Blue Fire Pointer
Jumat, 17 April 2015

MENDIDIK MERUPAKAN SENI MERAIH AMAL JARIYAH

MENDIDIK MERUPAKAN SENI MERAIH AMAL JARIYAH

Oleh : Mohammad Khadziqun Nuha



Dalam tulisan kali ini, penulis juga akan mencoba menyajikan sebuah cerita fiktif. Ya! Anggap saja ini sebuah cerita fiktif agar pembaca tidak berfikiran macam-macam tentang kisah ini. Berikut ini merupakan cerita sederhana yang mungkin sudah dapat tertebak alur ceritanya yang bahkan apabila kita belum selesai membacanya.

Alkisah terdapat sebuah acara besar yang menghadirkan para pemuda-pemudi di suatu aula besar di sebuah kota kecil, sebut saja kota kecil itu bernama Tulungagung. Pada aula yang terhitung cukup besar itu penuh sesak dihadiri para hadirin yang berharap mendapatkan motivasi dan inspirasi dari acara tersebut. Mereka begitu antusias menghadiri acara tersebut karena dijadwalkan akan dihadiri tiga tokoh yang brillian dan cukup berpengaruh di kota tersebut. Mereka adalah orang-orang yang dilahirkan dan menghabiskan masa kecil mereka di kota tersebut dan telah sukses pada karir mereka masing-masing.

Moderator membuka acara tersebut dengan penuh energik sehingga membuat atmosfir didalam aula itu kian bersemangat. Setelah berbasa-basi menjelaskan tentang acara tersebut kepada hadirin, Sang Moderator langsung menghadirkan ketiga pembicara tersebut ke atas panggung disambut riuh tepuk tangan para hadirin. Sesaat kemudian, moderator memaparkan biodata masing-masing narasumber serta dilanjutkan pada sensi penyampaian pengalaman mereka yang inspiratif.

Orang pertama, adalah seorang profesor yang mengajar disalah satu Perguruan Tinggi ternama dan kelas wahid di negeri ini. Beliau adalah lulusan kampus terkenal di Negeri Paman Sam, semua karya ilmiahnya menjadi rujukan bagi siapapun pencari ilmu di negeri ini, tidak terhitung berapa jurnal internasional yang ditorehkannya, belum lagi sekian banyak tulisannya yang dipublish disurat kabar nasional maupun internasional, menerbitkan banyak buku serta sering muncul di acara televisi. Namun Sang Profesor tidak selamanya dalam trend positif dalam meniti karir, banyak lika-liku kehidupan yang harus dia lalui hingga meraih gelar profesor tersebut. Beberapa kali beliau terjatuh namun berkat motivasi yang ada di kota Tulungagung tersebut, dia mampu bangkit hingga kini. Pemaparan profesor tersebut yang menggugah semangat peserta acara tersebut membuat semua orang terpesona. Profesor tersebut menyebutkan bahwa kota Tulungagung lah sumber inspirasi untuk meraih title-nya saat ini. Seluruh isi aula bertepuk tangan riuh mendengar bahwa masa kecil dan sekolah Sang Profesor dihabiskan di kota tersebut.

Giliran pembicara kedua, beliau adalah seorang politikus ternama serta pemimpin salah satu partai pemenang pemilu di negeri ini. Berita tentangnya sering dimuat di seluruh surat kabar dan televisi nasional. Berbeda dengan pejabat lain yang cenderung mengabarkan sisi negatifnya, beliau ini lebih banyak berita positifnya. Beliau adalah contoh politikus yang berbudi dan peduli dengan orang kecil dan semua orang di negeri ini mengenalnya. Layaknya pembicara pertama, beliau juga mengalami jatuh bangun dalam hidupnya, beliau pernah difitnah, pernah dituduh oleh lawan politiknya, intrik politik dan lain sebagainya. Namun beliau selalu mengingat suatu nasehat semasa kecil agar tidak berhenti untuk berbuat baik, walhasil  beliau menjadi politikus yang tangguh, jujur serta bermental baja. Karirnya melesat cepat bak anak panah yang meninggalkan busurnya. Sorak sorai serta tepuk tangan dari para peserta kian ramai terdengar.

