KELUARGA
ITU BERNAMA “ESA”
Oleh : Mohammad
Khadziqun Nuha
Organisasi
bukan merupakan penghalang untuk berprestasi. Aku ingin membuktikan sendiri mottoku dalam berorganisasi di
jenjang pendidikan perkuliahan. Semester-semester awal kuliah S1 dikampus yang
bergenre agama di Kota Marmer kugunakan untuk mencari jati diri. Hampir
semua organisasi kumasuki untuk menemukan yang sesuai dengan potensiku. Label aktivis
pun sempat disematkan padaku kala itu. Ya! Mahasiswa unyu yang belum tahu
apa-apa itu masuk setiap organisasi atas ajakan teman maupun hasrat dari dalam
diri sehingga antropologi kampus sudah kujajaki.
Kegalauanku
dalam mencari organisasi berakhir pada HMPS TBI kala itu (atau sekarang lebih
dikenal dengan nama HMJ TBI). Sebagai mahasiswa Tadris Bahasa Inggris, aku
berusaha mensinergikan kemampuan akademik dan nonakademik. English
skill-ku terupgrade dengan mengikuti organisasi ini, terlebih
kelemahanku dalam speaking skill. Disini, aku semacam menemukan saudara
yang telah lama hilang. Label aktivis yang kadung melekat padaku sempat
dipandang sebelah mata akan keseriusanku mengikuti organisasi ini. Tapi aku
adalah aku, orang yang berusaha total dalam berorganisasi ini. Karena disini,
banyak yang hal yang tidak kutemui pada organisasi lain.
English Student
Association, begitulah
organisasi ini disebut, atau biasa disingkat ESA. Dengan jargon spirit of
unity and togetherness, organisasi ini mewadahi mahasiswa Tadris Bahasa
Inggris yang ingin berorganisasi. Berbagai background member membuat ESA
kian kokoh. Namun satu komitmen yang selalu dikembangkan diorganisasi ini
adalah jika ingin masuk organisasi ini, kita tidak harus menanggalkan bendera
organisasi luar, itu adalah hak prerogatif member. Namun, apabila ingin masuk
organisasi ini, sedikit kita harus menurunkan bendera organisasi luar yang kita
ikuti. Kepentingan ESA harus didahulukan daripada idealisme member atau
golongan tertentu.
ESA
memiliki logo rangkaian huruf E – S - A yang berarti abbreviation dari
nama organisasi tersebut atau dapat diartikan satu, yang disimbolkan dengan
angka satu dibelakang rangkaian huruf itu. Diharapkan, ini merupakan semangat
untuk menyatukan beberapa member yang
notabene diikuti oleh member dengan basic yang berbeda. Lebih lanjut, ESA memiliki
slogan improving english yang dimanifestasikan dengan simbol lain karya
Mas Arifin yang berupa huruf “ie” dengan satu bulatan merah ditengah
yang dikelilingi lingkaran terbelah berjumlah delapan bangun trapesium berwarna
biru yang berarti ESA mewadahi semua warga Tadris Bahasa Inggris yang ingin
meningkatkan English skill.
Perkenalanku
dengan ESA bermula pada kegiatan Class Competition yang diadakan oleh
organisasi tersebut. Kala itu aku bersama kedua temanku menjadi perwakilan
kelas pada smart contest. Dan siapa menyangka, setahun setelahnya, aku
menjadi ketua acara serupa yang diadakan secara outdoor untuk menarik
animo mahasiswa dikampusku. Berawal dari itu, berbagai kegiatan organisasi
tersebut kuikuti. Title sebagai pengurus pun kusandang pada semester
tiga. Kala itu aku menjadi member divisi edukasi. Bersama mbak Eka dan Faisal
serta beberapa member yang lain, kami membuat acara bak class competition,
holiday english dormitory, english zone, study club, wiyata bhakti,dan
bahkan agenda yang paling fenomenal yang diikuti siswa-siswi tingkat SMA
sederajat se-ekskarisidenan Kediri yang berjudul English Championship.
