Blue Fire Pointer
Jumat, 05 Februari 2016

SENSE OF LEADERSHIP

SENSE OF LEADERSHIP
Oleh : Mohammad Khadziqun Nuha



Membaca judulnya yang sok inggris, jangan berharap kalian akan mendapati tulisan yang memakai bahasanya David Beckham. Dalam waktu dekat ini aku ngga ada passion untuk memakai bahasa tersebut. Sudah terlalu banyak energi yang kukeluarkan untuk mengerjakan thesisku yang berbahasa planet pluto kemarin. Lebay? Pasti.

Baik, berbicara tentang leadership, banyak pengalaman yang kumiliki didunia ini. Banyak kegiatan atau komunitas yang secara khilaf (mau ngga mau) harus kupimpin. Disini aku belajar the way to manage someone or something. It was awesome. (Hayooo... Katanya tadi ngga mau memakai bahasa linggis, eh maksudnya inggris).

Dengan menjadi pemimpin, kita tak hanya harus tahu caranya menyuruh orang, namun kita juga harus tahu bagaimana rasanya menjadi orang yang kita suruh. Namun, pemimpin itu tak melulu soal menyuruh dan disuruh. Tapi bagaimana kita memanage, menghegemoni, mengorganisir dan mengayomi sekelompok orang menjadi kesatuan yang dapat berjalan searah menggapai bersama-sama suatu visi atau misi tertentu. Pendekatan persuasif secara personal sangat dibutuhkan jika kita ingin menjadi pemimpin yang dapat mengayomi semua anggota kita. Kita tidak boleh memposisikan anggota kita sebagai bawahan namun sebagai mitra untuk meraih ekspektasi bersama. Lalu apa pengalamanku?

Pertama, ketika Sekolah Dasar aku sudah "berlatih" menjadi ketua kelas. Kala itu aku menjadi ketua kelas mulai kelas 3 sampai kelas 6 kalau ngga salah. Ngga banyak yang aku ingat ketika itu. Namanya juga sudah lama. Paling-paling yang kuingat adalah tugas seorang ketua kelas saat itu adalah menyiapkan ketika baris akan masuk kedalam kelas dan mencatat teman yang ramai ketika ditinggal guru ntah kemana. Namun disini merupakan step awal untuk belajar menjadi seorang pemimpin.Terimakasih Pak Katimin, Bu Karwiji, Bu Sulastri dan Bu Pur atas kepercayaan yang diberikan kala itu.

Kedua, ketika Sekolah Menengah Pertama sepertinya aku tidak akan mendapati amanah untuk menjadi ketua kelas pada tahun pertamaku dijenjang pendidikan yang satu ini. Namun takdir berkata lain, di kelas dua, aku dipilih menjadi pemimpin kelas. Beliaulah pak Hari Suci Falidiyanto, sang guru bahasa inggris yang memberikan amanah itu dan seraya diamini beberapa teman dikelasku. Disini aku memiliki pengalaman lebih menjadi ketua. Salain mengkondisikan kelas ketika ngga ada guru, juga diharuskan untuk menyampaikan setiap informasi yang disampaikan sekolah kepada teman-teman dikelasku. Aku ingat sekali, terdapat bel yang berbunyi pertanda semua ketua kelas harus berkumpul di aula sekolah, dan proses pemberian informasi berlangsung di aula yang ngga begitu besar itu. Aku harus mampu "retell" semua informasi didepan kelas. Aaah... Sungguh pengalaman yang luar biasa.

Ketika aku menginjakkan kaki di Sekolah Menengah Kejuruan, nampaknya aku ngga diberi amanah untuk memimpin teman-temanku. Yaah... Tak apa lah, masih banyak memang temanku yang memiliki sense of leadership yang lebih tinggi dariku. Kala itu prestasi terbesarku adalah menjadi bendahara kelas. At least, aku mengatur sirkulasi uang kas kelas.

Ketiga, berlanjut ke jenjang perguruan tinggi, banyak sekali yang kudapat ketika itu. Dimulai dari menjadi ketua kelas semenjak semester tiga. Iya, kala itu sang ketua lama kurang menjalankan fungsinya makanya kugantikan. Walhasil, hampir setiap hari aku harus berurusan dengan proses melobi dosen. Belum lagi kalau terdapat tugas, harus mengirim sms ke semua teman agar segera dikumpulkan. Beruntung aku memiliki teman sekelas yang kompak, jadi tidak susah lah mengkoordinir mereka dalam kurun waktu enam semester. Yang susah mungkin pada saat ingin reuni atau ada undangan pernikahan. Susahnya naudzubillah untuk dikumpulkan.

