Blue Fire Pointer
Jumat, 25 Desember 2015

SELAMAT NATAL PAK RICHARD


SELAMAT NATAL PAK RICHARD
Oleh : Mohammad Khadziqun Nuha


.
“Tok tok tok”
Suara orang tengah mengetuk pintu. Segera kubuka pintu kamar dan kudapati seorang mengenakan kacamata dan baju lengan pendek.
.
“Selamat siang, nama saya Richard. Saya dari Kota Madiun dan saya adalah seorang Katholik”
Itulah perkataan yang kuingat saat beliau memperkenalkan diri untuk kali pertama. Ternyata Bapak Richard adalah guru di salah satu sekolah Katholik di Kota Madiun. Pria paruh baya yang sopan dengan aksen jawa yang kental ini sangat akrab dengan siapapun yang baru saja dia kenal. Lebih dari itu, kami saling bertukar pengalaman pribadi diruangan yang mulai terasa dingin oleh AC itu. 
.
Singkat cerita, kala itu kami tengah mengikuti diklat pelajaran Bahasa Indonesia guna implementasi K13 disalah satu hotel di Surabaya selama tiga hari. Dari Tulungagung, aku berangkat beserta ketiga temanku, seorang dari salah satu sekolah Muhammadiyah, seorang dari sekolah Kristen dan seorang lagi dari sekolah Katholik. Namun disini aku tidak akan banyak bercerita tentang ketiga teman sekotaku itu. Selain kami berbeda jenis kelamin, kami juga berbeda kamar sehingga tidak banyak yang aku ketahui dari Bu Ratna dan Bu Elizabeth. Disini aku akan menceritakan Bapak Richard, seorang guru yang berusia jauh diatasku serta seorang penganut katholik yang taat.
.
Dikamar itu, kami tidak sendirian. Aku ditemani oleh seorang muslim lain yang bernama Bapak Tamamun. Pernah suatu ketika, aku dan Bapak Tamamun menunaikan Sholat Maghrib berjamaah dengan aku bertindak sebagai imam sedangkan Bapak Richard dengan penuh rasa toleransi duduk ditempat tidurnya dengan tenang. Beliau yang semula menonton televisi, langsung bersedia mematikan televisi tersebut tanpa kami minta, bahkan beliau memberikan tempat agar kami leluasa menjalankan ibadah. Suasana kamar yang heterogen itu kian menimbulkan chemistry antar sesama penghuni kamar.
.
Sholat Maghrib telah selesai, untuk menunggu acara selanjutnya kami memutuskan berbincang ringan. Bapak Tamamun menceritakan bahwa dia dahulunya aktivis sebuah partai islam terkemuka di Kabupaten Malang. Namun pada pemilu kemarin beliau berpindah haluan menjadi panitia pemilu. Segala intrik dunia politik bangsa ini beliau ceritakan dengan segala problematikanya. Kepada Bapak Richard, aku tertarik untuk menanyakan konsep trinitas, keuskupan gereja, paus di Vatikan, perbedaan Kristen Katholik, Orthodox dan Protestan, perjanjian lama dan perjanjian baru serta masih banyak lagi. Sedangkan aku, hanya menjadi pendengar setia dari dua Bapak yang sudah senior ini dan telah makan banyak asam garam kehidupan.
.
Aku banyak mengamati ibadat yang Bapak Richard lakukan. Ketika subuh menjelang, badan ini telah merasa segar ketika kulanjutkan dengan ritual seperti biasa kepada Tuhan pagi ini. Sementara itu, Bapak Richard setelah dari kamar mandi juga melanjutkan beribadah pagi dengan Al Kitab-nya. Kemudian, satu hal yang aku salut dari Bapak Richard ketika makan, beliau selalu membiasakan diri membaca doa dengan menggenggam telapak tangan dan menundukkan kepala sebelum menyantap makanan dan sesudahnya. Bahkan aku sendiri sering lupa untuk melakukannya. Tuhan mengingatkan umat-Nya dengan berbagai cara.
.
Pernah suatu malam, setelah seharian mengikuti workshop, seperti biasa kami bercengkrama didalam kamar. Bapak Tamamun menceritakan kisahnya berdua dengan istrinya yang paling ia cintai. Mereka telah saling berkenalan selama enam tahun hingga akhirnya menikah pada tahun 1996 dan kini telah memiliki seorang anak yang sekolah di salah satu SMK di Malang. Beliau berbagi tips untuk memilih calon istri itu tidak hanya dilihat dari kecantikan, kekayaan, kebaikan, atau bahkan agamanya. Namun, lihatlah wanita yang tulus ikhlas mencintaimu dan sudi menerima akan segala kekuranganmu. Widih, bisa keren juga orang yang kadang suka ngebanyol ala aksen Ngalam ini.
