Blue Fire Pointer
Sabtu, 20 Juni 2015

BELAJAR KEPADA BAPAK YUSAK

BELAJAR KEPADA BAPAK YUSAK
Oleh : Mohammad Khadziqun Nuha



Kemarin handphone-ku tiba-tiba bergetar pertanda terdapat telpon yang masuk, saat aku sedang asyik mengetik di laptopku. Semula tidak kuangkat, aku paling malas kalau diminta untuk mengangkat nomor baru yang belum tersimpan di phonebook-ku. Kubiarkan saja telpon itu hingga berhenti. Selang beberapa lama, ternyata nomor itu menelpon kembali. Ah, kukira ini penting, langsung saja kuangkat. Dengan suara yang agak samar-samar, orang itu memulai pembicaraan...
"Assalamu'alaikum, siapa  ya?", tanyaku singkat.
" *#$@%4*& ... ", orang itu menjawab namun tidak secara jelas kudengar. Ketika akan kumatikan telponnya, penelpon itu berkata...
"Halo Pak Kadiq, ini Pak Yusak"
"Oh Pak Yusak, ada apa pak?" sahutku singkat.
"Berada dirumah apa tidak sekarang?", Tanyanya.
"Iya pak. Ada apa ya?", ungkapku penasaran.
"Anu, hari ini saya ke kampus ingin menemui dosen pembimbing, tapi tidak ada. Kalau tidak repot, saya ingin mampir kerumahmu", Jawabnya.
"Oh iya pak, silakan". Sahutku kembali.
"Baik, tolong kirimkan arah-arahnya lewat SMS.", kata Beliau.
"Inggih pak". Jawabku dan tut tut tut tut tut... Telpon ditutup.

Setelah kukirimkan alamat rumahku via SMS, selang sekitar setengah jam kemudian Beliau menelponku kembali.
"Pak Kadiq, saya sudah didepan TPQ Fastabiqul Khoirot. Rumahmu dimana?", ungkapnya.
"Lhoh, Jenengan apa belok kiri dari gerbang masuk desa Mojosari?", tanyaku.
"Iya"
"Lhah, itu kekanan pak", sahutku.

Pria paruh baya itu akhirnya tiba dirumahku dengan vespa yang selalu setia menemaninya kemanapun berada. Terpancar rona kelelahan setelah "nyasar" sebelum menginjakkan kaki dirumahku. Kusambut dengan simpul senyum dengan langsung menjabat tangan beliau.
"Silakan masuk pak", ungkapku sembari membuka pintu rumahku.

Beliau menceritakan bahwa tadi beliau berniat ingin menemui dosen pembimbing thesis namun sesampainya dikampus ternyata Bapak Dosen sedang tidak ada di tempat. Sungguh malang nasib Bapak Yusak, telah lima kali beliau ke kampus menemui dosen namun tidak membuahkan hasil, ditelpon maupun di SMS-pun belum dibalas. Yasudah, sebelum pulang beliau memutuskan untuk mampir ke rumahku. Terlebih waktu sudah menunjukkan pukul 11.00 Waktu Indonesia Bagian Tulungagung. Ini berarti tinggal setengah jam lagi Sholat Jum'at harus dilaksanakan dan rumahku lah destinasi beliau sebagai tempat singgah karena rumah beliau cukup jauh di Trenggalek. Sembari menunggu waktu sholat tiba, beliau bercerita banyak hal.

Tidak mudah beliau berjuang untuk kuliah. Sebagai guru disalah satu MI swasta di kota Laskar Minak Sopal, gelar sarjana nampaknya susah beliau raih. Kalau mengandalkan gaji sebagai seorang pengajar, rasanya tak mungkin ekspektasinya dapat dicapai. Namun beliau selalu yakin, dimana ada kemauan pasti ada jalan. Banyak jalan menuju Makkah dan tidak ada yang tidak mungkin bagi Allah. Tak pelak, beliau dapat mengenakan toga di salah satu kampus tarbiyah di kota tersebut sekitar sepuluh tahun yang lalu, ntah darimana itu datangnya rizqi.

"Pak Kadiq, kalau kita sudah menikah, datangnya rizqi itu tidak diduga-duga. Saya hanya seorang guru, istri saya seorang bidan desa, semula saya juga tidak yakin kalau saya bisa tapi alhamdulillah gelar sarjana sudah ditangan. Jenengan segeralah mencari pasangan hidup", tutur beliau dan tanggapi dengan senyuman saja.

Bapak Yusak juga menuturkan bahwa selain sebagai pengajar, beliau juga pernah bergelut didunia bisnis sebagai distributor motor. Pasang surut beliau alami dalam berbisnis, pernah beliau mencapai puncak kejayaan, namun pada akhirnya beliau juga berbesar hati menerima kegagalan. Namun beliau tidak pernah menyerah untuk bangkit. 

Apalagi usahanya untuk menjalani jenjang S2 kini, terlalu banyak yang perlu beliau korbankan baik secara materi, fikiran maupun tenaga. Rasanya tidak tega melihat kondisi fisik beliau. Tangan kanan beliau yang sedikit bermasalah harus digunakan untuk menarik gas motor vespa beliau dari Trenggalek menuju Tulungagung, dan itu tidak dekat, perjalanan sekitar satu jam harus beliau tempuh. Belum lagi kalau rasa capek menghinggapi, beliau harus beristirahat sebelum meneruskan perjalanan. Berbicara tentang tangan kanan beliau, hal tidak diinginkan terjadi ketika beliau mengikuti lomba tarik tambang dahulu. Bapak Yusak terjatuh hingga tulang tangannya bergeser. Walhasil, pertumbuhan tangan kanannya sedikit terganggu sehingga dalam keseharian beliau harus membiasakan menggunakan tangan kiri, dimulai dari menulis, menarik gas maupun kegiatan lainnya.

Satu ungkapan yang membuatku salut dengan beliau,
"Saya tidak ingin menyerah dengan keadaan dan terlihat lemah, mas. Kalau saya terlihat lemah, lalu bagaimana dengan anak saya nantinya? Tentunya semangatnya akan lebih berkurang dari saya."

Subhanallah, dengan keterbatasan beliau, masih memikirkan anaknya dan tidak ingin terlihat lemah dimata putra semata wayangnya. Untuk melunasi tanggungan administrasi kuliah magister, berbagai cara telah beliau tempuh. Dan itu hanya berbekal pada keyakinan bahwa Allah tidak akan meninggalkan umat-Nya. Istrinya pun semula juga kurang setuju kalau beliau melanjutkan jenjang kuliah melihat kondisi keluarga, namun beliau berhasil meyakinkan bahwa Allah akan meninggikan derajat orang yang berilmu.

Aku belajar dari seorang Bapak Yusak, figur tangguh yang selalu pantang menyerah untuk menyikapi kerasnya kehidupan serta gigih untuk meraih ilmu sebagai kunci keberhasilan dunia dan akhirat kelak. Lalu bagaimana denganku??? Bahkan tanggungan administrasi kuliah sudah bukan menjadi beban pikiranku, namun kenapa aku semacam ogah-ogahan untuk menyelesaikan thesis ini??? Apa aku tidak malu dengan seorang Bapak Yusak? Terimakasih Bapak Yusak sudah mengunjungi rumahku, engkaulah satu-satunya temanku sekelas yang sudah menginjakkan kaki dirumahku. Terimakasih pula atas pelajaran yang telah kau berikan.

#mkn

3 Ramadhan 2015

0 komentar:

 
;