Blue Fire Pointer
Sabtu, 27 Juni 2015

FILOSOFI “PENYIMPANGAN” ANGKA JAWA

FILOSOFI “PENYIMPANGAN” ANGKA JAWA

Oleh : Mohammad Khadziqun Nuha






Kalau kita telaah lebih mendalam, banyak penyimpangan yang terjadi didunia ini. Berbagai penyimpangan tersebut disadari atau tidak secara implisit memiliki rahasia yang hanya ditemukan oleh orang-orang yang teliti. Begitu juga dengan angka jawa. Secara sepintas tak jauh berbeda dengan angka-angka lain. Namun apabila kita kaji lebih mendalam terdapat penyimpangan yang nyata. Seperti kita ketahui, leluhur orang jawa memiliki makna yang mendalam. Berikut ini penjabarannya secara mendetail mengenai penyimpangan angka jawa yang kuketahui,

Pertama, LIKUR. Dalam perhitungan bahasa Indonesia kita mengenal dua puluh satu, dua puluh dua, dua puluh tiga dan seterusnya hingga dua puluh sembilan. Sebaliknya, dalam perhitungan bahasa jawa kita tidak mengenal angka rong puluh siji, rong puluh loro, rong puluh telu, dan seterusnya hingga rong puluh songo. Kita mengenal satuan likur dalam perhitungan jawa sehingga bilangannya menjadi selikur, rolikur, telu likur, dan seterusnya. Lalu apa yang tersirat dari ini? Likur merupakan singkatan dari lingguh kursi atau “duduk dikursi”. Dalam hal ini, bagi siklus kehidupan manusia, usia 21-29 merupakan usia dimana manusia memperoleh “tempat duduknya”, baik berupa pekerjaan maupun profesi yang akan ditekuni dalam kehidupannya. Pada usia tersebut, kebanyakan orang memiliki pekerjaan yang mapan, ntah sebagai guru, dokter, pedagang, dan sebagainya.

Kedua, SELAWE. Anehnya lagi dari sekian angka dari 21 hingga 29 terdapat pengecualian untuk angka dua puluh lima. Kita tidak mengenal sebutan limang likur, namun kita mengenal selaweSelawe disini merupakan kependekan dari seneng-senenge lanang lan wedok yang artinya puncak asmara bagi laki-laki dan perempuan yang ditandai dengan pernikahan. Oleh karena itu, mayoritas orang menikah pada usia tersebut. Tahun depan usiaku dua puluh lima. Akankah aku menikah pada usia tersebut? Wallahu a'lam. Pola selanjutnya adalah bilangan telung puluh, telung puluh siji, telung puluh loro,dan seterusnya. Tidak ada penyimpangan dari deret bilangan tersebut

Ketiga, SEKET. Penyimpangan muncul kembali pada pola sepuluh, rong puluh, telung puluh, patang puluh selanjutnya mestinya limang puluh, namun kita mengenal angka seketsebagai gantinya. Pasti ada sesuatu disini. Seket merupakan akronim dari seneng kethonan yang artinya adalah suka memakai kethu atau kopyah atau topi atau tutup kepala. Ini merupakan analogi bahwa usia semakin lanjut. Kopyah diibaratkan dapat menutup kepala yang mulai botak atau beruban. Selain itu kopyah merupakan lambang orang untuk giat beribadah. Setelah sejak usia likuran telah bekerja keras untuk mengumpulkan kekayaan demi kepentingan dunia, umur 50 mestinya orang berubah menjadi kian giat beribadah sebagai bekal untuk kehidupan akhirat. Ini merupakan titik balik seseorang untuk lebih mendekatkan diri kepada Sang Pencipta.

Keempat, SEWIDAK atau SUWIDAK. Seharusnya untuk enam puluh kita menyebutnya enem puluh, namun disini kita menyebutnya dengan sewidak atau suwidak.  Sewidak atau suwidak disini berarti sejatine uwis wayahe tindak atau dapat diartikan dengan seharusnya sudah saatnya pergi. Sebagaimana kita ketahui Nabi Muhammad meninggal pada usia 63 tahun lebih 4 hari. Usia 60 merupakan batasan usia manusia jaman sekarang. Maka, apabila usia kita telah menginjak usia 60 keatas sudah sepantasnya kita untuk bersyukur karena usia selebihnya merupakan bonus yang diberikan Allah kepada kita.

#mkn
10 Ramadhan 2015

2 komentar:

eru hs mengatakan...

masuk, penjelasannya

Inu Belacqua mengatakan...

keereeeennj !!!

 
;