Kini, saatnya pembicara ketiga untuk naik keatas podium. Beliau adalah pengusaha yang memiliki banyak aset dan cabang perusahaan di negeri ini. Perusahaannya ada dimana-mana dan salah satunya ada di kota Tulungagung. Beliau memberikan jalan rizqi bagi banyak orang dan membuka banyak lapangan pekerjaan untuk mengentaskan begitu banyak pengangguran di negeri ini. Pengusaha paruh baya ini terkenal dermawan dan baik hati. Berulang kali dia jatuh, bangkrut, ditipu dan gulung tikar tetapi lebih sering dan tidak pernah berhenti untuk bangkit. Mendengar kisah hidup extraordinary dari pengusaha sukses yang memiliki banyak tambang ini sejenak seisi aula mendadak hening dan terpukau dengan cara beliau menuturkan rangkaian cerita perjalanan hidupnya kemudian ramai disambut dengan standing applause dari para peserta yang memenuhi aula tersebut. Sang Pengusaha yang mengenakan cincin akik yang begitu mengkilat itu menyebutkan bahwa ketika dia sedang terpuruk, kota tersebut merupakan sumber motivasi dan inspirasi dengan kenangan semasa kecil dan kenangan saat dia bersekolah dahulu.

Ketiga pembicara telah bercerita tentang pengalaman mereka masing-masing dan semua cerita mereka sangat memotivasi dan menginspirasi siapapun yang mendengarkannya. Nampaknya sesi tanya jawab sudah akan dibuka, beberapa peserta acara tersebut sudah bersiap mengangkat tangan, tidak sabaran untuk menanyakan segala sesuatu yang berkecamuk dibenak mereka namun entah kenapa Sang Moderator tiba-tiba berkata, masih ada satu pembicara yang harus didengarkan. Aula pun terdiam, menatap panggung terbayang sosok inspiratif seperti apa lagi yang akan dihadirkan Sang Moderator. Dari pintu belakang  muncul seorang yang sudah sepuh, usianya sekitar tujuh puluh tahun. Laki-laki yang beruban itu datang dengan pakaian yang amat sederhana, mengenakan sandal jepit merk swallow dan memegang tongkat. Bapak tua ini akan berbicara tentang apa?

Setiba diatas panggung, Sang Moderator pun dengan sopan mempersilakan Bapak sepuh itu untuk menceritakan  profesi dan pengalaman hidupnya selama ini. Aula masih hening menunggu pemaparan dari Bapak tersebut. Bapak itu mengangguk dan mulai bercerita namun tentunya tidak ”sehebat ” ketiga pembicara sebelumnya. Beliau adalah seorang pensiunan guru SD, tinggal disebuah rumah yang sederhana dan kesehariannya pun tidak ada kesan mewah. Beliau menjadi guru sejak usia dua puluh tahun sejak lulus dari SPG (setara SMA). Jadi honorer berpuluh-puluh tahun dan diangkat menjadi PNS sesaat menjelang akhir pengabdianya. Beliau merupakan guru yang baik, mengajar tepat waktu dan peduli terhadap semua peserta didiknya. Sekarang diusia yang tujuh puluhan ini dia tinggal bersama istrinya yang sama sepuhnya. Putra-putri mereka telah dewasa dan merantau ke daerah lain. Mereka menghabiskan masa pensiun mereka dengan damai dan tentram.

