorang pensiunan guru SD, tinggal disebuah rumah yang sederhana dan kesehariannya pun tidak ada kesan mewah. Beliau menjadi guru sejak usia dua puluh tahun sejak lulus dari SPG (setara SMA). Jadi honorer berpuluh-puluh tahun dan diangkat menjadi PNS sesaat menjelang akhir pengabdianya. Beliau merupakan guru yang baik, mengajar tepat waktu dan peduli terhadap semua peserta didiknya. Sekarang diusia yang tujuh puluhan ini dia tinggal bersama istrinya yang sama sepuhnya. Putra-putri mereka telah dewasa dan merantau ke daerah lain. Mereka menghabiskan masa pensiun mereka dengan damai dan tentram.

Aula masih terdiam. Lantas apa point-nya? Apa hebatnya dari Bapak sepuh ini? Dimana letak motivasi dan inspirasi dari Bapak yang sudah memasuki masa senja-nya ini? Peserta saling toleh seraya gagal paham mengapa Sang Moderator menghadirkan beliau. Pertanyaan itu tidak membutuhkan waktu lama untuk dijawab ketika Sang Profesor bangkit dan mencium tangan Bapak itu, diikuti Sang Politikus ulung itu yang mencium tangan beliau serta terakhir Sang Pengusaha menangis terharu dan langsung memeluk dan mencium tangan Bapak itu. Maka penjelasan segera terbuka. TERNYATA, Bapak inilah guru semasa mereka masih mengenyam pendidikan di Sekolah Dasar di kota tersebut, masa kanak-kanak yang penting yang menanamkan budi luhur, kerja keras, dan semangat belajar yang tinggi serta pantang menyerah. Sang Politikus berkata pelan, “Setiap saya ingin berhenti menjadi politikus, saya selalu ingat nasehat guru saya dahulu. Beliau bilang, kita tidak boleh berhenti berbuat baik hanya karena satu dua masalah.”. Bapak tersebut lah yang selalu tanpa bosan terus-menerus mengucapkan kalimat-kalimat yang selalu dikenang murid-muridnya.

Para pembaca yang baik budinya, anggap saja cerita ini merupakan cerita fiksi meski sebenarnya diluar sana banyak sekali contoh nyata dari hal tersebut (yang mungkin lebih mengharukan dari ini). Silakan mengambil pelajaran terbaiknya, kita tak harus menjadi pengusaha sukses atau bahkan presiden sekalipun untuk bermanfaat, memotivasi dan menginspirasi orang-orang disekitar kita. Kita tidak pula harus menjadi orang yang bergelimang harta, pengetahuan dan atau tahta untuk dapat membantu maupun memberikan jalan kebaikan kepada orang lain. Bahkan guru SD yang akhirnya hanya menjadi pensiun dalam kesederhanaan , beliau dapat menjadi kepingan mozaik indah dalam kehidupan. Meskipun sejarah tidak akan mencatat keberadaannya, dia tetaplah spesial dan istimewa. Sungguh kemuliaan tidak akan pernah tertukar barang sesentipun. Jadilah apapun, bermanfaat dan berakhlak baik. Kitalah yang menjalani hidup kita masing-masing.

Berbicara tentang guru SD, merupakan profesi mulia yang sangat terkenang dihatiku. Bahkan dari sekian banyak guru dari semua jenjang pendidikan yang kulalui, jenjang sekolah dasar merupakan yang paling berkesan dibanding jenjang pendidikan yang lain (kukira itu juga berlaku bagi para pembaca). Hal ini terbukti dengan kuingat semua nama guruku. Ketika kelas satu, aku diajar oleh Almh. Ibu  Titiek Rubiah (Teriring doa, Allahumaghfirlaha warhamha wa’afihi wa’fu ‘anha). Ibu Karwiji mengajarku di kelas dua. Bapak Katimin merupakan wali kelasku di kelas tiga. Sedangkan di kelas empat, seharusnya kelasku diampu oleh Ibu Bakdiatin namun akhirnya digantikan Ibu Karwiji kembali. Kelas lima, merupakan giliran Ibu Sulastri yang bertindak sebagai guru kelasku. Di kelas enam, kelasku diajar oleh Ibu Pur yang seharusnya telah menjadi nenek bagiku karena beliau juga merupakan guru dari ibuku ketika masih SD dahulu. Untuk pelajaran olahraga, aku mengenal Bapak Eko dan Ibu Lilik sebagai guru. Dan untuk mata pelajaran agama, Bapak Asmu’an dan Ibu Anjar adalah guruku kala itu. Sungguh aku membutuhkan waktu seumur hidupku jikalau aku ingin melupakan jasa dan petuah beliau-beliau itu. Beliaulah yang berhasil mendidikku membaca, menulis, akhlak, serta pengetahuan lainnya. Jasa mereka akan terukir manis dalam prasasti hidupku.

Kini, selang sebelas tahun setelah aku meninggalkan jenjang pendidikan sekolah dasar, dengan bangga aku dapat menasbihkan diri sebagai salah satu bagian dari beliau-beliau semua sebagai guru bahasa inggris dan beberapa mata pelajaran tambahan disalah satu Sekolah Dasar Islam di kota ini. Honestly, tidak pernah terbayangkan didalam anganku untuk menjadi pendidik. Ketika masih kecil ditanya orang-orang tentang apakah sebenarnya cita-citaku nantinya, aku tidak secara mainstream menjawab aku ingin menjadi guru, polisi, tentara dokter, insinyur, presiden, pilot, power rangers atau bahkan khayalan yang umum bagi anak-anak jamanku dahulu, yakni menjadi astronot. Tidak! Aku tidak pernah menjawab dengan profesi-profesi itu. Aku hanya spontan menjawab jika aku sudah dewasa nanti aku ingin menjadi orang yang berguna bagi nusa, bangsa, agama dan keluarga. Sempat orang mencibirku bahwa cita-citaku itu adalah cita-cita yang abstrak, namun layaknya lirik lagu anak dalam bahasa inggris yang berbunyi Que sera-sera, whatever will be will be, the future’s not ours to see, Que sera-sera, dan aku pun terus going with the flow dengan cita-cita yang masih belum tergambar jelas dibenakku. Akhir-akhir ini aku sempat berfikir, inikah jalan Allah untuk menjawab dan mengabulkan cita-citaku itu? Meski sempat membelok ke Sekolah Kejuruan, akhirnya dijenjang Perguruan Tinggi aku kembali ke jalur akademik yang sempat kutinggalkan. Layaknya peribahasa, banyak jalan menuju Makkah, mungkin inilah jalanku untuk menggapai cita-cita sebagai orang yang berguna bagi nusa, bangsa, agama dan keluarga.