ESA
banyak mengajariku tentang berorganisasi. Bahkan, di semester enam, ketika
pencalonan ketua, aku memperoleh suara mutlak 64 suara, berbanding terbalik
dengan kompetitorku yang memiliki suara kedua yang hanya memperoleh 10 suara
yang merupakan batas aman pengajuan sebagai ketua. It was unpredictable. Tapi
yah, (mungkin) masih ada beberapa pihak yang masih meragukan totalitasku
di organisasi ini sebab label aktivis yang kusandang sehingga pada
pemilihan aku harus mengakui keunggulan mbak Findra Lestari. Namun keseruan
terjadi pada saat pemilihan yang mungkin tidak akan terulang pada masa-masa
berikutnya. Betapa tidak? Dari 61 suara tersisa yang masih bersedia mengikuti
pemilihan hingga akhir, ternyata berdasarkan perhitungan sementara, kami
sama-sama memiliki suara 30 sehingga satu suara tersisa sangat menentukan.
Terbayang betapa menegangkan pembacaan satu suara tersisa. Aku ingat sekali,
dia adalah mas Niam yang membawa kertas suara terakhir itu. Dan benar saja,
ketika dibuka nama Findra lah yang tertulis. Segera aku menjabat tangannya yang
berdiri disampingku dan mengucapkan selamat untuk kali pertama.
Sebenarnya,
suara terakhir itu adalah kertas suaraku. Aku menulis nama Findra karena merasa
belum pantas menjadi ketua untuk organisasi sekelas ESA. Kalau saja, aku
menulis namaku sendiri, suaraku akan menjadi 31 dan Findra menjadi 30. Tapi
yasudahlah, toh motivasiku untuk mengikuti organisasi ini bukan untuk menjadi
ketua namun mencari bekal untuk kehidupan selanjutnya. Totalitasku kubuktikan
dengan tetap berada di organisasi tersebut meskipun aku tidak terpilih sebagai
ketua bahkan hingga detik ini.
Pada
masa bhakti kepengurusan Findra, semula aku ditawari untuk menjadi coordinator
divisi edukasi atau religi. Namun dengan kebulatan tekad aku memutuskan
untuk menjadi coordinator divisi Jurnalistik. Kennappah?? Alasannya
jelas, karena aku merasa divisi ini memerlukan sentuhan agar berkembang,
terlebih untuk penyampaian informasi. Bersama memberku seperti Badawi, Tata,
Isnia, Kiki, Dian, Tutut, Ana, Fitri, Binti, Hany, Kusnul dan Harir (ada
ngga sih yang belum kusebut??), kami membuat serangkaian agenda. Taruhlah mading,
buletin e-light, e-broadcasting yang bekerja sama dengan radio kampus, blog,
grup facebook improving english serta berhasil menelorkan acara baru yang
pada “penampilan” pertama berhasil menyedot 50 peserta, yakni Graphic Design
Workshop. Bersama divisi jurnalistik, aku berusaha menjadi jurnalis
amatiran, yang hingga kini membawaku menjadi Admin beberapa grup dan fanpage
yang kukelola untuk menyebarkan informasi kepada orang lain karena bagiku,
sebaik-baiknya orang adalah orang yang berguna bagi orang lain.
Ketika
menjabat sebagai coordinator divisi jurnalistik, amanah lain diberikan
kepadaku. Dalam pemilihan ketua acara Wiyata Bhakti, semua beraklamasi
memilihku. Hey... Konspirasi apalagi ini. Tapi apa hendak dikata, keputusan
forum harus dijunjung tinggi, lagi pula ini kesempatanku untuk belajar kembali.
Berbicara tentang Wiyata Bhakti, ini merupakan salah satu agenda dari divisi
edukasi. Wiyata berarti mengajar sedangkan bhakti berarti
pengabdian. Sehingga Wiyata Bhakti adalah kegiatan yang merupakan
manifestasi salah satu dari tiga pilar perguruan tinggi, yakni pengabdian
dengan melakukan pengajaran disalah satu sekolah yang ditentukan. Jadi disini
semacam mini PPL atau KKN juga bisa karena disitu kami tinggal disuatu tempat
dengan mengurusi sendiri segala keperluan hidup. Ya! Ini merupakan latihan
untuk terjun ke masyarakat sebelum “pentas” yang sebenarnya.