.
“Ciyeeeh... Kayaknya uis ngebet iki njaluk-njaluk tips barang”, celetuk Bapak Richard.
Dan aku hanya membuat simpul senyum malu menutupi perasaan ini. Yah, dari Bapak Richard, aku mengetahui bahwa di agama Khatolik itu tidak diperkenankan untuk mengucapkan kata “cerai”. Apabila seseorang telah melakukan janji suci pernikahan untuk sehidup semati didepan altar gereja, mereka harus bisa menjaganya hingga maut memisahkan mereka. So sweet. Pada dasarnya semua agama itu sama. Aku banyak belajar dari kedua Bapak yang sudah banyak makan asam garam kehidupan ini terlebih masalah percintaan. 
.
Terlebih Bapak Richard, beliau adalah seorang bapak yang sangat mencintai keluarganya. Hampir setiap saat ketika beliau senggang tak lupa beliau mengabarkan kondisinya kepada istri dan anak-anaknya. Tak lupa dia mengingatkan anak-anaknya untuk beribadat. Beliau juga pernah menunjukkan kepada kami foto istri dan anak-anaknya, rumahnya, sekolahnya dan beberapa kegiatan yang pernah beliau ikuti. Dari foto-foto itu, seolah bercerita bahwa beliau adalah orang yang baik hati.
.
Dengan tulisan ini, aku ingin mengajak semua manusia didunia ini untuk menjalin hubungan baik dengan siapapun, tanpa memandang suku, agama, ras, golongan, bangsa atau apapun. Terlebih menyoal agama, ini merupakan isu yang paling sensitif untuk dibahas. Namun, bukankah Sayyidina Ali sudah berkata, “Dia yang bukan saudaramu dalam iman, adalah saudaramu dalam kemanusiaan”. Karena menurutku, berbuat baik adalah bahasa yang mudah dimengerti bagi semua manusia didunia ini.
.
Tidak kah kita mengingat? Ketika Nabi Muhammad SAW menyuapi Yahudi yang buta, ketika Gandhi sampai membela hingga mati hak kaum muslim, ketika Paus Fransiskus merangkul manusia berpenyakit dan menyuci kaki tahanan muslim, ketika Bunda Theresa merawat kaum Hindu miskin. Kata Gusdur, "Tidak penting apapun agamamu atau sukumu, jika kamu bisa berbuat baik kepada semua orang, orang tidak akan tanya apa agamamu?"
.
Jika Tuhan mau, Dia bisa saja menciptakan manusia dari satu golongan atau satu agama saja, tetapi tidak bukan? Tuhan justru menciptakan manusia menjadi bersuku-suku, berbangsa-bangsa, beberapa agama, beberapa keyakinan, beberapa golongan agar saling mengenal, menghargai dan toleransi. Terlebih di Indonesia, disebuah negara yang mengagungkan semboyan “unity in diversity”.
.
Tentang tema tulisan ini, merupakan klise yang sering kita jumpai setiap tahunnya. Sebenarnya, dalam Al Qur’an terdapat ucapan selamat atas kelahiran Nabi Isa yakni,”Salam sejahtera (semoga) dilimpahkan kepadaku pada hari kelahiranku, hari aku wafat, dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali”. Silakan membuka Surat Maryam ayat 33. Surat ini mengisyaratkan bahwa diperkenankan mengucapkan selamat natal pertama yang diucapkan oleh Nabi yang mulia tersebut. Akan tetapi, persoalan akan menjadi berbeda manakala dikaitkan dengan hukum agama yang tidak semudah yang dibayangkan oleh banyak orang. Karena hukum agama itu tidak terlepas dari situasi, kondisi, konteks dan pelaku.
.