Sebagai seorang pendidik, pintu gerbang beribadah sangat terbuka lebar. Selain bekerja kita juga menambah saham untuk tabungan amal di akhirat kelak. Tidak perlu penulis menghegemoni  pembaca dengan konsep ilmu yang bermanfaat itu merupakan amal jariyah yang mana pahalanya terus mengalir dan tidak akan pernah terputus jika ilmu yang kita sampaikan itu terus diamalkan atau bahkan diajarkan ke orang lain. Tentunya pembaca lebih memahami dari pada panulis yang masih awam tentang hal tersebut. Bayangkan! Sekali kita mengajarkan suatu ilmu ke satu kelas, dan nantinya mereka mengajarkan ke orang lain dan orang lain itu juga mengajarkan ke orang lain yang lain dan begitu seterusnya, tidak terbayang kalkulasi pahala yang akan kita dapat ketika buku catatan amal nanti kita terima di yaumul hisab.


Namun, ketika kita menjalankan profesi yang mulia ini perlu meluruskan niat kita. Seharusnya kita dasari niat kita dengan rasa ikhlas tidak berorientasi pada materi tetapi lebih kepada unsur kebermanfaatan bagi orang lain. Ya! Ikhlas, suatu hal yang mudah ketika diucapkan namun apabila dirasa-rasa lebih mendalam akan pedih juga sebenarnya. Bagiku, ikhlas itu seperti surat al ikhlas dalam Al Qur’an. Menjadi nama surat namun tak kita jumpai kata tersebut dalam bacaan surat itu. Karena kembali lagi, kalau kita hanya berorientasi pada materi yang akan kita peroleh dari profesi kita (apapun itu), ya sebatas itu yang akan kita dapat. Berbeda kalau kita lebih mengedepankan aspek sense of usefullness atau countless blessings, penulis jamin kita akan mendapat yang lebih dari itu. Jadi, marilah kita luruskan niat dan sucikan hati untuk menjalankan apapun profesi kita. Keep fighting and keep moving forward!
Kamis, 16 April 2015 0 komentar

THE VOLCANO BLOWS UP IN MY HEAD

THE VOLCANO BLOWS UP IN MY HEAD
Issued by : Mohammad Khadziqun Nuha



It seems that I have not used English for a long time to write something after I graduated from TBI (That’s it! my college degree). First of all, let me share my diary of depression much more than ever today! But well, if you do not like my activities on facebook, I allow you to block my account anytime you want. It is going to be my pleasure to accept it. LOL.

Yap! Let me devote whatever comes in my mind started several months ago. I never apologized for being emotional and sensitive. It was the sign that I had a big heart and that I was not afraid to let others see it. Showing my emotions was sign of strength.

Behind my smile, do you know that there is hurting heart? Behind my laughing, do you know that I am falling apart? Please look closely at me and you are going to see, the man I am! I am try to sweep under the carpet to shoulder a burden. Masya Allah... Twice suffered broken heart in adjacent time made me increasingly frustrated. The first one, I really was in love with a girl, wanted things to go smoothly and kept her as long as possible. But, what did I get? She left me for someone else with a made-up reasons. It was a big bullshit that I got from someone who I believe that will be my ribs. This has made me fall in the deepest valley. The second one, I believe that I have found someone completed my life, relieved my anxiety and gave me encouragement. We share, pour out our heart and encourage each other. Yet unfortunately, it was unrequited love. You know, what? Whether you are the one who loves or is loved by someone, it can be a painful experience. Trust me! If I were feeling upset, depressed, or bitter, it was probably because I feel I need that person's love in order to be happy. It is OK. She is not meant to understand right now. But someday, I do believe that her heart will change. Allah has an elaborate plan. She has to remember unless Allah has specifically promised you something, you never know whatever the future might hold.

To calm me down, I try to distance myself. I won't want to, but staying close to someone you want but can't have just isn't healthy. I do not tell the person or anyone close to her what I am doing, as they might try to convince me otherwise. I try to get away for a while. I do not call them, do not go places where I know they frequently visit, and make myself scarce. If I must have some contact (such as work) respond to messages slowly after a few days. Only call back when I have a good excuse to get off the phone after a few minutes. I take the time to reflect on my situation and learn more about myself.

Furthermore, this thesis is also weighing on my mind. Lord, I do not know what to do. I am lack of discipline or focus, I procrastinate too much and also my job requires me to handle lots of issues which make me jump from one topic to the next so I cannot focus on one thing. I have to stay organized at all times (I fail to stick to the schedule that I drafted as per my progressions)”. Oh my Lord!

Honestly, I also want to someone who can be a place to come back when I am hit by a variety of problems, someone who strengthens me when I fall, someone who can be poured out all that burdens my heart and someone who treats me with the same kindness, respect, and appreciation as I would a close friend. I need a support, listen to, and laugh with each other and do not allow ourselves to be rude or disrespectful. I do believe that the power of love directly affects our physical health, too, by boosting our immune system, improving our cardiovascular functioning, and also increasing our life expectancy. But now, I feel a sense of loss over something I never had. Still, I have to learn how to enjoy life without someone, which can be hard in our couple-centered society, but it's do-able.


I think that’s all for this note but something important that you have to know is MY FACEBOOK IS MY DIARY. It just dawned on my mind that we are all keeping a diary as we write on facebook. I found facebook to be like my own little personal online public viewing diary. MY FACEBOOK IS MY DIARY and therefore I have my musing and yours too, scroll back and see what you were writing a while back and perhaps see your comments on others posting. I realize that I love my own facebook account as my diary. Yap! MY FACEBOOK IS MY DIARY  and thanks to Mark Zuckerberg anyway...
Rabu, 15 April 2015 1 komentar

KATA BUKU SIDU, EXPERIENCE IS THE BEST TEACHER.

KATA BUKU SIDU, EXPERIENCE IS THE BEST TEACHER.
Oleh : Mohammad Khadziqun Nuha




Akan aku kisahkan sebuah cerita untuk para pembaca. Anggap saja ini salah satu cerita fiksi agar kalian tidak terbebani dengan pikiran yang macam-macam. Kisah ini sungguh sederhana, bahkan sebelum ceritanya usai, kita bisa menebak ujungnya.