Selain itu, dikampus aku juga diberikan amanah untuk menjadi ketua PPL yang dilaksanakan di MAN 2 Tulungagung kala itu. Sekali lagi aku mendapatkan orang-orang luar biasa yang sangat memiliki semangat gotong royong yang kuat. Dimulai upacara pembukaan, pelaksanaan PPL, kegiatan pendukung hingga upacara penutupan tidak mengalami kesulitan berarti. Terlepas dari itu semua, pengalaman PPL di sana sangat berkesan.

Lanjut, ketika KKN ternyata aku juga diberi amanah menjadi ketua atas mahasiswa-mahasiswa setengah waras, dari berbagai jurusan pula. Satu atap bersama mereka, berinteraksi dengan masyarakat sekitar, membuat beberapa agenda telah mengajarkanku banyak hal. Bagaimana aku harus bersikap, bagaimana aku bersosialisasi dengan masyarakat serta bagaimana aku harus menyelesaikan masalah. Semua itu learning by doing something.

Pun pula disaat aku berkecimpung di HMPS Tadris Bahasa Inggris yang hampir aku juga yang menjadi ketuanya, namun ndak jadi. Dari ketidak jadian itu aku justru diberikan mandat untuk menjadi dua event cukup besar semacam Class Competition yang mempertandingkan skill berbahasa inggris mahasiswa Tadris Bahasa Inggris serta menjadi ketua event Wiyata Bhakti. Apa itu Wiyata Bhakti? Iya, ini wahana untuk mengupgrade skill mahasiswa Bahasa Inggris. Jadi, Wiyata berarti mengajar. Bhakti berarti mengabdi. Jadi wiyata bhakti merupakan semacam mini PPL dan KKN disuatu wilayah yang membutuhkan sentuhan tangan mahasiswa dimana disitu kita menjalankan salah satu Tri Dharma Perguruan Tinggi yakni mengabdi dengan melakukan pengajaran disuatu sekolah atau madrasah. Seru? Tentunya. Masak sendiri, mencuci baju sendiri, bersih-bersih sendiri, eh ngga deng, bareng-bareng dengan mahasiswa bahasa inggris lainnya. Truly recommended pokoknya untuk mahasiswa yang menjelang semester akhir.

Terakhir adalah ketika aku bergabung dengan UKM teater dikampusku. Aku diberi amanah untuk menjadi ketua latihan alam atau biasa disingkat latam. What? Apa pula itu? Iya, jadi kita semacam latihan teater dengan mahasiswa sekampus dan dari kampus lain. Kala itu dilaksanakan disalah satu pantai diujung selatan kotaku. Saat itu aku sangat terbantu dengan beberapa senior yang membantuku agar kegiatan tersebut berjalan lancar. Walhasil, it was a memorable moment. Respon pasir, respon air, respon lumpur, respon udara dan respon-respon lainnya, ingin sekali kumengulangnya.

Kini, disaat aku berkuliah di salah jurusan yang mendidik sebagai manager pendidikan, aku justru menyembunyikan diri, tidak ingin banyak bicara didalam kelas. Yap! Tujuannya pasti, selain kurasa ada mahasiswa lain yang mampu menjadi pemimpin, aku sudah capek jika terus-terusan mengurusi proses lobying dosen. Kuberikan kesempatan kepada yang lain.

Pada jenjang pendidikan ini aku mengenal beberapa tipe kepemimpinan seperti tipe kharismatik, paternalistic, militeristis, otokratis, lousser faire, populistis, administratif, demokratis, atau pseudo demokratis. Semua itu terdapat point positif maupun negatif apabila diterapkan dimanapun kita berada. Apapun tipe kepemimpinan yang kita pilih, sekali lagi, kita harus mampu menjalankan amanah sebagai pemimpin sehingga mampu menjadi pengayom bagi member kita.

Hehe, satu jenis pemimpin yang hingga detik ini belum pernah kurasakan. Apa? Pemimpin rumah tangga. Terus kapan? Ntahlah. Wallahu A’lam. Hehe lagi. Senyum tengil :)

smile emotikon

0 komentar:

 
;