Back
to ESA, ESA sendiri terbagi menjadi lima
divisi yang mewadahi ratusan mahasiswa Tadris Bahasa Inggris untuk berkarya. Pertama,
Education Division merupakan divisi utama dari organisasi ini yang
menangani tentang pendidikan. Divisi ini sangat menunjang peningkatan English
skill mahasiswa. Kedua, Journalistic Division merupakan
divisi yang berhaluan jurnalis (tentunya) untuk menyampaikan informasi berupa
informasi kampus, organisasi atau materi perkuliahan bahasa inggris. Pada
divisi ini juga mewadahi karya dari mahasiswa Bahasa Inggris untuk berkarya
serta melaksanakan pelatihan yang berhubungan dengan jurnalis (ecieee saya.
Yang mantan coordinator tahu banget dah). Ketiga, Religion
Division atau sekarang lebih dikenal dengan islamic center. Ntah apa
yang menyebabkan nama divisi ini berubah wujud. Seingatku, itu pada jaman
kepengurusan Amik dan aku belum sempat menanyakan alasan konkret mengapa nama
divisi ini berubah. Intinya, divisi ini adalah yang mengurusi tentang dunia
keagamaan dari ESA. Hal ini berkaca pada basic kampusku bergenre islam.
Keempat, Public Relation Division atau biasa disebut dengan
hubungan masya Allah, eh anu, maksudnya Divisi Hubungan Masyarakat
dengan tokohnya yang fenomenal adalah Mas Ivan (bukan nama sebenarnya), eh
maksudnya Mas Long (nama sebenarnya). Divisi ini bertugas untuk menjalin relasi
dengan sesama mahasiswa TBI, non TBI sekampus, mahasiswa bahasa inggris diluar
kampus serta masyarakat sekitar. Kelima, Research and Development
Division yang bergerak diranah penelitian dan pengembangan organisasi.
Beberapa karya dari divisi ini adalah dengan melaksanakan pelatihan penulisan
karya tulis ilmiah bahasa inggris, penulisan sejarah ESA, evaluasi setiap
kegiatan ESA serta beberapa kegiatan lain. Terakhir, The Eternal Ion yang
merupakan wadah bagi yang menyukai debate. Meski bukan divisi, The
Eternal Ion sangat diperhitungkan dalam keberlangsungan organisasi ini. Beberapa
event telah diikuti seperti kegiatan rutin di EJVED UM Malang atau mengikuti
PIONIR tingkat perguruan tinggi Islam di Indonesia.
Namun
yang ingin kukritisi disini adalah animo mahasiswa Tadris Bahasa Inggris untuk
berorganisasi kian lama kian luntur dikampusku. Mereka menganggap berorganisasi
hanya akan menjadi pengganjal dalam kegiatan akademik. Padahal sekali lagi kutekankan,
organisasi bukan merupakan penghalang untuk berprestasi. Taruhlah
beberapa member ESA yang mendapat beasiswa ke Amerika, Thailand, India atau
mendapat prestasi lain dibidang akademik di kampus maupun luar kampus. ESA
merupakan step awal untuk melangkah menuju prestasi.
ESA,
disini aku menemukan sebongkah berlian keluarga baru yang tidak bisa kutemukan
diorganisasi lain. Meski kadang bercanda merupakan kegiatan wajib untuk
memecahkan ketegangan (hingga muncul grup facebook yang bernama ESA’s
Semplah Community yang berisi orang-orang hampir waras dalam
bercanda), namun apabila saatnya serius, jangan tanyakan kegiatan luar biasa
apa yang dapat kami ciptakan. Organisasi ini terkenal paling aktif (dikampusku)
dalam menciptakan kegiatan anti mainstream yang mengilhami
organisasi-organisasi lain. Itulah sebabnya aku bangga ketika dipertemukan
dengan keluarga baruku ini. Terlebih, saat beberapa hari lalu kami dipertemukan
dalam acara yang bertajuk Qotmil Qur’an, Santunan Anak Yatim, Buka Bersama
dan Reuni. Semangat kesatuan dan kebersamaan itu sangat kental terasa hingga
tidak dapat membedakan yang mana alumni serta yang mana mahasiswa baru.
Terimakasih Tuhan, telah menjadikanku bagian dari mereka yang luar biasa itu.
#mkn
15
Ramadhan 2015
0 komentar:
Posting Komentar