Blue Fire Pointer
Kamis, 02 Juli 2015

KELUARGA ITU BERNAMA “ESA”

KELUARGA ITU BERNAMA “ESA”
Oleh : Mohammad Khadziqun Nuha



Organisasi bukan merupakan penghalang untuk berprestasi. Aku ingin membuktikan sendiri mottoku dalam berorganisasi di jenjang pendidikan perkuliahan. Semester-semester awal kuliah S1 dikampus yang bergenre agama di Kota Marmer kugunakan untuk mencari jati diri. Hampir semua organisasi kumasuki untuk menemukan yang sesuai dengan potensiku. Label aktivis pun sempat disematkan padaku kala itu. Ya! Mahasiswa unyu yang belum tahu apa-apa itu masuk setiap organisasi atas ajakan teman maupun hasrat dari dalam diri sehingga antropologi kampus sudah kujajaki.

Kegalauanku dalam mencari organisasi berakhir pada HMPS TBI kala itu (atau sekarang lebih dikenal dengan nama HMJ TBI). Sebagai mahasiswa Tadris Bahasa Inggris, aku berusaha mensinergikan kemampuan akademik dan nonakademik. English skill-ku terupgrade dengan mengikuti organisasi ini, terlebih kelemahanku dalam speaking skill. Disini, aku semacam menemukan saudara yang telah lama hilang. Label aktivis yang kadung melekat padaku sempat dipandang sebelah mata akan keseriusanku mengikuti organisasi ini. Tapi aku adalah aku, orang yang berusaha total dalam berorganisasi ini. Karena disini, banyak yang hal yang tidak kutemui pada organisasi lain.

English Student Association, begitulah organisasi ini disebut, atau biasa disingkat ESA. Dengan jargon spirit of unity and togetherness, organisasi ini mewadahi mahasiswa Tadris Bahasa Inggris yang ingin berorganisasi. Berbagai background member membuat ESA kian kokoh. Namun satu komitmen yang selalu dikembangkan diorganisasi ini adalah jika ingin masuk organisasi ini, kita tidak harus menanggalkan bendera organisasi luar, itu adalah hak prerogatif member. Namun, apabila ingin masuk organisasi ini, sedikit kita harus menurunkan bendera organisasi luar yang kita ikuti. Kepentingan ESA harus didahulukan daripada idealisme member atau golongan tertentu.

ESA memiliki logo rangkaian huruf E – S - A yang berarti abbreviation dari nama organisasi tersebut atau dapat diartikan satu, yang disimbolkan dengan angka satu dibelakang rangkaian huruf itu. Diharapkan, ini merupakan semangat untuk  menyatukan beberapa member yang notabene diikuti oleh member dengan basic yang berbeda. Lebih lanjut, ESA memiliki slogan improving english yang dimanifestasikan dengan simbol lain karya Mas Arifin yang berupa huruf “ie” dengan satu bulatan merah ditengah yang dikelilingi lingkaran terbelah berjumlah delapan bangun trapesium berwarna biru yang berarti ESA mewadahi semua warga Tadris Bahasa Inggris yang ingin meningkatkan English skill.

Perkenalanku dengan ESA bermula pada kegiatan Class Competition yang diadakan oleh organisasi tersebut. Kala itu aku bersama kedua temanku menjadi perwakilan kelas pada smart contest. Dan siapa menyangka, setahun setelahnya, aku menjadi ketua acara serupa yang diadakan secara outdoor untuk menarik animo mahasiswa dikampusku. Berawal dari itu, berbagai kegiatan organisasi tersebut kuikuti. Title sebagai pengurus pun kusandang pada semester tiga. Kala itu aku menjadi member divisi edukasi. Bersama mbak Eka dan Faisal serta beberapa member yang lain, kami membuat acara bak class competition, holiday english dormitory, english zone, study club, wiyata bhakti,dan bahkan agenda yang paling fenomenal yang diikuti siswa-siswi tingkat SMA sederajat se-ekskarisidenan Kediri yang berjudul English Championship.