Alkisah terdapat salah seorang anak adam yang bernama Koko yang merupakan pria yang sangat miskin pengalaman dengan dunia percintaan. Bahkan diusianya yang ke dua puluh dua tahun, dia tidak pernah berani mengungkapkan isi hatinya kepada setiap wanita yang dia sukai. Dia selalu mencintai wanita dalam diam. Mungkin karena sikap pemalu bawaan yang dimilikinya sejak lahir, rasa takut jikalau tidak mendapat respon postitif atau bahkan karena memang dia terlambat puber, ntahlah tidak ada yang tahu.

Hingga suatu hari, si Koko bertemu dengan seorang gadis SMA saat itu disalah satu sosial media yang bernama Meme. Semula tidak ada perasaan apapun antara Koko dan Meme. Mereka saling berkomentar, bercanda, dan bertukar cerita pribadi satu sama lain. Keakraban kian terjalin antara dua insan tersebut meski masih baru saja saling mengenal. Bahkan Koko yang selama ini paling enggan untuk meminta nomor handphone kepada setiap orang yang baru dia kenal, dengan berani meminta nomor si Meme. Mungkin karena masih radak canggung terhadap orang yang baru dikenal, pemberian nomor itu harus menunggu waktu yang cukup lama. Akhirnya, pada saat Koko mengikuti persami disekolahnya dahulu, si Meme memutuskan memberikan nomornya melalui sosial media yang selama ini mereka gunakan untuk menjalin komunikasi. Bak gayung bersambut, komunikasi mereka semakin intens melalui sms dan bahkan telpon.

Koko dan Meme belajar pada sekolah yang berbeda. Koko belajar pada sekolah di kecamatan Meme tinggal, sedangkan Meme sebaliknya, bersekolah di kecamatan-nya Koko. Arah menuju sekolah mereka pun berlawanan sehingga suatu hari mereka tidak sengaja berpapasan untuk kali pertama pada gang masuk rumah si Meme. Koko tidak begitu mengenali Meme, karena menurut dia wajah Meme begitu berbeda dengan foto yang berada disosial media yang dimilikinya namun secara samar-samar dia tidak asing dengan wajah itu. Hal itu berbeda dengan Meme yang langsung mengenali Koko. Walhasil, benar saja, Meme langsung mengirim sms ke Koko untuk meyakinkan bahwa mereka baru saja berpapasan di jalan. Semenjak itu, mereka menjadi kian sering berpapasan, ntah pada saat berangkat sekolah atau pulang sekolah.

Benih-benih cinta nampaknya muncul pada diri Koko tanpa dia sadari. Karena dia tak punya pengalaman bercinta, ia anggap senyumnya sebagai sesuatu yang istimewa, sesuatu yang membuatnya tergugah, dan sesuatu yang membuatnya bahagia. Karena dia tak punya pengalaman bercinta, ia anggap perhatiannya itu hanya untuknya satu-satunya meskipun ia ragu akan keyakinan yang dipaksakan itu. Karena dia tak punya pengalaman bercinta, sering ia anggap curahan hatinya sebagai bentuk kepercayaan terhadapnya. Berbeda dengan pengalamannya ketika mencintai wanita dalam diam selama ini, ketika bersama Meme, muncul didalam benak Koko untuk mengutarakan isi hatinya secara langsung. Terdapat suatu hal yang berbeda pada diri Meme yang tidak ia jumpai pada diri orang lain yang tidak dapat ia ungkapkan apakah itu. Ya! Karena cinta tidak membutuhkan beribu alasan kenapa cinta itu hadir pada diri seseorang. Berbagai cara telah dilakukan agar gejolak hatinya itu tersampaikan kepada empu-nya hati. Dimulai lewat sms, telpon, maupun mengungkapkan secara langsung telah dia lakukan, namun berbagai penolakan telah Koko terima. Beberapa kali dia menerima kenyataan dengan hati yang lapang karena akhirnya suatu saat dia tahu, bahwa Meme telah termiliki.

Pernah suatu ketika, Koko mengutarakan isi hatinya melalui SMS pada malam hari. Panjang lebar untaian kata mutiara dia sampaikan kepada Meme untuk menarik hati Meme namun sepertinya pendirian Meme belum goyah untuk menganggap Koko sebagai teman saja. Pernah pula waktu Meme tengah berulangtahun, Koko menyampaikan isi hatinya dengan kebulatan tekad melalui telpon. Namun kembali lagi Meme belum bersedia menerima Koko dengan kata-kata yang lazim digunakan untuk menolak seseorang, sebuah kalimat yang sebenarnya halus namun jika dicermati lebih lanjut merupakan sebuah hal yang bullshit, yakni
Aku tidak bisa menerimamu karena kamu terlalu baik bagiku
Tapi mengapa kau tak bisa menerimaku? Apakah yang memberatkan hatimu sehingga kau tak dapat menyatukan hubungan ini, kurasa kita sudah semakin akrab bahkan tidak ada sekat pada diri kita untuk saling mencurahkan isi hati masing-masing. Apakah kau telah termiliki?”, Ungkapan ketidakterimaan seorang Koko.
Iya”, jawab Meme singkat.

Sejak saat itu, Koko semacam frustasi karena berbagai cara telah dia lakukan namun tidak membuahkan hasil. Kini, Koko telah setengah hati dan bimbang antara harus terus mengejar pujaan hatinya atau harus berbesar hati melepas target yang telah mengalihkan dunianya itu, seseorang yang dianggapnya sebagai tulang rusuk yang selama ini hilang. Karena cintanya bertepuk sebelah tangan, kini Koko berusaha sedikit demi sedikit menghindar untuk menghilangkan agar pedih dihatinya tidak kian menjalar.

Awal Oktober 2012, Koko mengetahui kalau hubungan Meme dengan mantannya telah kandas. Semacam mendapat lampu hijau, Koko menjalin komunikasi yang intensif kembali dengan Meme. Bak ungkapan cinta lama bersemi kembali atau cinta lama belum kelar, gelora asmara pada hati Koko kembali menyeruak. Pendekatan demi pendekatan berusaha Koko lakukan untuk menarik hati Meme. Setali tiga uang, si Meme yang pada saat itu telah dalam posisi sendiri, semacam memberikan respon positif, menurut perspektif Koko.