Bagi mereka yang melarang ucapan selamat natal manakala dikaitkan ucapan itu dengan kesan yang ditimbulkannya, atau dalam kata lain, mengakui akan Ketuhanan Sang Juru Selamat. Makna tersebut (tentu saja) jelas bertentangan dengan akidah agama ini sehingga pengucapan tersebut menimbulkan kerancuan dan kekaburan. Hal ini dilekatkan dengan dalil, man tasyabbaha bi qaumin fahuma minhum. Dipihak lain ada juga pandangan yang membolehkan ucapan selamat natal. Masih dalam surat Maryam, pada ayat 30 juga disebutkan bahwa,”Sesunggunya aku ini, hamba Allah. Dia memberiku al-Kitab dan Dia menjadikan aku seorang Nabi. Nah, salahkah kalau kita mengucapkan selamat natal dibarengi dengan keyakinan itu? Bukan kah terdapat salam yang ditujukan kepada Nabi Nuh, Ibrahim, Musa, Harus, Ilyas dan para Nabi lain? Apa salahnya kita memohon curahan sholawat salam untuk Nabi Isa sebagaimana kita mohonkan kepada seluruh nabi? Tidak bolehkan kita merayakan hari lahir (natal) nabi Isa? Bukankah Nabi Muhammad juga merayakan hari keselamatan Nabi Musa dari serangan Fir’aun dengan berpuasa Asyura seraya bersabda kepada orang-orang Yahudi yang sedang berpuasa seperti sabdanya, “Saya lebih wajar menyangkut Musa (merayakan atau mensyukuri keselamatannya) daripada kalian (orang-orang Yahudi)” maka Nabi pun berpuasa dan memerintahkan (umatnya) untuk berpuasa (HR. Bukhori, Muslim dan Abu Dawud)
.
Menurut pengetahuan awamku, larangan muncul dalam rangka upaya memelihara akidah karena ditakutkan kerancuan pemahaman. Oleh karena itu larangan tersebut lebih ditujukan kepada mereka yang kabur akidahnya. Nah, kalau demikian manakala seseorang disaat mengucapkan tetap murni akidahnya atau mengucapkan sesuai kandungan selamat natal yang Qur’ani dan kemudian mempertimbangkan situasi dan kondisi diucapkan agaknya kurang beralasan lah larangan tersebut.
.
Membuat spanduk larangan mengucapkan selamat natal bahkan berkoar-koar akan keharaman mengucapkan selamat natal bukan mencerminkan jiwa “islami”. Silakan manakala saudara-saudara muslim-ku memilih tidak mengucapkan selamat natal. Itu soal pilihan. Namun bukankah, dalam interaksi sosial dan keharmonisan hubungan, Al Qur’an dan Hadits memperkenalkan suatu bentuk redaksi dimana lawan bicara memahaminya sesuai persepsinya, namun bukan seperti yang dimaksud oleh pengucapnya karena si pengucap sendiri mengucapkan dan memahami redaksi sesuai dengan pandangan dan persepsinya sendiri.
.
Dalam konteks ini, aku memilih mengucapkannya karena kuyakin Tuhan yang kusembah adalah Tuhan Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Tuhan yang dalam keyakinanku tidak akan menghukum (memasukkan kedalam neraka) seorang hamba hanya karena menjalin relasi yang hangat dengan non-Muslim dengan saling menghormati serta menghargai keyakinan masing-masing. Tuhan yang aku sembah tidak mungkin memarahiku hanya karena berbagi kebahagiaan dengan mengucapkan selamat natal kepada manusia yang juga merupakan ciptaan-Nya namun berbeda keyakinan dariku.
.
Buddha was not a buddhist. Jesus was not a christian. Muhammad was not a muslim. They were teachers who taught love. Love was their religion. We were all humans until, race disconnected us, politics devided us, wealth classified us and religion separated us. Yap! We are all one, only egos fears and beliefs separate us. Last but not least,
“Selamat Maulid Rosulullah Muhammad Sallallahu ‘alaihi Wassalam dan Selamat Maulid Nabiyullah Isa ‘alaihissalam. Selamat Natal, Pak Richard”
.
***************************************************
NB:
Sengaja kucantumkan foto dari Bapak Richard karena siapa tahu salah satu pembaca tulisanku ini mengenal beliau. Karena jujur, nomor handphone beliau telah hilang seiring handphone-ku yang berganti sehingga kami telah lost contact. Siapa tahu, terdapat pembaca yang berasal dari Kota Madiun atau daerah lain yang mengenal beliau dan memberitahu akan tulisan ini kepadanya.

0 komentar:

 
;