ESA banyak mengajariku tentang berorganisasi. Bahkan, di semester enam, ketika pencalonan ketua, aku memperoleh suara mutlak 64 suara, berbanding terbalik dengan kompetitorku yang memiliki suara kedua yang hanya memperoleh 10 suara yang merupakan batas aman pengajuan sebagai ketua. It was unpredictable. Tapi yah, (mungkin) masih ada beberapa pihak yang masih meragukan totalitasku di organisasi ini sebab label aktivis yang kusandang sehingga pada pemilihan aku harus mengakui keunggulan mbak Findra Lestari. Namun keseruan terjadi pada saat pemilihan yang mungkin tidak akan terulang pada masa-masa berikutnya. Betapa tidak? Dari 61 suara tersisa yang masih bersedia mengikuti pemilihan hingga akhir, ternyata berdasarkan perhitungan sementara, kami sama-sama memiliki suara 30 sehingga satu suara tersisa sangat menentukan. Terbayang betapa menegangkan pembacaan satu suara tersisa. Aku ingat sekali, dia adalah mas Niam yang membawa kertas suara terakhir itu. Dan benar saja, ketika dibuka nama Findra lah yang tertulis. Segera aku menjabat tangannya yang berdiri disampingku dan mengucapkan selamat untuk kali pertama.

Sebenarnya, suara terakhir itu adalah kertas suaraku. Aku menulis nama Findra karena merasa belum pantas menjadi ketua untuk organisasi sekelas ESA. Kalau saja, aku menulis namaku sendiri, suaraku akan menjadi 31 dan Findra menjadi 30. Tapi yasudahlah, toh motivasiku untuk mengikuti organisasi ini bukan untuk menjadi ketua namun mencari bekal untuk kehidupan selanjutnya. Totalitasku kubuktikan dengan tetap berada di organisasi tersebut meskipun aku tidak terpilih sebagai ketua bahkan hingga detik ini.

Pada masa bhakti kepengurusan Findra, semula aku ditawari untuk menjadi coordinator divisi edukasi atau religi. Namun dengan kebulatan tekad aku memutuskan untuk menjadi coordinator divisi Jurnalistik. Kennappah?? Alasannya jelas, karena aku merasa divisi ini memerlukan sentuhan agar berkembang, terlebih untuk penyampaian informasi. Bersama memberku seperti Badawi, Tata, Isnia, Kiki, Dian, Tutut, Ana, Fitri, Binti, Hany, Kusnul dan Harir (ada ngga sih yang belum kusebut??), kami membuat serangkaian agenda. Taruhlah mading, buletin e-light, e-broadcasting yang bekerja sama dengan radio kampus, blog, grup facebook improving english serta berhasil menelorkan acara baru yang pada “penampilan” pertama berhasil menyedot 50 peserta, yakni Graphic Design Workshop. Bersama divisi jurnalistik, aku berusaha menjadi jurnalis amatiran, yang hingga kini membawaku menjadi Admin beberapa grup dan fanpage yang kukelola untuk menyebarkan informasi kepada orang lain karena bagiku, sebaik-baiknya orang adalah orang yang berguna bagi orang lain.

Ketika menjabat sebagai coordinator divisi jurnalistik, amanah lain diberikan kepadaku. Dalam pemilihan ketua acara Wiyata Bhakti, semua beraklamasi memilihku. Hey... Konspirasi apalagi ini. Tapi apa hendak dikata, keputusan forum harus dijunjung tinggi, lagi pula ini kesempatanku untuk belajar kembali. Berbicara tentang Wiyata Bhakti, ini merupakan salah satu agenda dari divisi edukasi. Wiyata berarti mengajar sedangkan bhakti berarti pengabdian. Sehingga Wiyata Bhakti adalah kegiatan yang merupakan manifestasi salah satu dari tiga pilar perguruan tinggi, yakni pengabdian dengan melakukan pengajaran disalah satu sekolah yang ditentukan. Jadi disini semacam mini PPL atau KKN juga bisa karena disitu kami tinggal disuatu tempat dengan mengurusi sendiri segala keperluan hidup. Ya! Ini merupakan latihan untuk terjun ke masyarakat sebelum “pentas” yang sebenarnya.