Sehari setelah hari sumpah pemuda pada tahun yang sama, kebulatan tekad pada diri Koko mengantarkannya untuk menembak Meme untuk kesekian kalinya. Dia berusaha meyakinkan Meme bahwa dialah wanita yang selama ini dia puja dan kagumi dalam diamnya. Kali ini dia mengungkapkannya secara langsung. Berbagai jurus perkataan ia gunakan untuk memuluskan hasratnya itu.
Maaf mas, sepertinya aku tidak bisa menerimamu, aku lebih nyaman menganggapmu sebagai kakakku. Bagaimana jika seperti itu?
Tapi aku tak bisa, kuharap lebih dari itu, sense-nya akan berbeda antara hanya menjadi kakak dan kekasih. Bagaimana harus bersikap, bagaimana perhatian yang diberikan serta bagaimana usaha untuk saling menjaga satu sama lain akan berbeda. Namun baik, jika seperti itu maumu, apalah dayaku untuk memaksamu. Namun, setelah ini aku mohon izin untuk menghilang dari kehidupanmu. SETELAH INI KITA TIDAK AKAN BERJUMPA LAGI, SAMPAI BERJUMPA LAGI DISURGA, SEMOGA KITA BERTEMU LAGI DISANA”, ungkapan spontan Koko setelah mendengar jawaban Meme.
Tapi haruskah sampai seperti itu?”, Meme mempertanyakan ego sesaat Koko.
Iya, aku adalah tipikal orang yang harus total dalam segala hal. Jika aku terus menjalin komunikasi dan berjumpa denganmu, rasa cinta tak bertuan ini akan terus tumbuh dan apakah kau tidak kasihan terhadapku jika aku terus berharap pada suatu hal yang tidak mungkin ini? Setelah ini, silakan kamu jika ingin meninggalkan tempat ini, aku masih ingin berada ditempat ini”, kata Koko.

Meme pun meninggalkan tempat mereka bertemu itu sedangkan Koko masih memandangi laju motor Meme yang mulai meninggalkan tempat itu bersama sorot sinar lampu malam itu secara samar-samar. Dalam hatinya, yah, mungkin itu adalah terakhir kalinya dia dapat melihat Meme. Ungkapan spontanitasnya sudah tak dapat ditarik lagi, keputusannya sudah bulat untuk melepas Meme untuk selamanya. Bahkan, untuk totalitasnya itu, akun situs jejaring sosial milik Meme di-block-nya, Koko pun memutuskan untuk mengganti nomor handphone-nya serta dia berusaha untuk menutup semua ingatan tentang Meme.

Disisi lain, Meme kian merasakan perubahan pada perasaannya terhadap Koko. Dia yang dahulu tidak mempunyai perasaan apa-apa dan terkesan apatis terhadap perasaan Koko, kini justru berputar 360 derajat. Benih-benih cinta yang telah Koko semai, telah mulai berbuah dihati Meme setelah Koko memutuskan untuk melupakannya. Meme menyesal dan berusaha mencari kabar tentang keberadaan Koko dengan meminjam akun milik temannya untuk stalking semua aktivitas Koko didunia maya tanpa sepengetahuan orang yang telah ditolaknya itu. Dia tahu betapa terpukulnya Koko setelah kejadian malam itu. Terkadang dia mengomentari status milik Koko dengan akun milik temannya itu. Gejolak hatinya kian memuncak namun dia tidak kuasa untuk menyampaikan isi hatinya karena terbentur adat orang timur yang secara tersirat menyebutkan kurang pantas manakala wanita harus mengatakan isi hatinya terlebih dahulu. Dan nampaknya, salah satu usaha implisit Koko yang lain telah berhasil yakni untuk membuat seseorang menyadari apa yang dirasakannya justru harus dengan cara terbaik yang menyakitkan. Misalnya berusaha pergi darinya. Saat kita pergi, seseorang baru akan merasa betapa kehilangannya dia tanpa kita serta dia mulai bisa menjelaskan apa yang sesungguhnya dia rasakan.

Sedangkan pada diri Koko, selang beberapa bulan, semakin dia berusaha untuk menghilangkan ingatan tentang wanita itu, semakin besar pula hasratnya untuk kembali kepadanya. Bagi orang-orang yang memendam rindu, mencintai dalam diam, maka apa-apa yang ditunjukkannya hanyalah bagai gunung es di dalam samudera yang luas, hanya memperlihatkan pucuk kecil dari betapa besar perasaan itu dibagian dalamnya. Besar sekali yang tersembunyi. Dan benar saja, hingga akhirnya tiba pada suatu titik dimana dia tidak mampu untuk menahan gejolak jiwanya. Meski dia harus menelan ludah sendiri, akhirnya dia memutuskan untuk meminta maaf kepada Meme karena telah mengucapkan ungkapan spontanitas itu melalui SMS disaat malam hari. Satu jam dua jam berselang tidak ada respon dari Meme, dia mengira kalau Meme telah marah sekali dengannya sehingga dia memutuskan untuk memejamkan mata.

Keesokan harinya Meme membalas SMS itu dengan pertanyaan siapakah pemilik nomor baru itu. Koko baru ingat bahwa nomor handphone-nya telah berubah seiring ego sesaatnya kemarin dan akhirnya memberitahu Meme tentang jati dirinya. Hubungan mereka cair kembali dan tali silaturohim yang beberapa bulan itu putus kini telah tersambung kembali. Meski semula sama-sama saling canggung namun kini pelan-pelan mereka telah mulai bercanda dan gila-gilaan kembali.

