MENDIDIK MERUPAKAN SENI MERAIH AMAL JARIYAH
Oleh : Mohammad Khadziqun Nuha
Dalam tulisan kali ini, penulis juga akan mencoba menyajikan
sebuah cerita fiktif. Ya! Anggap saja ini sebuah cerita fiktif agar pembaca
tidak berfikiran macam-macam tentang kisah ini. Berikut ini merupakan cerita
sederhana yang mungkin sudah dapat tertebak alur ceritanya yang bahkan apabila
kita belum selesai membacanya.
Alkisah terdapat sebuah acara besar yang menghadirkan para
pemuda-pemudi di suatu aula besar di sebuah kota kecil, sebut saja kota kecil
itu bernama Tulungagung. Pada aula yang terhitung cukup besar itu penuh sesak
dihadiri para hadirin yang berharap mendapatkan motivasi dan inspirasi dari
acara tersebut. Mereka begitu antusias menghadiri acara tersebut karena dijadwalkan
akan dihadiri tiga tokoh yang brillian dan cukup berpengaruh di kota tersebut.
Mereka adalah orang-orang yang dilahirkan dan menghabiskan masa kecil mereka di
kota tersebut dan telah sukses pada karir mereka masing-masing.
Moderator membuka acara tersebut dengan penuh energik
sehingga membuat atmosfir didalam aula itu kian bersemangat. Setelah
berbasa-basi menjelaskan tentang acara tersebut kepada hadirin, Sang Moderator
langsung menghadirkan ketiga pembicara tersebut ke atas panggung disambut riuh
tepuk tangan para hadirin. Sesaat kemudian, moderator memaparkan biodata
masing-masing narasumber serta dilanjutkan pada sensi penyampaian pengalaman
mereka yang inspiratif.
Orang pertama, adalah seorang profesor yang mengajar
disalah satu Perguruan Tinggi ternama dan kelas wahid di negeri ini.
Beliau adalah lulusan kampus terkenal di Negeri Paman Sam, semua karya
ilmiahnya menjadi rujukan bagi siapapun pencari ilmu di negeri ini, tidak
terhitung berapa jurnal internasional yang ditorehkannya, belum lagi sekian
banyak tulisannya yang dipublish disurat kabar nasional maupun
internasional, menerbitkan banyak buku serta sering muncul di acara televisi.
Namun Sang Profesor tidak selamanya dalam trend positif dalam meniti
karir, banyak lika-liku kehidupan yang harus dia lalui hingga meraih gelar
profesor tersebut. Beberapa kali beliau terjatuh namun berkat motivasi yang ada
di kota Tulungagung tersebut, dia mampu bangkit hingga kini. Pemaparan profesor
tersebut yang menggugah semangat peserta acara tersebut membuat semua orang
terpesona. Profesor tersebut menyebutkan bahwa kota Tulungagung lah sumber
inspirasi untuk meraih title-nya saat ini. Seluruh isi aula bertepuk
tangan riuh mendengar bahwa masa kecil dan sekolah Sang Profesor dihabiskan di
kota tersebut.
Giliran pembicara kedua, beliau adalah seorang
politikus ternama serta pemimpin salah satu partai pemenang pemilu di negeri
ini. Berita tentangnya sering dimuat di seluruh surat kabar dan televisi
nasional. Berbeda dengan pejabat lain yang cenderung mengabarkan sisi
negatifnya, beliau ini lebih banyak berita positifnya. Beliau adalah contoh
politikus yang berbudi dan peduli dengan orang kecil dan semua orang di negeri
ini mengenalnya. Layaknya pembicara pertama, beliau juga mengalami jatuh bangun
dalam hidupnya, beliau pernah difitnah, pernah dituduh oleh lawan politiknya,
intrik politik dan lain sebagainya. Namun beliau selalu mengingat suatu nasehat
semasa kecil agar tidak berhenti untuk berbuat baik, walhasil beliau menjadi politikus yang tangguh,
jujur serta bermental baja. Karirnya melesat cepat bak anak panah yang
meninggalkan busurnya. Sorak sorai serta tepuk tangan dari para peserta
kian ramai terdengar.
