Blue Fire Pointer
Minggu, 06 September 2015

EMAAAKKK... AKHIRNYA AKU WISUDAAA...

EMAAAKKK... AKHIRNYA AKU WISUDAAA...
Oleh : Mohammad Khadziqun Nuha






Screenshot ini menunjukkan gambar yang ku-upload pada tanggal 25 Mei 2015 atau sekitar tiga apa empat bulan sebelum toga itu kukenakan. Gambar itu merupakan ungkapan frustasiku karena tak kunjung mengerjakan thesis. Mood yang kurang stabil tak lain sebagai penyebabnya. Padahal, di semester awal aku berekspektasi untuk menebus kesalahanku mana kala mengerjakan skripsi yang juga hampir mendekati deadline. Pesimis sudah menyeruak dibenakku kalau-kalau aku tak sanggup menyelesaikan tugas akhir ini tepat waktu.

Namun, akhirnya... Cukup satu kata yang mewakili perasaanku kemarin,
“ALHAMDULILLAH”

Akhirnya perjuanganku berujung dengan dipindahkannya kucir oleh Sang Rektor. Haru sudah pasti, title magister telah ditangan. Terlebih melihat kedua orangtua hadir pada hari yang sangat bersejarah itu merupakan kebanggaan tersendiri. Meski tidak sesuai dengan hasrat yang menggelora dihati, tapi yasudahlah. At least, ini lah hasil klimaks dari perjuanganku selama empat semester ini. Alhamdulillah, Alhamdulillah, Alhamdulillahirobbil ‘alamin.

Maka, kini ayat yang diulang-ulang pada Surat Ar Rahman yang terlintas dibenakku,
“Maka nikmat Tuhan-mu manakah yang kamu dustakan?”


Flashback ke beberapa tahun silam. Rasanya tidak mungkin aku sampai meraih title sejauh ini. Bagaimana tidak? Dilahirkan dikeluarga yang konservatif serta putra seorang petani yang sederhana rasanya suatu hal yang mustahil jika aku bermimpi sejauh ini. Sejak lulus SD, abahku menyarankanku untuk melanjutkan belajar dipondok. Secara, beliau dan juga ibuku merupakan alumni pondok terkemuka didaerah kami. Hal tersebut juga diikuti kedua adik kandungku. Namun, aku menjawab itu dengan nilai belajar yang memuaskan sehingga ibu lah orang yang memperkenankanku untuk melanjutkan ke jenjang SMP, SMK bahkan hingga jenjang Perguruan Tinggi seperti saat ini karena melihat potensi yang berbeda pada diriku.

Soal biaya, aku percaya dengan peribahasa “banyak jalan menuju Makkah” atau bahkan peribahasa “where there is a will, there is a way”. Bahwa Allah tidak akan meninggalkan umat-Nya yang berikhtiar, berdoa dan bersungguh-sungguh. Hampir semua jenjang pendidikan yang kulalui, aku mendapatkan beasiswa. Semua berawal dari hasrat bahwa aku ingin membuktikan jika pilihan hidupku merupakan jalan yang tepat.

Gelar sarjanaku sedikit banyak terbantu oleh beberapa beasiswa yang kudapat. Untuk masalah lain-lain, dipikir sambil berjalan. Yang terpenting tetap fokus belajar untuk meraih harapan orangtua agar tidak mengecewakan mereka berdua. Walhasil, meski sempat berkecimpung dengan dunia aktivist kampus dengan segudang aktivitas, aku berhasil menyelesaikan studi S1-ku tepat waktu selama empat tahun dengan predikat memuaskan.

Dengan predikat itu, salah seorang dosenku yang sedang mengadakan penilitian tentang mahasiswa terbaik jurusan bahasa inggris dari tiga kampus yakni Universitas Negeri Malang, UIN Malang dan STAIN Tulungagung akhirnya mewawancaraiku, dan salah dua pertanyaan yang paling kuingat adalah,
“Kadiq setelah ini mau melanjutkan kemana?”, Tanya Ma’am Nurul Chojimah.
“Saya dalam posisi dilema, Ma’am. Dalam pilihan yang sulit. Memilih antara menjadi seorang yang ‘idealis’ atau ‘oportunis’. Jika menjadi seorang yang idealis, tentunya saya ingin melanjutkan pendidikan yang linier dengan jenjang S1 saya. Namun tentunya saya belum yakin memiliki dana untuk itu. Manakala saya menjadi seorang yang “oportunis”, pihak kampus menyediakan beasiswa lanjut studi S2 di kampus kita. Namun, masalahnya dikampus kita belum ada jurusan S2 Bahasa Inggris. Biarkan saya berfikir dahulu untuk sementara waktu... Hmm... Tetapi sepertinya saya lebih condong menjadi seorang yang pragmatis untuk saat ini”, Jawabku.
“Tapi kamu masih ingin melanjutkan studi di jurusan Bahasa Inggris kan?”, lanjut beliau.
“Insya Allah masih. Kalau diberikan kesempatan saya ingin melanjutkan pada passion saya. Sekarang dijalani dahulu kesempatan yang sudah ada sembari mengumpulkan dana untuk itu, insya Allah”.


Benar saja, tak sepersen pun dana kukeluarkan untuk membayar SPP di jenjang S2 ini. Aku hanya perlu fokus, fokus dan fokus untuk belajar. Ada saja cara Allah untuk memberikan kemudahan kepada kita kalau kita berikhtiar dan berdoa kepada-Nya. Kuncinya hanya satu, yakin. Masalah yang lain serahkan kepada Sang Pemberi Kehidupan.

Dua tahun berselang, 5 September 2015, lambang supremasi tertinggi dalam menempuh jenjang pendidikan strata dua-ku telah ditasbihkan selesai. Kini hanya tinggal menunggu ijazah yang keluar dan ijabsah. Rasanya luar biasa. Mimpi yang menjadi kenyataan. Kujawab kepercayaan yang diberikan ibu untuk melanjutkan studiku dahulu. “Emaaakkk... Akhirnya aku wisudaaa...”. Ya! Semua mengalir bak air sungai menuju muara. Syukur ke hadirat Allah tak lepas kupanjatkan teriring ungkapan, Alhamdulillah. 
“Maka nikmat Tuhan-mu manakah yang kamu dustakan?”


Mungkin beberapa pembaca tulisan ini akan mengira aku riya’. Wajar, kuhormati argumen kalian. Tetapi tidak! Izinkan aku memberikan pledoi. Aku hanya ingin berbagi pengalaman serta berbagi hikmah kepada mereka diluar sana yang masih takut untuk bermimpi dan menyangsikan kekuasaan Allah. Siapa tahu ada yang dapat terinspirasi dariku.

“Nothing is impossible for Allah if we believe in”. Janganlah takut untuk bermimpi untuk meraih apapun cita-cita kita. “Man Jadda Wajada”, barangsiapa yang bersungguh-sungguh maka dia akan berhasil, insya Allah. Karena hidup berawal dari mimpi, dan nantinya kita akan dibangunkan dengan realita manis setelah kita bersungguh-sungguh dalam berusaha. Kuncinya satu, yakin bahwa Allah akan bersama makhluk-Nya yang bertawwakal. Insya Allah. Kini, mimpiku selain mengakhiri masa lajang dan menjadi dosen, adalah melanjutkan ke jenjang S3 atau kembali ke jenjang S2 yang linier, terlebih di luar negeri. Help me, Lord! Bismillah.

0 komentar:

 
;