Dengan dalih ingin mengambil barang milik Meme yang masih dibawa oleh Koko, pada tanggal 15 April 2013 Meme mengajak Koko untuk bertemu ditempat favorit mereka ketika berjumpa. Sebenarnya Meme ingin mengungkapkan isi hatinya namun karena dia tak kuasa untuk itu akhirnya dia memutuskan update status dengan ungkapan hanya cinta, yang membuatku bertahan disini menunggu dirimu. Saat menulis status itu, Meme sedang menunggu si Koko yang tengah menjalankan ibadah. Koko yang selalu melihat statusnya Meme, setelah selesai menjalankan ibadah mendapati status itu. Setibanya Koko kembali ditempat mereka bertemu, tanpa ba bi bu dia langsung menanyakan kepada Meme tentang maksud dia dengan menuliskan status seperti itu.
Yaa itu... Bisa membaca sendiri kan mas? Yaa seperti itu maksudnya” ungkap Meme dengan sedikit tersenyum malu.
Iya, maksudnya ditujukan kepada siapa status itu?”, tanya Koko yang takut kecewa karena terlalu ke-Ge-eR-an menganggap status itu ditujukan kepadanya.
Lha ini tadi mas tahu sendiri kan barusan aku sedang menunggu siapa?”, jawab Meme meyakinkan.
Aku?”, Koko masih belum percaya dengan kenyataan itu.
Meme hanya tersenyum saja seraya mengiyakan pertanyaan Koko dan langsung disambut dengan simpul senyum seorang Koko.
Sekarang begini dek, kamu sudah tahu perasaanku seperti apa kepadamu, tidak perlu kuulangi kembali apa yang ada didalam hatiku, jadi sudikah kiranya kita menyatukan hubungan kita?”, tambah Koko.
Terlihat Meme masih menarik nafas panjang untuk memberikan jawaban dan akhirnya sebuah ungkapan terucap, “yaa... (Meme terlihat berhenti sejenak kemudian melanjutkan berucap) kita jalani bersama ya mas.”

Sontak hal tersebut membuat si Koko teriak kegirangan didalam hati. Dia tidak bisa menyembunyikan kegembiraannya dengan senyum yang terus terkembang. Usahanya selama ini untuk mendapatkan hati Meme akhirnya membuahkan hasil. Demi sebuah keyakinan dia terus menjaga perasaan cintanya terhadap Meme meski berulang kali mendapat penolakan. Satu hal yang dia pegang teguh dalam dirinya, sebuah batu besar yang kuat dan kokoh manakala setiap hari terkena tetes air hujan, maka sedikit demi sedikit akan berlubang juga. Apalagi hati ini yang tak bertulang, dengan keteguhan cinta pada diri seseorang, akhirnya akan dapat meluluhkannya juga. Sebagai prasasti ikrar cinta suci mereka, mereka sama-sama update status dengan kalimat kuawali hubungan ini dengan bismillah.

Hari demi hari mereka lalui bersama. Susah senang, tangis tawa membuat mereka kian menyatu. Banyak cerita indah yang mereka ukir bersama. Pada awal hubungan mereka, Koko berusaha untuk menjaga keromantisan hubungan mereka. Setiap pagi, Koko mengucapkan I love you dengan berbagai bahasa yang ada didunia ini serta SMS merupakan ritual wajib yang harus dilakukan setiap hari untuk menjaga komunikasi satu sama lain, paling tidak untuk menanyakan keberadaan atau kabar satu sama lain.

Pernah suatu ketika menjelang Meme ulangtahun, Koko ingin melakukan sesuatu hal yang usil. Dibuatnya Meme seperti membuat kesalahan sehingga terkesan Koko menjadi marah sekali kepadanya. Berhari-hari Koko tidak menghubunginya sehingga Meme kelabakan untuk meminta maaf kalau-kalau telah melakukan suatu kesalahan. Namun keputusan Koko telah bulat untuk jail kepada Meme. Semua telpon, SMS dan komentarnya disitus jejaring sosial dari Meme tidak digubris hingga tiba hari ulangtahunnya. Untuk membuat Meme kian panik, jika biasanya ia adalah orang pertama yang mengucapkan selamat ulangtahun, ia sengaja untuk tidak mengucapkan itu hingga petang menjelang. Ketika matahari mulai kembali ke peraduan, Koko pun menelpon Meme untuk mengucapkan selamat ulangtahun serta memberitahu bahwa Koko telah menyimpan sebuah video ucapan selamat ulangtahun pada salah satu folder tersembunyi di laptop milik Meme tanpa sepengetahuannya. Kontan Meme melting dibuatnya serta langsung speechless setelah melihat video tersebut.

Layaknya dua sejoli yang sedang memadu kasih, berbagai destinasi telah mereka sambangi untuk kian mempererat hubungan mereka. Dimulai dari rumah makan, pantai, bioskop, serta tempat-tempat lain yang membuat hubungan mereka kian harmonis dan terpenting juga membuat hubungan mereka dengan Tuhannya kian harmonis. Koko yang miskin pengalaman tentang dunia percintaan itu menjadi kaya setelah mengenal dan belajar banyak dengan Meme.

Klise memang sebuah ungkapan bahwa roda itu berputar, begitu juga yang terjadi pada hubungan mereka. Gelora asmara yang mereka jaga selama ini harus kandas karena menganggap Koko masih mengingat wanita lain yang sempat singgah dihatinya. Padahal, semenjak keberadaan Meme, hanya dialah yang ada dihatinya serta yang dapat mengalihkan dunianya. Berbagai cara telah Koko lakukan untuk mempertahankan hubungan mereka namun karena cemburu buta itu membuat cinta Koko kembali bertepuk sebelah tangan.

Berhari-hari Meme berusaha menghindar dari Koko dengan tidak membalas segala SMS, telpon, komentar di situs jejaring sosial bahkan tidak sudi untuk diajak bertemu. Karena merasa tidak dianggap lagi, dengan emosional Koko mengirimkan SMS dengan nada tinggi meminta kejelasan tentang hubungan mereka. Seperti yang sudah ditebak, Meme memutuskan untuk mundur dari hubungan mereka karena sudah tak sanggup menahan sesuatu yang telah membebani pikirannya. Satu hal yang disesalkan oleh Koko adalah Meme tidak pernah berusaha membicarakan masalah itu dengan baik-baik dan justru menghindarnya darinya. Paling tidak, jika dibicarakan dengan baik, akan lebih berakhir manis. Dalam hati, apabila dimulai dengan suatu hal baik, seharusnya kalau diakhiri pun juga harus dengan baik pula. Laksana peribahasa, datang tampak muka pergi tampak punggung.