Kini, saatnya pembicara ketiga untuk naik keatas podium.
Beliau adalah pengusaha yang memiliki banyak aset dan cabang perusahaan di
negeri ini. Perusahaannya ada dimana-mana dan salah satunya ada di kota
Tulungagung. Beliau memberikan jalan rizqi bagi banyak orang dan membuka banyak
lapangan pekerjaan untuk mengentaskan begitu banyak pengangguran di negeri ini.
Pengusaha paruh baya ini terkenal dermawan dan baik hati. Berulang kali dia
jatuh, bangkrut, ditipu dan gulung tikar tetapi lebih sering dan tidak pernah
berhenti untuk bangkit. Mendengar kisah hidup extraordinary dari
pengusaha sukses yang memiliki banyak tambang ini sejenak seisi aula mendadak
hening dan terpukau dengan cara beliau menuturkan rangkaian cerita perjalanan
hidupnya kemudian ramai disambut dengan standing applause dari para
peserta yang memenuhi aula tersebut. Sang Pengusaha yang mengenakan cincin akik
yang begitu mengkilat itu menyebutkan bahwa ketika dia sedang terpuruk, kota
tersebut merupakan sumber motivasi dan inspirasi dengan kenangan semasa kecil
dan kenangan saat dia bersekolah dahulu.
Ketiga pembicara telah bercerita tentang pengalaman mereka
masing-masing dan semua cerita mereka sangat memotivasi dan menginspirasi
siapapun yang mendengarkannya. Nampaknya sesi tanya jawab sudah akan dibuka,
beberapa peserta acara tersebut sudah bersiap mengangkat tangan, tidak sabaran
untuk menanyakan segala sesuatu yang berkecamuk dibenak mereka namun entah
kenapa Sang Moderator tiba-tiba berkata, masih ada satu pembicara yang harus
didengarkan. Aula pun terdiam, menatap panggung terbayang sosok inspiratif seperti
apa lagi yang akan dihadirkan Sang Moderator. Dari pintu belakang muncul seorang yang sudah sepuh, usianya
sekitar tujuh puluh tahun. Laki-laki yang beruban itu datang dengan pakaian
yang amat sederhana, mengenakan sandal jepit merk swallow dan memegang
tongkat. Bapak tua ini akan berbicara tentang apa?
Setiba diatas panggung, Sang Moderator pun dengan sopan
mempersilakan Bapak sepuh itu untuk menceritakan profesi dan pengalaman hidupnya selama ini.
Aula masih hening menunggu pemaparan dari Bapak tersebut. Bapak itu mengangguk
dan mulai bercerita namun tentunya tidak ”sehebat ” ketiga pembicara
sebelumnya. Beliau adalah seorang pensiunan guru SD, tinggal disebuah rumah
yang sederhana dan kesehariannya pun tidak ada kesan mewah. Beliau menjadi guru
sejak usia dua puluh tahun sejak lulus dari SPG (setara SMA). Jadi honorer
berpuluh-puluh tahun dan diangkat menjadi PNS sesaat menjelang akhir
pengabdianya. Beliau merupakan guru yang baik, mengajar tepat waktu dan peduli
terhadap semua peserta didiknya. Sekarang diusia yang tujuh puluhan ini dia
tinggal bersama istrinya yang sama sepuhnya. Putra-putri mereka telah dewasa
dan merantau ke daerah lain. Mereka menghabiskan masa pensiun mereka dengan
damai dan tentram.
Aula masih terdiam. Lantas apa point-nya? Apa hebatnya dari
Bapak sepuh ini? Dimana letak motivasi dan inspirasi dari Bapak yang sudah
memasuki masa senja-nya ini? Peserta saling toleh seraya gagal paham mengapa
Sang Moderator menghadirkan beliau. Pertanyaan itu tidak membutuhkan waktu lama
untuk dijawab ketika Sang Profesor bangkit dan mencium tangan Bapak itu,
diikuti Sang Politikus ulung itu yang mencium tangan beliau serta terakhir Sang
Pengusaha menangis terharu dan langsung memeluk dan mencium tangan Bapak itu.