Aula masih terdiam. Lantas apa point-nya? Apa hebatnya dari Bapak sepuh ini? Dimana letak motivasi dan inspirasi dari Bapak yang sudah memasuki masa senja-nya ini? Peserta saling toleh seraya gagal paham mengapa Sang Moderator menghadirkan beliau. Pertanyaan itu tidak membutuhkan waktu lama untuk dijawab ketika Sang Profesor bangkit dan mencium tangan Bapak itu, diikuti Sang Politikus ulung itu yang mencium tangan beliau serta terakhir Sang Pengusaha menangis terharu dan langsung memeluk dan mencium tangan Bapak itu. Maka penjelasan segera terbuka. TERNYATA, Bapak inilah guru semasa mereka masih mengenyam pendidikan di Sekolah Dasar di kota tersebut, masa kanak-kanak yang penting yang menanamkan budi luhur, kerja keras, dan semangat belajar yang tinggi serta pantang menyerah. Sang Politikus berkata pelan, “Setiap saya ingin berhenti menjadi politikus, saya selalu ingat nasehat guru saya dahulu. Beliau bilang, kita tidak boleh berhenti berbuat baik hanya karena satu dua masalah.”. Bapak tersebut lah yang selalu tanpa bosan terus-menerus mengucapkan kalimat-kalimat yang selalu dikenang murid-muridnya.

Para pembaca yang baik budinya, anggap saja cerita ini merupakan cerita fiksi meski sebenarnya diluar sana banyak sekali contoh nyata dari hal tersebut (yang mungkin lebih mengharukan dari ini). Silakan mengambil pelajaran terbaiknya, kita tak harus menjadi pengusaha sukses atau bahkan presiden sekalipun untuk bermanfaat, memotivasi dan menginspirasi orang-orang disekitar kita. Kita tidak pula harus menjadi orang yang bergelimang harta, pengetahuan dan atau tahta untuk dapat membantu maupun memberikan jalan kebaikan kepada orang lain. Bahkan guru SD yang akhirnya hanya menjadi pensiun dalam kesederhanaan , beliau dapat menjadi kepingan mozaik indah dalam kehidupan. Meskipun sejarah tidak akan mencatat keberadaannya, dia tetaplah spesial dan istimewa. Sungguh kemuliaan tidak akan pernah tertukar barang sesentipun. Jadilah apapun, bermanfaat dan berakhlak baik. Kitalah yang menjalani hidup kita masing-masing.

Berbicara tentang guru SD, merupakan profesi mulia yang sangat terkenang dihatiku. Bahkan dari sekian banyak guru dari semua jenjang pendidikan yang kulalui, jenjang sekolah dasar merupakan yang paling berkesan dibanding jenjang pendidikan yang lain (kukira itu juga berlaku bagi para pembaca). Hal ini terbukti dengan kuingat semua nama guruku. Ketika kelas satu, aku diajar oleh Almh. Ibu  Titiek Rubiah (Teriring doa, Allahumaghfirlaha warhamha wa’afihi wa’fu ‘anha). Ibu Karwiji mengajarku di kelas dua. Bapak Katimin merupakan wali kelasku di kelas tiga. Sedangkan di kelas empat, seharusnya kelasku diampu oleh Ibu Bakdiatin namun akhirnya digantikan Ibu Karwiji kembali. Kelas lima, merupakan giliran Ibu Sulastri yang bertindak sebagai guru kelasku. Di kelas enam, kelasku diajar oleh Ibu Pur yang seharusnya telah menjadi nenek bagiku karena beliau juga merupakan guru dari ibuku ketika masih SD dahulu. Untuk pelajaran olahraga, aku mengenal Bapak Eko dan Ibu Lilik sebagai guru. Dan untuk mata pelajaran agama, Bapak Asmu’an dan Ibu Anjar adalah guruku kala itu. Sungguh aku membutuhkan waktu seumur hidupku jikalau aku ingin melupakan jasa dan petuah beliau-beliau itu. Beliaulah yang berhasil mendidikku membaca, menulis, akhlak, serta pengetahuan lainnya. Jasa mereka akan terukir manis dalam prasasti hidupku.