Semula Koko belum bisa begitu saja melepaskannya sehingga membuatnya terus berusaha memperbaiki hubungannya biar bagaimanapun juga caranya. Betapa terpukul Koko kala itu. Namun Koko kian terpukul ketika selang beberapa hari setelah hubungan mereka kandas, ia mendapati Meme telah memberikan kesempatan kepada lelaki lain untuk singgah dihatinya. Bak tersambar petir disiang bolong, Koko yang semula belum rela melepas Meme kini telah angkat tangan dan mengibarkan bendera putih untuk mempertahankan cinta suci mereka. Sekarang semuanya sudah jelas, terlepas dari alibi bahwa Koko masih memiliki hati dengan wanita yang dahulu sempat dipuja-puja Koko, keberadaan orang itu telah menjawab semuanya. Koko berusaha memasukkan energi positif pada dirinya agar segera dapat move on dari meme. Satu hal yang muncul pada dirinya, setiap orang mempunyai kapasitas muatan sendiri-sendiri, tidak dapat dipaksakan untuk mengangkut diatas kemampuannya. Begitu juga dengan memikirkan hubungannya dengan Meme. Jika memang tidak dapat dipertahankan hubungan mereka, maka Koko berusaha mengambil muatan lain yang dapat dia angkut.

Dimana ada pertemuan, maka disitu pasti ada perpisahan. Dimana awal pasti ada akhir. That’s  our cycle of life. Ketika akhir sebuah perjalanan akan menjadi awal perjalanan yang lain dan sebuah perpisahan akan menjadi pertemuan dengan sesuatu hal yang baru, and that’s more about our life. Didalam hidup, banyak orang yang datang dan pergi. Tuhan telah menjumpakan kita dengan orang-orang yang Dia telah gariskan dalam catatan takdir. Mereka pun datang silih berganti. Ada yang melintas dalam segmen singkat, ada yang sangat membekas dihati seseorang. Ada yang telah lama berjalan beriringan tetapi tak disadari arti kehadirannya. Ada pula yang begitu jauh dimata namun penampakannya melekat dihati. Semua orang yang pernah singgah dalam hidup kita bagaikan kepingan puzzle yang saling melengkapi dan membentuk gambaran kehidupan. Maka, sudah fitrah bila ada pertemuan pasti ada perpisahan.


Selasa, 14 April 2015 0 komentar

BISAKAH AKU?

BISAKAH AKU?

Oleh : Mohammad Khadziqun Nuha



Sudah menjadi suatu keniscayaan manakala mahasiswa semester akhir yang sedang menempuh pendidikan di Perguruan Tinggi  itu diharuskan untuk menunaikan tugas akhir sesuai jenjang pendidikan yang kita tempuh. Kalau kita mengenal skripsi untuk tingkat sarjana, tesis merupakan menu bagi mereka yang sedang menempuh gelar magister serta disertasi adalah yang perlu kita lahap apabila ingin mulus memperoleh gelar doctor. No matter what our majors is, hukumnya adalah fardhu ‘ain mugholadhoh  untuk menyelesaikan karya-karya ilmiah kita itu agar ijazah berada ditangan.

Dengan tertatih-tatih kulalui skripsi meski hati ini merasa belum puas dengan hasilnya karena belum total. Kumulai mengerjakan skripsi dengan konflik batin yang banyak menguras pikiranku. Namun akhirnya aku dapat bangkit pada saat yang tepat berkat sebuah motivasi. Ya, bagiku motivasi ibarat sebuah makanan yang digantungkan sejauh tujuh centimeter didepan wajah keledai yang sedang kelaparan. Meski dengan kemampuan terbatas, keledai tersebut akan berlari dengan tenaga tersisa untuk mencoba meraih tujuan, karena apa? Ya, motivasi. Motivasi untuk meraih makanan yang begitu nyata, bukan bayangan semu, bukan fatamorgana yang hanya memberikan harapan fana’.

Kini, ketika tesisku berada didepan mata atau bahkan telah kutabuh genderang perang untuk itu sekarang, konflik batin serupa menghinggapi. Laksana telah jatuh, tertimpa tangga, kejatuhan genteng, masih pula kejatuhan orang yang berada diatas kita. Sempurna sudah keterpurukanku pada lembah kerisauan hati terdalam. Inilah pukulan berapi mematikan yang telah menghempaskanku pada kanvas ring kehidupan. Hiperbola memang, namun inilah realitas yang harus kuhadapi kini.

Memang tak sepatutnya aku menyalahkan Tuhan yang telah memberikan cobaan kepadaku seberat ini. Kuyakin, Tuhan memberikan semua cobaan ini karena Dia Maha Mengetahui sejauh mana batas kemampuanku serta Sang Maha Adil itu tidak akan meninggalkan umat-Nya manakala kita selalu mendekatkan diri kepada-Nya. Dia memberi cobaan kepadaku, karena Dia Maha Mengetahui kalau aku dapat mengatasinya serta ingin mendidikku lebih dewasa. Tak sepantasnya pula aku terus mengeluh dan tak berbuat apa-apa. Tapi bisa apa aku? Bisa apa aku jika telah setengah hati untuk menjalaninya? Bisa apa aku jika tanpa semangat?

Sebenarnya tidaklah sulit menyelesaikan tugas akhir ini. Apa susahnya HANYA mengumpulkan data, mereduksi data, menganalisanya lalu membuat kesimpulan. Sungguh itu bukan merupakan suatu kegiatan yang sulit manakala mood ini stabil. Proposal tesis kemarin kukerjakan dengan terseok-seok dengan segala intrik yang mengiringi. Pun pula pada saat ujian proposal tesis berjalan dengan tidak penuh semangat. Terlebih, beberapa hari menjelang pengumpulan revisi proposal tesis kemarin, temanku menantang untuk menggunakan bahasa internasional yang berasal dari negaranya Ratu Elizabeth untuk menulis tesis. Ntah apa yang ada dipikiranku kala itu sehingga aku mengiyakan begitu saja challenge itu. Kini, hatiku kian tak yakin apakah aku dapat menyelesaikannya dengan mudah.

Meminjam teori motivasi yang dikembangkan oleh Abraham H. Maslow yang menyebutkan bahwa manusia mempunyai lima tingkat atau hierarki kebutuhan, yakni physiological needs, safety needs, love needs,  esteem needs dan self actualization. Kebutuhan-kebutuhan itu diklasifikasikan dengan skala prioritas sehingga muncul kebutuhan primer, sekunder dan tersier. Jika dihubungkan dengan teori motivasi tersebut, dalam hal ini aku masih membutuhkan sebuah driving force yang dapat menggerakkanku untuk menyelesaikan tesis dengan penuh semangat. Layaknya sebuah pikiran yang membutuhkan makanan pikiran.' Hati, jiwa dan pikiran memerlukan nutrisi batin seperti tubuh membutuhkan makanan yang bergizi. Teori Maslow tentang motivasi ini secara mutlak menunjukkan perwujudan diri sebagai pemenuhan (pemuasan) kebutuhan yang bercirikan pertumbuhan dan pengembangan individu. Perilaku yang ditimbulkannya dapat dimotivasikan oleh orang lain dan diarahkan sebagai subjek-subjek yang berperan. Dorongan yang dirangsang ataupun tidak, harus tumbuh sebagai subjek yang memenuhi kebutuhannya masing-masing yang harus dicapainya dan sekaligus selaku subjek yang mencapai hasil untuk sasaran-sasaran yang telah kucanangkan.

