BELAJAR
KEPADA BAPAK YUSAK
Oleh :
Mohammad Khadziqun Nuha
Kemarin
handphone-ku tiba-tiba bergetar pertanda terdapat telpon yang masuk, saat aku
sedang asyik mengetik di laptopku. Semula tidak kuangkat, aku paling malas kalau
diminta untuk mengangkat nomor baru yang belum tersimpan di phonebook-ku.
Kubiarkan saja telpon itu hingga berhenti. Selang beberapa lama, ternyata nomor
itu menelpon kembali. Ah, kukira ini penting, langsung saja kuangkat. Dengan
suara yang agak samar-samar, orang itu memulai pembicaraan...
"Assalamu'alaikum,
siapa ya?", tanyaku singkat.
"
*#$@%4*& ... ", orang itu menjawab namun tidak secara jelas kudengar.
Ketika akan kumatikan telponnya, penelpon itu berkata...
"Halo
Pak Kadiq, ini Pak Yusak"
"Oh
Pak Yusak, ada apa pak?" sahutku singkat.
"Berada
dirumah apa tidak sekarang?", Tanyanya.
"Iya
pak. Ada apa ya?", ungkapku penasaran.
"Anu,
hari ini saya ke kampus ingin menemui dosen pembimbing, tapi tidak ada. Kalau
tidak repot, saya ingin mampir kerumahmu", Jawabnya.
"Oh
iya pak, silakan". Sahutku kembali.
"Baik,
tolong kirimkan arah-arahnya lewat SMS.", kata Beliau.
"Inggih
pak". Jawabku dan tut tut tut tut tut... Telpon
ditutup.
Setelah
kukirimkan alamat rumahku via SMS, selang sekitar setengah jam kemudian Beliau
menelponku kembali.
"Pak
Kadiq, saya sudah didepan TPQ Fastabiqul Khoirot. Rumahmu dimana?",
ungkapnya.
"Lhoh,
Jenengan apa belok kiri dari gerbang masuk desa Mojosari?", tanyaku.
"Iya"
"Lhah,
itu kekanan pak", sahutku.
Pria paruh
baya itu akhirnya tiba dirumahku dengan vespa yang selalu setia menemaninya
kemanapun berada. Terpancar rona kelelahan setelah "nyasar" sebelum
menginjakkan kaki dirumahku. Kusambut dengan simpul senyum dengan langsung
menjabat tangan beliau.
"Silakan
masuk pak", ungkapku sembari membuka pintu rumahku.
Beliau
menceritakan bahwa tadi beliau berniat ingin menemui dosen pembimbing thesis
namun sesampainya dikampus ternyata Bapak Dosen sedang tidak ada di tempat.
Sungguh malang nasib Bapak Yusak, telah lima kali beliau ke kampus menemui
dosen namun tidak membuahkan hasil, ditelpon maupun di SMS-pun belum dibalas.
Yasudah, sebelum pulang beliau memutuskan untuk mampir ke rumahku. Terlebih
waktu sudah menunjukkan pukul 11.00 Waktu Indonesia Bagian Tulungagung. Ini berarti
tinggal setengah jam lagi Sholat Jum'at harus dilaksanakan dan rumahku lah
destinasi beliau sebagai tempat singgah karena rumah beliau cukup jauh di
Trenggalek. Sembari menunggu waktu sholat tiba, beliau bercerita banyak hal.
Tidak mudah
beliau berjuang untuk kuliah. Sebagai guru disalah satu MI swasta di kota
Laskar Minak Sopal, gelar sarjana nampaknya susah beliau raih. Kalau
mengandalkan gaji sebagai seorang pengajar, rasanya tak mungkin ekspektasinya
dapat dicapai. Namun beliau selalu yakin, dimana ada kemauan pasti ada
jalan. Banyak jalan menuju Makkah dan tidak ada yang tidak
mungkin bagi Allah. Tak pelak, beliau dapat mengenakan toga di salah satu
kampus tarbiyah di kota tersebut sekitar sepuluh tahun yang lalu, ntah darimana
itu datangnya rizqi.
"Pak
Kadiq, kalau kita sudah menikah, datangnya rizqi itu tidak diduga-duga. Saya
hanya seorang guru, istri saya seorang bidan desa, semula saya juga tidak yakin
kalau saya bisa tapi alhamdulillah gelar sarjana sudah ditangan. Jenengan
segeralah mencari pasangan hidup", tutur beliau dan tanggapi dengan
senyuman saja.
Bapak Yusak
juga menuturkan bahwa selain sebagai pengajar, beliau juga pernah bergelut
didunia bisnis sebagai distributor motor. Pasang surut beliau alami dalam
berbisnis, pernah beliau mencapai puncak kejayaan, namun pada akhirnya beliau
juga berbesar hati menerima kegagalan. Namun beliau tidak pernah menyerah untuk
bangkit.
Apalagi
usahanya untuk menjalani jenjang S2 kini, terlalu banyak yang perlu beliau
korbankan baik secara materi, fikiran maupun tenaga. Rasanya tidak tega melihat
kondisi fisik beliau. Tangan kanan beliau yang sedikit bermasalah harus
digunakan untuk menarik gas motor vespa beliau dari Trenggalek menuju
Tulungagung, dan itu tidak dekat, perjalanan sekitar satu jam harus beliau
tempuh. Belum lagi kalau rasa capek menghinggapi, beliau harus beristirahat
sebelum meneruskan perjalanan. Berbicara tentang tangan kanan beliau, hal tidak
diinginkan terjadi ketika beliau mengikuti lomba tarik tambang dahulu. Bapak
Yusak terjatuh hingga tulang tangannya bergeser. Walhasil, pertumbuhan
tangan kanannya sedikit terganggu sehingga dalam keseharian beliau harus
membiasakan menggunakan tangan kiri, dimulai dari menulis, menarik gas maupun
kegiatan lainnya.
Satu
ungkapan yang membuatku salut dengan beliau,
"Saya
tidak ingin menyerah dengan keadaan dan terlihat lemah, mas. Kalau saya
terlihat lemah, lalu bagaimana dengan anak saya nantinya? Tentunya semangatnya
akan lebih berkurang dari saya."
Subhanallah, dengan keterbatasan beliau, masih
memikirkan anaknya dan tidak ingin terlihat lemah dimata putra semata
wayangnya. Untuk melunasi tanggungan administrasi kuliah magister, berbagai
cara telah beliau tempuh. Dan itu hanya berbekal pada keyakinan bahwa Allah
tidak akan meninggalkan umat-Nya. Istrinya pun semula juga kurang setuju kalau
beliau melanjutkan jenjang kuliah melihat kondisi keluarga, namun beliau
berhasil meyakinkan bahwa Allah akan meninggikan derajat orang yang berilmu.
Aku belajar
dari seorang Bapak Yusak, figur tangguh yang selalu pantang menyerah untuk
menyikapi kerasnya kehidupan serta gigih untuk meraih ilmu sebagai kunci
keberhasilan dunia dan akhirat kelak. Lalu bagaimana denganku??? Bahkan
tanggungan administrasi kuliah sudah bukan menjadi beban pikiranku, namun kenapa
aku semacam ogah-ogahan untuk menyelesaikan thesis ini??? Apa aku tidak
malu dengan seorang Bapak Yusak? Terimakasih Bapak Yusak sudah mengunjungi
rumahku, engkaulah satu-satunya temanku sekelas yang sudah menginjakkan kaki
dirumahku. Terimakasih pula atas pelajaran yang telah kau berikan.
#mkn
3 Ramadhan
2015
0 komentar:
Posting Komentar