Kini, selang sebelas tahun setelah aku meninggalkan jenjang pendidikan sekolah dasar, dengan bangga aku dapat menasbihkan diri sebagai salah satu bagian dari beliau-beliau semua sebagai guru bahasa inggris dan beberapa mata pelajaran tambahan disalah satu Sekolah Dasar Islam di kota ini. Honestly, tidak pernah terbayangkan didalam anganku untuk menjadi pendidik. Ketika masih kecil ditanya orang-orang tentang apakah sebenarnya cita-citaku nantinya, aku tidak secara mainstream menjawab aku ingin menjadi guru, polisi, tentara dokter, insinyur, presiden, pilot, power rangers atau bahkan khayalan yang umum bagi anak-anak jamanku dahulu, yakni menjadi astronot. Tidak! Aku tidak pernah menjawab dengan profesi-profesi itu. Aku hanya spontan menjawab jika aku sudah dewasa nanti aku ingin menjadi orang yang berguna bagi nusa, bangsa, agama dan keluarga. Sempat orang mencibirku bahwa cita-citaku itu adalah cita-cita yang abstrak, namun layaknya lirik lagu anak dalam bahasa inggris yang berbunyi Que sera-sera, whatever will be will be, the future’s not ours to see, Que sera-sera, dan aku pun terus going with the flow dengan cita-cita yang masih belum tergambar jelas dibenakku. Akhir-akhir ini aku sempat berfikir, inikah jalan Allah untuk menjawab dan mengabulkan cita-citaku itu? Meski sempat membelok ke Sekolah Kejuruan, akhirnya dijenjang Perguruan Tinggi aku kembali ke jalur akademik yang sempat kutinggalkan. Layaknya peribahasa, banyak jalan menuju Makkah, mungkin inilah jalanku untuk menggapai cita-cita sebagai orang yang berguna bagi nusa, bangsa, agama dan keluarga.

Sebagai seorang pendidik, pintu gerbang beribadah sangat terbuka lebar. Selain bekerja kita juga menambah saham untuk tabungan amal di akhirat kelak. Tidak perlu penulis menghegemoni  pembaca dengan konsep ilmu yang bermanfaat itu merupakan amal jariyah yang mana pahalanya terus mengalir dan tidak akan pernah terputus jika ilmu yang kita sampaikan itu terus diamalkan atau bahkan diajarkan ke orang lain. Tentunya pembaca lebih memahami dari pada panulis yang masih awam tentang hal tersebut. Bayangkan! Sekali kita mengajarkan suatu ilmu ke satu kelas, dan nantinya mereka mengajarkan ke orang lain dan orang lain itu juga mengajarkan ke orang lain yang lain dan begitu seterusnya, tidak terbayang kalkulasi pahala yang akan kita dapat ketika buku catatan amal nanti kita terima di yaumul hisab.


Namun, ketika kita menjalankan profesi yang mulia ini perlu meluruskan niat kita. Seharusnya kita dasari niat kita dengan rasa ikhlas tidak berorientasi pada materi tetapi lebih kepada unsur kebermanfaatan bagi orang lain. Ya! Ikhlas, suatu hal yang mudah ketika diucapkan namun apabila dirasa-rasa lebih mendalam akan pedih juga sebenarnya. Bagiku, ikhlas itu seperti surat al ikhlas dalam Al Qur’an. Menjadi nama surat namun tak kita jumpai kata tersebut dalam bacaan surat itu. Karena kembali lagi, kalau kita hanya berorientasi pada materi yang akan kita peroleh dari profesi kita (apapun itu), ya sebatas itu yang akan kita dapat. Berbeda kalau kita lebih mengedepankan aspek sense of usefullness atau countless blessings, penulis jamin kita akan mendapat yang lebih dari itu. Jadi, marilah kita luruskan niat dan sucikan hati untuk menjalankan apapun profesi kita. Keep fighting and keep moving forward!

0 komentar:

 
;