Maka penjelasan segera terbuka. TERNYATA, Bapak inilah guru semasa
mereka masih mengenyam pendidikan di Sekolah Dasar di kota tersebut, masa
kanak-kanak yang penting yang menanamkan budi luhur, kerja keras, dan semangat
belajar yang tinggi serta pantang menyerah. Sang Politikus berkata pelan,
“Setiap saya ingin berhenti menjadi politikus, saya selalu ingat nasehat guru
saya dahulu. Beliau bilang, kita tidak boleh berhenti berbuat baik hanya karena
satu dua masalah.”. Bapak tersebut lah yang selalu tanpa bosan terus-menerus mengucapkan
kalimat-kalimat yang selalu dikenang murid-muridnya.
Para pembaca yang baik budinya, anggap saja cerita ini
merupakan cerita fiksi meski sebenarnya diluar sana banyak sekali contoh nyata
dari hal tersebut (yang mungkin lebih mengharukan dari ini). Silakan mengambil
pelajaran terbaiknya, kita tak harus menjadi pengusaha sukses atau bahkan
presiden sekalipun untuk bermanfaat, memotivasi dan menginspirasi orang-orang
disekitar kita. Kita tidak pula harus menjadi orang yang bergelimang harta,
pengetahuan dan atau tahta untuk dapat membantu maupun memberikan jalan
kebaikan kepada orang lain. Bahkan guru SD yang akhirnya hanya menjadi pensiun
dalam kesederhanaan , beliau dapat menjadi kepingan mozaik indah dalam
kehidupan. Meskipun sejarah tidak akan mencatat keberadaannya, dia tetaplah
spesial dan istimewa. Sungguh kemuliaan tidak akan pernah tertukar barang
sesentipun. Jadilah apapun, bermanfaat dan berakhlak baik. Kitalah yang
menjalani hidup kita masing-masing.
Berbicara tentang guru SD, merupakan profesi mulia yang
sangat terkenang dihatiku. Bahkan dari sekian banyak guru dari semua jenjang
pendidikan yang kulalui, jenjang sekolah dasar merupakan yang paling berkesan
dibanding jenjang pendidikan yang lain (kukira itu juga berlaku bagi para
pembaca). Hal ini terbukti dengan kuingat semua nama guruku. Ketika kelas
satu, aku diajar oleh Almh. Ibu Titiek Rubiah (Teriring doa, Allahumaghfirlaha warhamha wa’afihi wa’fu ‘anha). Ibu Karwiji
mengajarku di kelas dua. Bapak Katimin merupakan wali kelasku di kelas
tiga. Sedangkan di kelas empat, seharusnya kelasku diampu oleh Ibu
Bakdiatin namun akhirnya digantikan Ibu Karwiji kembali. Kelas
lima, merupakan giliran Ibu Sulastri yang bertindak sebagai guru
kelasku. Di kelas enam, kelasku diajar oleh Ibu Pur yang seharusnya
telah menjadi nenek bagiku karena beliau juga merupakan guru dari ibuku ketika
masih SD dahulu. Untuk pelajaran olahraga, aku mengenal Bapak Eko dan
Ibu Lilik sebagai guru. Dan untuk mata pelajaran agama, Bapak
Asmu’an dan Ibu Anjar adalah guruku kala itu. Sungguh aku
membutuhkan waktu seumur hidupku jikalau aku ingin melupakan jasa dan petuah
beliau-beliau itu. Beliaulah yang berhasil mendidikku membaca, menulis, akhlak,
serta pengetahuan lainnya. Jasa mereka akan terukir manis dalam prasasti
hidupku.
