Blue Fire Pointer
Sabtu, 11 Juli 2015

MEMBERI PUPUK PADI BERSAMA ABAH

MEMBERI PUPUK PADI BERSAMA ABAH
Oleh : Mohammad Khadziqun Nuha



Pagi ini, ketika aku sedang asyik bercengkrama dengan laptop Acer-ku, tiba-tiba abahku meminta untuk membantu di sawah. Sejujurnya aku bukanlah anak yang rajin membantu orangtua di sawah. Berbagai alibi kuluncurkan agar tidak pergi kesana. Namun disini aku bukan pula sebagai anak alay yang sekalinya membantu langsung dipamerin. Ini terpaksa kulakukan karena aku menemukan hikmah dari kejadian pagi ini.

Diawali dengan membeli pupuk di toko yang tak jauh dari sawah tersebut, kubawa dua sak pupuk dengan motorku. Setibanya disana, langsung dicampurlah kedua jenis pupuk organik itu dipinggir sawah. Tanganku yang semula bersih pun harus belepotan dengan pupuk tersebut. Ternyata timba yang dibawa hanya satu, sehingga untuk membawa pupuk itu ketengah sawah, aku harus menggunakan sak bekas pupuk itu sedikit demi sedikit. Sinar matahari pagi kian menyengat dan peluh keringat mulai membasahi tubuh. Namun terdapat kegembiraan tersendiri manakala merasakan sendiri apa yang abahku lakukan untuk membesarkan putra-putrinya. Tidak terbayang bagaimana lelahnya beliau kalau aku tadi tidak ikut menebar pupuk-pupuk dilahan sawah kami.

Sembari menyebar pupuk, dalam hatiku berfikir. Begitulah tanggungjawab yang diemban oleh kepala keluarga. Pekerjaan apapun akan terasa ringan manakala kita melakukannya atas nama ibadah. Walau ribuan keringat bercucuran, akan terbayar lunas manakala melihat kebutuhan keluarga tercukupi serta melihat putra-putrinya berhasil. Aku, siapkah aku untuk tanggungjawab itu? Usiaku sudah tak lagi muda dan cepat atau lambat akan mengemban amanah yang sama pula bagi calon istriku kelak dan buah hati kami nantinya. 

Memberi pupuk padi itu ibarat kita menyebar kebaikan kepada orang lain. Semakin banyak pupuk yang kita sebar, semakin banyak pula nanti yang kita panen. Semakin banyak kebaikan yang kita sebarkan ke orang lain, semakin banyak balasan atas kebaikan kita yang akan kita panen. Namun syaratnya satu, harus ikhlas dan tiada mengharap pamrih. Niscaya ridho Allah akan kita dapat.

Sebagaimana pepatah arab yang berbunyi:
من يزرع يحصد
“Man yazra’ yahshud” (Al-Mahfudzat)
“Siapa yang menanam, ia akan memanen”



Dalam hal ini hukum kausalitas terjadi. Seberapa besar usaha kita, begitu juga yang akan kita panen. Kalau yang kita tebar kebaikan, maka kebaikan pula yang akan kita dapat. Ketika keburukan yang kita lakukan kepada orang lain, maka itu pula yang akan kita dapat. Namun tak selamanya hal tersebut terjadi searah sesuai dengan apa yang kita harapkan. Ketika seorang menanam padi, tidak menutup kemungkinan ia akan diserang hama tikus, banjir, dan gagal panen lainnya. Lalu bagaimana menyikapinya? Apakah hanya pasrah dengan takdir? Tidak! Seharusnya kita introspeksi diri,
Sudahkah kita melakukan hal yang benar sama seperti orang yang telah berhasil?
Sudahkah mindset kita sama dengan pebisnis yang telah sukses?
Sudahkah kita mampu mengatasi pengganggu sama seperti orang yang berhasil?
Sudahkah kita ikhlas melakukan usaha kita?
Sejauh mana konsentrasi kita dalam bekerja?


Saat menyebar pupuk, kita tak boleh terfokus pada satu tempat saja, harus merata pada semua lahan disawah tersebut. Apabila kita memberi pada satu titik saja, maka hanya pada titik tersebut yang akan tumbuh subur. Lahan yang lain tidak akan sebagus titik tersebut.Aku ibaratkan ini sebagai perkara dunia dan perkara akhirat. Kalau kita hanya terfokus mengejar perkara dunia, nantinya di akhirat kita akan merugi. Kukira juga berlaku sebaliknya. Manusia hidup sebagai makhluk sosial, jadi juga perlu berinteraksi dengan orang lain, tak hanya hubungan vertikal dengan Sang Pemberi Kehidupan, namun juga hubungan horizontal dengan makhluk lain di dunia ini. Kita seharusnya balance untuk melakukan kewajiban dunia maupun akhirat sehingga keduanya akan kita dapat. Ya! Kesuksesan dunia dan akhirat merupakan yang sepatutnya kita raih. Jadi tak hanya mengejar dunia saja, ibadah demi kesuksesan akhirat juga diperlukan agar kita tak menyesal nantinya. Karena penyesalan selalu datang terlambat. Wallahu a'lam.

#mkn
24 Ramadhan 2015

0 komentar:

 
;