CAN I FINISH THIS THESIS EASILY? WITHOUT MOTIVATION OR MOTIVATOR OR SOMETHING LIKE THAT, I CAN’T SURELY SAY THAT !!!


Rabu, 08 April 2015 0 komentar

(MASIH!) DI SANTA MARIA.

(MASIH!) DI SANTA MARIA.

Oleh : Mohammad Khadziqun Nuha



Pagi ini begitu cerah, mentari bersinar dengan terang menyapa tiap anak adam dan hawa yang sedang beraktivitas dikotaku tercinta, Tulungagung. Hal ini begitu contrast dengan suasana dibeberapa wilayah dikotaku sore kemarin ketika kudapati berdasarkan pantauan langsung disosial media (termasuk fanpage facebook dimana aku bertindak sebagai Admin. Maaf, aku tidak menyebut Kacamata Tulungagung) bahwa beberapa titik mengalami hujan yang sangat lebat bahkan menyebabkan banjir hingga setinggi 1 meter. On the other hand, matahari yang bersinar pagi ini sejalan dengan slogan kota marmer ketika aku masih kecil yakni bersinar. (Hah? Bersinar? Slogan bersinar itu kan artinya bersih, sehat, indah dan menarik kan? Lalu dimana letak kemiripannya dengan suasana pagi ini? Anu, nah kan sama-sama memakai kata bersinar jadi dalam konteks ini sama dong. Iya dong? Iya kan? Bener dong? Bener kan? Hallaaah... iyain aja napa buat nyenengin satu penulis amatiran ini yaa para pembaca. Toh, ini kenapa jadi ribet-ribet amat cuman masalah satu kata bersinar saja, amat aja ngga ribet kok. Tapi bersinar bukannya itu yaa... Anak itu pandai bersinar lidah. #Theeetttt... Bersilat!)

Back to the topic,  pagi ini merupakan hari terakhirku menjadi pengawas tryout Ujian Sekolah tingkat Kabupaten di SDK Santa Maria. Bergegas kukendarai kuda besiku karena jam handphoneku sudah menunjukkan pukul enam lebih empat puluh tujuh menit. Dengan perjalanan sekitar dua belas menit akhirnya aku tiba di Sekolah Katolik tersebut. Betapa tercengangnya aku ketika memasuki gerbang sekolah ternyata para siswa sudah masuk kelas untuk beribadat pagi. Pikirku, wah sudah terlambat ini sepertinya aku. Tapi apa yang kudapati? Ternyata masih seorang guru wanita yang merupakan tetangga desaku yang telah duduk manis di aula itu. Ah, sepertinya aku terlalu pagi lagi ini, besok berangkat agak siang saja (Eh iya deng, besok kan sudah habis tryout-nya). Selang beberapa menit kemudian, beliau-beliau tiba di aula itu.

Salah seorang karyawan sekolah datang ke aula itu membawa lima set soal dan lembar jawaban siswa beserta ID card dan absensi kami. Dalam hatiku, dimana Bu Vincent, Sang Kepala Sekolah itu? Biasanya beliau sendiri yang mengantar piranti-piranti tersebut. Ah yasudahlah, agar tidak boring kuabadikan saja lah lukisan St. Louise de Marrilac, ID Card-ku dan beberapa tempat permen itu sembari mencoba kamera handphone-ku apakah masih berfungsi untuk narsis-narsis nantinya. Unik juga tempat permen ini, yang satu terbuat dari tempat kue yang diberi hiasan dan diatasnya diberi patung santaclaus serta satunya lagi terbuat dari botol bekas warna hijau salah satu softdrink berinisial sprite (Ops... Keceplosan) yang diberi resleting.

Beberapa saat setelah karyawan sekolah itu meninggalkan aula, akhirnya tarraaaa... Bu Vincent datang dengan simpul senyum keramah tamahan sambil menjabat tangan kami satu persatu seraya mengucapkan selamat pagi.
Dos pundi anak-anak disekolah kami bapak ibu, apakah nakal?”, tanya Bu Vincent kepada kami untuk memecahkan keheningan.
Mboteeen”, Jawab kami serempak.
Malah cenderung bagus secara mayoritas meski terdapat satu dua yang memang...”, ungkap salah satu guru yang diikuti tawa kecil semua orang yang berada di tempat itu.
Iya wajar. Di semua sekolah juga ada yang seperti itu”, guru yang lain menimpali.
Kalau saya justru tertarik dengan pembiasaan di sekolah ini bu. Ketika berdoa semua anak dengan kusyuk melakukannya tidak ada yang gaduh, bermain atau berbicara sendiri (eh, berbicara dengan temannya maksudnya, nanti dikira radak miring berbicara sendiri). Bagaimana caranya agar dapat seperti itu?” tanyaku penasaran.
Sebenarnya sama saja dengan sekolah lain pak dalam hal pembiasaan. Pembiasaan dilaksanakan setiap hari dengan bimbingan guru dengan waktu yang tidak sebentar. Biasanya kami berdoa menggunakan bahasa Inggris dengan diiringi lagu terlebih dahulu. Sebenarnya itu juga lagu rohani. Saya kira sama di sekolah lain juga seperti itu, namun cara berdoanya yang berbeda. Semula, waktu mereka di kelas bawah, ketika berdoa mereka diminta untuk memejamkan mata agar lebih kusyuk berdoa. Sempat ada anak yang menyeletuk, lhoh anak-anak diminta memejamkan mata itu kok ibu guru tidak? Ibu guru tidak berdoa? Lalu guru tersebut berkata bahwa ibu  guru ingin melihat siapa yang tidak berdoa dengan sungguh-sungguh”, Bu Vincent menjelaskan sembil sesekali menoleh kepadaku yang duduk disampingnya.
Intinya, kami berusaha membimbing mereka dengan baik dan tidak segan untuk menegur siswa yang tidak serius dalam berdoa”, tambah beliau.
Tapi saya salut, di instansi saya belum bisa berdoa seperti itu”, kataku dan bu Vincent hanya tersenyum.
Lalu, ketika saya menunggu di salah satu ruang kemarin ada yang kelahiran Amerika ya bu?”, tanya salah seorang pengawas.
Iya, jadi ada dua anak yang lahir di Amerika serta satu keturunan Jerman. Anaknya cantik namanya kalau tidak salah putri (dalam hatiku, apakah anak yang duduk paling depan yang ruangannya kutunggu kemarin ya?)”, jawab Bu Vincent.
Bapak ibu... (sambil melihat jam tangannya) sudah pukul 07.45, saya akan akan membunyikan bel, silakan bapak ibu bersiap-siap...” Ungkap bu Vincent sembari mohon izin kepada kami untuk meninggalkan tempat.