Back to ESA, ESA sendiri terbagi menjadi lima divisi yang mewadahi ratusan mahasiswa Tadris Bahasa Inggris untuk berkarya. Pertama, Education Division merupakan divisi utama dari organisasi ini yang menangani tentang pendidikan. Divisi ini sangat menunjang peningkatan English skill mahasiswa. Kedua, Journalistic Division merupakan divisi yang berhaluan jurnalis (tentunya) untuk menyampaikan informasi berupa informasi kampus, organisasi atau materi perkuliahan bahasa inggris. Pada divisi ini juga mewadahi karya dari mahasiswa Bahasa Inggris untuk berkarya serta melaksanakan pelatihan yang berhubungan dengan jurnalis (ecieee saya. Yang mantan coordinator tahu banget dah). Ketiga, Religion Division atau sekarang lebih dikenal dengan islamic center. Ntah apa yang menyebabkan nama divisi ini berubah wujud. Seingatku, itu pada jaman kepengurusan Amik dan aku belum sempat menanyakan alasan konkret mengapa nama divisi ini berubah. Intinya, divisi ini adalah yang mengurusi tentang dunia keagamaan dari ESA. Hal ini berkaca pada basic kampusku bergenre islam. Keempat, Public Relation Division atau biasa disebut dengan hubungan masya Allah, eh anu, maksudnya Divisi Hubungan Masyarakat dengan tokohnya yang fenomenal adalah Mas Ivan (bukan nama sebenarnya), eh maksudnya Mas Long (nama sebenarnya). Divisi ini bertugas untuk menjalin relasi dengan sesama mahasiswa TBI, non TBI sekampus, mahasiswa bahasa inggris diluar kampus serta masyarakat sekitar. Kelima, Research and Development Division yang bergerak diranah penelitian dan pengembangan organisasi. Beberapa karya dari divisi ini adalah dengan melaksanakan pelatihan penulisan karya tulis ilmiah bahasa inggris, penulisan sejarah ESA, evaluasi setiap kegiatan ESA serta beberapa kegiatan lain. Terakhir, The Eternal Ion yang merupakan wadah bagi yang menyukai debate. Meski bukan divisi, The Eternal Ion sangat diperhitungkan dalam keberlangsungan organisasi ini. Beberapa event telah diikuti seperti kegiatan rutin di EJVED UM Malang atau mengikuti PIONIR tingkat perguruan tinggi Islam di Indonesia.

Namun yang ingin kukritisi disini adalah animo mahasiswa Tadris Bahasa Inggris untuk berorganisasi kian lama kian luntur dikampusku. Mereka menganggap berorganisasi hanya akan menjadi pengganjal dalam kegiatan akademik. Padahal sekali lagi kutekankan, organisasi bukan merupakan penghalang untuk berprestasi. Taruhlah beberapa member ESA yang mendapat beasiswa ke Amerika, Thailand, India atau mendapat prestasi lain dibidang akademik di kampus maupun luar kampus. ESA merupakan step awal untuk melangkah menuju prestasi.

ESA, disini aku menemukan sebongkah berlian keluarga baru yang tidak bisa kutemukan diorganisasi lain. Meski kadang bercanda merupakan kegiatan wajib untuk memecahkan ketegangan (hingga muncul grup facebook yang bernama ESA’s Semplah Community yang berisi orang-orang hampir waras dalam bercanda), namun apabila saatnya serius, jangan tanyakan kegiatan luar biasa apa yang dapat kami ciptakan. Organisasi ini terkenal paling aktif (dikampusku) dalam menciptakan kegiatan anti mainstream yang mengilhami organisasi-organisasi lain. Itulah sebabnya aku bangga ketika dipertemukan dengan keluarga baruku ini. Terlebih, saat beberapa hari lalu kami dipertemukan dalam acara yang bertajuk Qotmil Qur’an, Santunan Anak Yatim, Buka Bersama dan Reuni. Semangat kesatuan dan kebersamaan itu sangat kental terasa hingga tidak dapat membedakan yang mana alumni serta yang mana mahasiswa baru. Terimakasih Tuhan, telah menjadikanku bagian dari mereka yang luar biasa itu.

#mkn

15 Ramadhan 2015

0 komentar:

 
;