Kini, selang sebelas tahun setelah aku meninggalkan jenjang
pendidikan sekolah dasar, dengan bangga aku dapat menasbihkan diri
sebagai salah satu bagian dari beliau-beliau semua sebagai guru bahasa inggris
dan beberapa mata pelajaran tambahan disalah satu Sekolah Dasar Islam di kota
ini. Honestly, tidak pernah terbayangkan didalam anganku untuk menjadi
pendidik. Ketika masih kecil ditanya orang-orang tentang apakah sebenarnya
cita-citaku nantinya, aku tidak secara mainstream menjawab aku ingin menjadi
guru, polisi, tentara dokter, insinyur, presiden, pilot, power rangers
atau bahkan khayalan yang umum bagi anak-anak jamanku dahulu, yakni
menjadi astronot. Tidak! Aku tidak pernah menjawab dengan profesi-profesi itu.
Aku hanya spontan menjawab jika aku sudah dewasa nanti aku ingin menjadi orang
yang berguna bagi nusa, bangsa, agama dan keluarga. Sempat orang
mencibirku bahwa cita-citaku itu adalah cita-cita yang abstrak, namun layaknya
lirik lagu anak dalam bahasa inggris yang berbunyi Que sera-sera, whatever
will be will be, the future’s not ours to see, Que sera-sera, dan aku pun
terus going with the flow dengan cita-cita yang masih belum tergambar
jelas dibenakku. Akhir-akhir ini aku sempat berfikir, inikah jalan Allah untuk
menjawab dan mengabulkan cita-citaku itu? Meski sempat membelok ke
Sekolah Kejuruan, akhirnya dijenjang Perguruan Tinggi aku kembali ke jalur
akademik yang sempat kutinggalkan. Layaknya peribahasa, banyak jalan menuju
Makkah, mungkin inilah jalanku untuk menggapai cita-cita sebagai orang
yang berguna bagi nusa, bangsa, agama dan keluarga.
Sebagai seorang pendidik, pintu gerbang beribadah sangat
terbuka lebar. Selain bekerja kita juga menambah saham untuk tabungan amal di akhirat
kelak. Tidak perlu penulis menghegemoni
pembaca dengan konsep ilmu yang bermanfaat itu merupakan amal
jariyah yang mana pahalanya terus mengalir dan tidak akan pernah terputus
jika ilmu yang kita sampaikan itu terus diamalkan atau bahkan diajarkan ke
orang lain. Tentunya pembaca lebih memahami dari pada panulis yang masih awam
tentang hal tersebut. Bayangkan! Sekali kita mengajarkan suatu ilmu ke satu
kelas, dan nantinya mereka mengajarkan ke orang lain dan orang lain itu juga
mengajarkan ke orang lain yang lain dan begitu seterusnya, tidak terbayang
kalkulasi pahala yang akan kita dapat ketika buku catatan amal nanti kita
terima di yaumul hisab.
Namun, ketika kita menjalankan profesi yang mulia ini perlu
meluruskan niat kita. Seharusnya kita dasari niat kita dengan rasa ikhlas tidak
berorientasi pada materi tetapi lebih kepada unsur kebermanfaatan bagi orang
lain. Ya! Ikhlas, suatu hal yang mudah ketika diucapkan namun apabila
dirasa-rasa lebih mendalam akan pedih juga sebenarnya. Bagiku, ikhlas itu
seperti surat al ikhlas dalam Al Qur’an. Menjadi nama surat namun tak
kita jumpai kata tersebut dalam bacaan surat itu. Karena kembali lagi, kalau
kita hanya berorientasi pada materi yang akan kita peroleh dari profesi kita (apapun
itu), ya sebatas itu yang akan kita dapat. Berbeda kalau kita lebih
mengedepankan aspek sense of usefullness atau countless blessings, penulis
jamin kita akan mendapat yang lebih dari itu. Jadi, marilah kita luruskan niat
dan sucikan hati untuk menjalankan apapun profesi kita. Keep fighting and
keep moving forward!
0 komentar:
Posting Komentar