Setelah bel berbunyi, kami semua segera menuju ruang yang telah ditentukan. Aku dan partner-ku kebetulan hari ini menjaga ruang 01. Setelah para siswa berbaris dengan rapi didepan kelas, kami persilakan untuk masuk. Kuminta salah seorang dari mereka untuk memimpin berdoa. Benar saja, mereka mengawali dengan kidung suci ungkapan terimakasih kepada Tuhan atas nikmat yang telah diberikan pagi ini dan malam kemarin lalu mereka baru berdoa agar diberikan kelancaran dalam mengerjakan tryout. Terakhir, sang komandan doa yang dengan menggunakan suara berat itu memberi aba-aba...
“Stand up please!”
“Greeting please!”, sang komandan memberikan aba-aba.
Good morning Ma’am, Good Morning Sir”, ungkapan salam seluruh kelas dengan serempak.
Good morning to you all. How are you today?” jawabku.
I am fine. Thank you. And you?”, respon mereka dengan serempak.
I am great. Sit down please!”, pintaku dan diikuti mereka duduk dengan bersama-sama.
Setelah ini kami akan membagikan soal dan LJK, silakan diisi identitas masing-masing dengan benar (semoga mereka paham maksudku dan tidak mengisi kolom nama, tanggal lahir, nomor ujian, tandatangan dan tanggal dengan kata benar, benar dan benar)”, imbuhku.

Bel berbunyi satu kali pertanda mereka telah diperkenankan untuk memulai mengerjakan. Dan kami para pengawas untuk mengusir rasa jenuh dengan mengisi berita acara dan absensi siswa. Setelah itu, menjadi pengawas itu syaratnya hanya butuh satu hal, BETAH DUDUK SELAMA DUA JAM. Tapi bagiku, cara yang ampuh untuk mengusir rasa boring yang mulai menghinggapi adalah dengan cara mengeluarkan selembar kertas ukuran A4. Bukan mau membuat origami berupa pesawat terbang atau burung namun ingin membuat sketsa tulisan tangan coretan yang kuposting ini, yang nantinya tinggal mengetik ulang dilaptop. Sekali dayung, dua tiga pulau terlewati. Sekali waktu, sembari menunggu tryout juga mendapat bahan untuk kuposting nantinya.

Hari ini adalah mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam, suatu mata pelajaran yang menurut sebagaian siswa menjadi momok, selain matematika tentunya. Namun pemandangan berbeda kudapati pada kelas itu. Jam dinding masih menunjukkan tiga puluh menit setelah tryout dimulai, nampaknya hampir semua siswa telah selesai mengerjakan. Dan tiga puluh menit kemudian, kutanya kepada mereka.
Have you all guys finished your work?
Yes, Sir”, jawab mereka serempak (dalam hatiku, oh my Lord...).
Please recheck your identity and your answer sheet. Make sure that those are correct!

Beberapa dari mereka mengiyakan ungkapanku dengan segera mengambil lembar jawaban mereka dan menelitinya kembali. Sedang aku, melihat identitas mereka yang ditempel pada sebuah map, dan kudapati suatu hal yang menarik perhatianku. Dialah gadis semi oriental yang duduk pada bangku kedua tepat didepanku (but please... Jangan mengira aku ini pedofil sebelum membaca ini hingga akhir).
“Angelline Wijaya?”, sapaku dengan menatap gadis itu.
“Hmm...”, gadis yang terlihat seperti keturunan Tiongkok itu menunjukkan ekspresi kebingungan.
Are you Angelline Wijaya?”, tanyaku memperjelas.
Yes, Sir.” jawabnya lirih.
When you were child, did you stay in United States?”, tanyaku penasaran setelah melihat tempat tanggal lahirnya di identitasnya.
 “Yes, Sir”, ia mengiyakan pertanyaanku.
Which state was that?”, pertanyaan lanjutanku.
Oklahoma”, jawaban lanjutannya pula.
So, when did you move to Indonesia?”, tanyaku penasaran
When I was fifth years old”, katanya memperjelas.

Jadi, dialah yang diceritakan bu Vincent tadi yang merupakan siswa yang dilahirkan di Amerika. Ternyata sejak usia lima tahun dia telah tinggal di Indonesia dan tentunya sekarang telah mahir menggunakan bahasa Indonesia. Baru kuingat, dia pula lah yang kemarin yang memulai menyapa dan berjabat tangan denganku ketika aku melintasi siswa-siswa yang bercengkrama di depan kelas sehingga diikuti teman-temannya yang lain. Ya, Angelline Wijaya.

Lima menit menjelang bel pertanda ujian berakhir berbunyi aku memberikan isyarat bahwa jika mereka telah selesai meneliti ulang jawaban dan identitasnya, silakan lembar soal dan LJK untuk ditaruh ditepi meja dengan dipisahkan. Setelah bel berbunyi, kuminta “komandan doa” untuk memimpin berdoa kembali. Sekali lagi kulihat rona kekusyukan pada wajah mereka. Ya, doa merupakan bahasa komunikasi dengan Tuhan. Apabila kita serius memohon kepada-Nya niscaya Dia akan mengabulkan apapun doa kita. Ntah itu segera maupun kelak, bahkan mungkin kelak setelah kehidupan ini  berakhir.
Thankyou sir, good bye sir, thankyou ma’am, good bye ma’am”, greeting dari mereka secara serempak.

Yes, you’re welcome, good bye and you all guys may leave this room” jawabku belagu ngga mau kalah dengan mereka menggunakan bahasa linggis, eh Inggris.
 
;